Namaku Livia. Aku gadis biasa, polos, sederhana, bahkan cenderung pemalu dan pendiam. Seumur hidupku, aku tak pernah membayangkan akan jatuh cinta pada sosok yang begitu… kompleks. Dialah Maxim. ( Max).
Maxim bukan cowok biasa. Wajahnya super ganteng, tinggi besar, tatapannya tajam, dan senyumnya bisa bikin semua cewek klepek-klepek. Dia semacam “idola kaum hawa” di lingkungan kami. Teman cewekku sering berbisik, “Gila, itu Maxim kayak aktor Korea versi lokal. Cool banget, parah.” dan satu lagi dia punya tato di bagian tubuhnya seperti di lengan , dada, kaki dan ada juga di leher nya di belakang telinga, dia juga ahli dalam menato teman teman nya.
Tapi, kenyataannya Maxim bukan hanya cool. Dia kadang perhatian, kadang lucu, kadang juga… super cuek, seolah aku ini cuma angin lewat. Ada hari di mana dia mengirim pesan panjang hanya untuk menanyakan aku sudah makan apa belum. Lalu, keesokan harinya, aku bisa menunggu chat darinya seharian tanpa balasan sama sekali.
Kadang aku merasa dia seperti punya banyak versi dirinya. Versi cool. Versi cuek. Versi romantis. Versi tegas. Versi kocak. Semuanya campur aduk. Dan entah kenapa, aku jatuh cinta pada semuanya.
---
Masa Lalunya
Jujur saja, kalau dulu aku tahu siapa Maxim, mungkin aku tidak akan berani mendekat. Dia punya masa lalu yang… gelap.
Dulu, Maxim terkenal sebagai preman. Suka nongkrong, mabuk-mabukan, main perempuan, bahkan pernah masuk penjara. Semua orang tahu itu. Semua orang juga tahu kalau dia punya seorang anak dari hubungan masa lalunya.
Bayangkan, gadis polos dan pemalu seperti aku jatuh cinta pada cowok dengan track record seperti itu. Rasanya absurd. Tapi, entah mengapa, aku justru merasa bersyukur bisa mengenalnya. Karena aku mengenalnya di versi yang sudah bertobat.
“Lu nggak takut sama gue?” tanyanya waktu awal kami dekat.
Aku menggeleng pelan, wajahku memerah. “Kalau aku takut, aku nggak mungkin ngobrol sama kamu.”
Dia terkekeh. “Cewek lain biasanya mundur. Lo beda.”
Aku diam. Dalam hati aku bergumam, Ya Tuhan, jangan sampai aku salah orang.
---
Aku yang Polos, Dia yang Rumit
Aku tipikal cewek bucin. Jujur saja. Aku maunya diperhatikan, diprioritaskan, disayang tanpa syarat. Tapi ternyata, Max tidak selalu begitu.
Banyak momen aku kecewa. Dia sering lebih asyik nongkrong dengan teman-temannya daripada membalas pesanku. Sering juga dia pura-pura cuek kalau kami jalan bareng, seolah aku bukan siapa-siapanya. Padahal, beberapa jam kemudian, dia bisa menatapku lembut dan bilang, “Lo tau nggak, gue tuh sayang banget sama lo. Cuma kadang… gue nggak tau cara nunjukinnya.”
Aku selalu kalah oleh kata-katanya. Walau sering sakit hati, aku tetap bertahan. Karena aku tahu, di balik semua sikapnya yang membingungkan, dia benar-benar peduli.
Max berbeda dengan cowok-cowok yang kucurigai hanya ingin mengambil keuntungan dariku. Dia tidak pernah berpikir mesum, tidak pernah berusaha melewati batas. “Gue tau lo cewek baik-baik, Liv. Gue nggak mau jadi bajingan lagi,” ucapnya suatu malam. Kata-kata itu menancap dalam di hatiku.
---
Melamar
Hubungan kami tidak berjalan mulus. Keluargaku jelas menolak. Bagaimana tidak? Mereka tahu semua masa lalu Max. Ibuku sempat berkata, “Liv, kamu gadis baik-baik. Kenapa harus sama laki-laki dengan sejarah kelam begitu? Kamu pantas dapat yang lebih baik.”
Aku hanya bisa menangis. Karena hanya aku yang tahu, siapa Max sekarang. Dia memang punya masa lalu buruk, tapi dia juga punya tekad besar untuk berubah.
Dan dia membuktikannya.
Suatu malam, dia datang ke rumah. Dengan kemeja rapi, wajah tegang, dan sepasang mata yang penuh keyakinan.
“Bu, