Setelah lulus sekolah dasar aku berencana melanjutkan sekolah di kampung tempat tinggal nenekku berada, yaitu di Madrasah An-Nur yang berlokasi di Bojonglali. Aku memilih melanjutkan sekolah di sana karena memang sudah kemauanku sejak duduk di kelas 5 SD untuk melanjutkan sekolah di kampung. Jauh dari kedua orang tua bukanlah penghambat, melainkan peluang untuk meresapi esensi kehidupan dan melatih diri menjadi individu yang tangguh dan mandiri. Proses ini membantu membentuk karakterku, memperkuat ketabahan dan menunjukkan bahwa kehidupan bukanlah sekadar tentang hadir atau tidaknya orang di sekitar tetapi bagaimana kamu menjalani setiap detiknya dengan penuh keberanian dan kemandirian.
Di ruang kelas yang sederhana, atmosfirnya begitu khusyuk dengan kehangatan. Di sanalah, aku mulai merasakan betapa berharganya pengalaman belajar mengenai Islam. Dengan bimbingan para guru yang penuh kesabaran dan kebijaksanaan membantu membuka mataku terhadap keindahan agama ini serta menemukan jati diri.
Di kelas yang mungkin terlihat sederhana, aku meresapi pelajaran sejarah perkembangan Islam. Guru-guru dengan penuh semangat menceritakan kisah-kisah hebat dari masa lampau yang membentuk dasar-dasar agama ini. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, aku belajar tentang nilai-nilai mulia, keberanian, dan ketangguhan hati yang menjadi landasan kuat umat Islam.
Setiap sudut kelas menjadi saksi bagaimana pengetahuan tentang Islam meresap ke dalam diriku. Aku tidak hanya mendapatkan pemahaman tentang ajaran agama, tetapi juga mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mengajarkan kebaikan, kasih sayang, dan menguatkan koneksi antara aku, Islam, dan Tuhan.
Suatu hari, suasana sekolah begitu dinamis karena dipenuhi antusiasme para siswa yang tengah mempersiapkan diri untuk Kompetisi Sains Madrasah (KSM). Di tengah keriuhan tersebut, aku mendapat kabar mengejutkan sekaligus kabar gembira untuku karena aku terpilih sebagai wakil sekolah untuk mata pelajaran Matematika. Keheranan melanda pikiranku, karena sejauh yangku tahu, aku bukanlah siswa yang dikenal sebagai yang terpintar disekolah. Setelah pengumuman itu tersebar aku langsung diarahkan untuk ke ruang guru saat itu juga, sesampainya di sana mataku langsung tertuju pada dua siswi yang juga berada di ruang guru, mereka ternyata juga terpilih mewakili sekolah dalam KSM. Kirana akan berkompetisi di bidang Ilmu pengetahuan Sosial (IPS), sementara Indira akan berkompetisi di bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tak berselang lama kemudian pak Asep menghampiri kami dan mengucapkan selamat kepada kami bertiga.
“Sebelumnya Bapak mau mengucapkan selamat kepada kalian bertiga yang sudah terpilih untuk mewakili KSM pada kali ini. Bapak harap kalian bisa bekerja sama dan membawakan hasil yang terbaik.” ucap Pak Asep kepada kami bertiga.
“Insyaalaah pak.” ucap ku.
Pak Asep kemudian memandu kami dalam menyusun strategi lebih lanjut untuk memastikan kami siap menghadapi kompetisi tingkat nasional. Kami diberikan bimbingan, tips, dan dorongan semangat yang membuat kami semakin yakin dengan kemampuan kami.
Setelah satu jam lamanya Pak Asep memberikan arahan terkait persiapan KSM, akhirnya bel pulang berdentang menyambut kami.
“Baik, untuk kali ini bapak rasa cukup, mungkin ke depannya bapak minta kalian untuk saling mendukung satu sama lain. Dan bapak minta kalian menjaga kesehatan kalian masing-masing. Silakan, kalian boleh pulang.” ujar Pak Asep sambil tersenyum penuh semangat.
“Okey pak.” jawab kami serentak.
Kami bertiga pun bangkit dari kursi masing-masing dan langsung berpamitan untuk Pulang.
*************************************
Keesokan harinya di kelas, suasana kelas langsung berubah meriah begitu aku melangkah masuk. Senyuman, bisikan gembira, dan pandangan kagum terlihat menghiasi wajah teman-teman sekelas.
“Bagaimana bung Rendra perasaannya mewakili sekolah.”
“Deg-degan bro hehehe.”
“Santai saja bung Rendra, oh iya ngomong-ngomong kemarin kulihat selain kamu ada dua siswi juga yang terpilih mewakili sekolah, siapa saja Ren?”
“Iya, Kirana dan Indira.”
“Kitana yang cantik itu?” sela temanku
“Iya kali.”
“Ciee, awas ya bukannya belajar nanti malah diam-diam pacaran lagi. Ehem ehem.”
“Haram sobat. Ingat dalam firman Allah SWT. di surat Al-Isra ayat 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi dan Bu Yuli masuk ke kelas kami. Hari ini adalah pelajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam. Bu Yuli menceritakan kepada kami tentang Khulafaur Rasyidin yakni empat orang khalifah yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. setelah beliau wafat. Empat orang itu adalah Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Seiring alunan cerita yang memikat, kami tak hanya mendengarkan, tetapi juga ikut merasakan keteguhan hati dan semangat juang para Khulafaur Rasyidin. Dengan penuh semangat, kami meresapi setiap kata yang keluar dari bibir Bu Yuli dan begitu pelajaran berakhir, rasa penasaran dan kekaguman terhadap Khulafaur Rasyidin mewarnai setiap sudut kelas. Sebuah pembelajaran yang tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga menginspirasi jiwa kami untuk menggali lebih dalam ke dalam sejarah agung peradaban Islam.
***************************************
Bel pun berbunyi menandakan jam istirahat tiba, seluruh isi kelas berbondong meninggalkan kelas untuk menuju ke kantin dan sebagian pula ada yang tetap di kelas untuk menyantap bekal yang dibawanya. Aku memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang minggu lalu kupinjam. Sesampainya di perpustakaan mataku langsung tertuju ke satu buku yaitu buku novel karya Habiburahman El Shirazy berjudul Ayat Ayat Cinta, buku itu terletak di rak paling atas bagian novel-novel yang kebetulan pula ada Aisyah yang sedang kesulitan mengambil bukunya.
“Tinggi sekali bukunya.” Guman Kirana yang sedang kesusahan mengambil buku yang tinggi.
“Ini bukunya.”
“Syukron Ren.”
“Afwan Ran. Kamu juga senang baca novel Ran?”
“Iya dong. Terlebih kalau genrenya romance dan bacanya pas nyantai ditemani teh manis hangat dan cemilan. ”
“Wahh kalau itu si nikmat mana lagi yang kamu dustakan, iya kan.”
“Hahaha. Iya benar banget.”
“Untungnya ini masih ada dua lagi jadi pas untuk kita berdua hehehe.”
“Iya ya, kudengar buku ini itu jadi perebutan para santri yang lain.”
“Iya benar banget. Oh iya ngomong-ngomong bagaimana dengan persiapan KSM mu?”
“Jujur aku sudah melakukan apa yangku bisa, tapi ternyata di salah satu contoh soal KSM ini ada yang memakai bahasa Inggris dan juga di selipin sedikit Matematika dan aku gak jago kalau masalah bahasa Inggris apa lagi Matematika. Kamu bisa bantu aku gak Ren?”
“Jujur aku juga tidak terlalu jago, tapi akan kubantu sesuai kemampuanku ya.”
“Terima kasih ya Rendra.”
“Sama-sama.”
Akhirnya kami memutuskan untuk belajar bersama di perpustakaan dekat balai desa sepulang sekolah nanti setelah sholat ashar. Sesampainya di balai desa kami langsung masuk ke perpustakaan, dan aku pun langsung di sodorkan contoh soal KSM yang Kirana punya. Ku lihat memang ada beberapa soal logika berbahasa Inggris di tambah dengan soal-soal Matematika. Aku pun menjelaskan maksud dari soal tersebut kepada Kirana dan untungnya Kirana adalah gadis yang cerdas jadi tidak perlu aku lama-lama menjelaskan, Kirana sudah paham dengan maksud soalnya. Di selang-selang kegiatan belajar bersama aku sempat mencuri-curi pandang terhadap dirinya, kulihat wajahnya yang serius sedang mengerjakan soal-soal membuat diriku merasa ingin lebih mengenalnya lebih dalam tentang dirinya, sikap nya yang ramah kepada semua orang adalah daya tarik dari dirinya, wajahnya yang putih bersih bagaikan rembulan di malam hari membuat siapa saja terpana oleh kecantikannya.
Semenjak hari itu lah aku mulai dekatnya dengan dirinya. Kirana memang terkenal di kalangan siswa dan siswi adalah gadis manis, cantik dan tutur bahasanya juga baik. Satu bulan adalah waktu yang paling berharga bagiku karena aku bisa mengenal Kirana, ntah apa perasaan yang ada di dalam diri ini, gejolak apa yang ada di dalam diriku, makin lama aku dekat Aisyah makin aku menginginkan dirinya. Tapi sadar aku bukanlah siapa-siapa baginya. Seminggu lagi adalah waktu ujian KSM, seminggu itulah diriku gelisah takut akan tidak bisa bertemu & berkomunikasi lagi.
**************************************
Aku memutuskan untuk menghabiskan hariku untuk fokus saja pada KSM kali ini, ku buang jauh-jauh dulu perasaan yang entah apalah itu. Setiap sore sepulang sekolah aku menyempatkan diri ke perpustakaan balai desa untuk mencari-cari buku yang relevan dengan pembelajaranku. Perpustakaan balai desa adalah tempat favoritku di kampung ini karena tempatnya luas, adem, dan koleksi buku-bukunya lengkap mulai dari buku kitab-kitab sampai novel di sini pun ada. Pada saat aku sedang baca asyik membaca buku aku teringat akan kisah Khulafaur Rasyidin yang di ceritakan oleh Bu Yuli pekan lalu, aku pun beranjak dari bangku untuk mencari buku tentang Khulafaur Rasyidin, kuambil sebuah buku tentang kisah kepemimpinan Abu Bakar Asyidiq. Sampulnya sederhana, namun aura yang terpancar seakan mengundaku untuk membuka lembar demi lembar.
Aku duduk kembali dikursiku, membuka halaman pertama, dan tenggalam dalam kisah tentang bagaimana Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Keteguhan hati, kejujuran, dan keberanian-nya dalam menghadapi fitnah serta menjaga persatuan umat Islam membuatku tertegun. Ada satu kalimat yang begitu dalam menusuk ke hatiku:
"Kebenaran itu haru diperjuangkan, meski terkadang terasa berat di awalnya."
Aku menutup buku itu sejenak, merenung. Dalam hati aku bergumam, "Bukankah ini sama dengan apa yang kuhadapi sekarang? Orang-orang yang meremehkan, rasa minder, dan rasa takut gagal...... semua itu harus kulawan dengan keteguhan hati. Kalau Abu Bakar bisa menjaga manah besar umat, masa aku tidak bisa menjaga amanah sederhana ini untuk sekolahku?"
Perlahan, semangat baru mulai tumbuh dalam diriku. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk berusaha ebagai mungkin dalam KSM nanti, bukan hanya demi diriku tapi juga demi sekolahku.
Sore itu, saat aku menutup buku, tanpa kusadari Kirana sudah duduk dibangku disebelahku. Wajahnya memancarkan keteduhan yang khas.
"kamu serius banget bacanya," katanya sambil tersenyum.
Aku terkesiap, sedikit salah tingkah.
"Eh..... iya, lagi baca kisah Abu Bakar Ashidiq. Kamu sejak kapan ada disini Aisyah?"
➡
"Sejak kamu mulai baca buku tentang Abu Bakar Ashidiq. Ouh iya.... ngomong-ongomong itu bukunya tentang apa?"
"Ouh..... buku ini mengisahkan tentang perjuangan dan kepemimpinan Abu Bakar Ashidiq. Banyak kisah-kisah inspirasinya yang luar biasa."
Kirana mengangguk dengan senyuman tipisnya yang manis.
Aku tersenyum. Ada rasa hangat yang tumbuh, tapi segera kuingatkan diriku sendiri untuk tidak larut dalam perasaan. Aku pun menduduk, mencoba mengalihkan.
"Semoga kita bisa mengambil teladan dari beliau. Apalagi sebentar lagi KSM, kita harus, kuat semangat, dan pantang menyerah."
"Iya Rendra,"jawab Kirana singkat. Namun tatapanya seolah menyimpan semangat yang menular.
**************************************
Hari-hari menuju kompetisi pun semakin terasa mengangkan. Aku, Kirana dan Indira makin sering terlihat bersama, entah itu dikelas, di perpustkaan, atau saat latihan soal dirumah pak Asep. Namun, tidak semua orang menyukai kedekatan kami.
"Rendra ko bisa sih kepilih? Padahal banyak yang lebih pintar," kudengan bisikan itu saat aku melewati koridor sekolah. Ada beberapa teman yang menatapku dengan sinins.
Aku hanya tersenyum kecil, berusaha tak peduli, meski sebenarnya hatiku goyah. Apalagi saat salah seorang teman mendekat dan bilang kepadaku dengan nada menyendir,
"Jangan-jangan kamu cuma numpang nama doang, ya? Yang kerja nanti Kirana sama Indira."
Aku hanya menunduk, menahan diri. Untuk saja Kirana datang dan menepuk pundakku.
"Jangan dengarkan mereka, Ta. Kita disini bukan soal siapa paling hebat, tapi soal kerja sama, Allah lihat usaha, bukan cibiran orang."
kalimat itu mencakup kuat di hatiku. Rasa kagumku pada Kirana makin bertambah, tapi aku sadar betul untuk tidak larut dalam perasaan yang bisa menjerumuskan.
****************************************
Seminggu sebelum lomba, suasana belajar makin intens. Kami bertiga benar-benar kompak. Indira yang dikenal pendiam ternyata jago memberikan motivasi.
"Kalau kita bertiga bisa saling melengkapi, insyaAllah kita bisa membawa nama baik sekolah." katanya dengan tatapan penuh keyakinan.
Aku mulai merasa inilah arti persahabatan yang sebenarnya. Ada canda, ada serius, ada doa bersama.
Namun, dibalik itu semua, perasaan bimbang dalam diriku terhadap Kirana makin tak bisa dipungkiri. Sat dia tersenyum, dunia seolah berhenti sejenal. Tapi setiap kali itu terjadi, aku selalu mengingat firman Allah yang melarang mendakati zina. Aku pun hanya bisa menyalurkan rasa itu lewat doa, berharap Allah menjaga hatu kami.
***************************************
Hari yang ditunggu pun tiba. Kompetisi Sains Madrasah tingkat kabupaten digelar di sebuah madrasah besar di Karawang kota. Suasana begitu meriah, peserta dari berbagai sekolah berkumpul dengan penuh semangat
Aku sempat merasa gugup melihat wajah-wajah serius dari sekolah lain, apalagi saat bertemu dengan seorang peserta Matematika dari sekolah favorit yang katanya selalu jadi juara.
"Wah, ini pasti berat," gumamku.
Aisyah menepuk tanganku pelan,
"Ingat, Ta. Kita bukan datang untuk menakut-nakuti orang lain atau menakutkan diri sendiri. Kita datang untuk berusaha sebaik mungkin. Hasilnya biar Allah yang tentukan.
Ucapan itu kembali menenangkan hatiku.
Saat lomba dimulai, aku menatap lembar soal Matematika di hadapanku. Ada soal yang sangat sulit, bahkan membuatku sempat panik. Namun, aku teringat pada latihan-latihan bersama Kirana dan Indira. Aku menarik npas dalam-dalam, membaca bismillah, lalu mulai menuliskan jawabanku dengan hati-hati.
Waktu terasa begitu cepat. Keringat bercucuran, tangan terus menulis, dan doa tak berhenti terucap dalam hati.
Seusai lomba, kami bertiga berkumpul kembali. Wajah kami terlihat letih, tapi ada senyum puas karena telah berjuang sebaik mungkin.
"Apapun hasilnya, aku senang bisa berjuang bersama kalian," ucap Indira sambil tersenyum
Aku mengangguk setuju. Dan tanpa sadar, aku melirik Kirana. Dia pun tersenyum kepadaku. Senyum yang entah kenapa terasa berbeda dari biasanya.
Bersambung.
🔖📃Kutipan Penulis:
Halo para pembaca bagaiman teks cerita cerpen yang sudah ku buat? BTW terimakasih ya yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerpen ini.
Ouh iya jangan lupa kritik dan sarannya ya karena kritik dan saran kalian sangat berguna untuk penulis.😉
See you all🤗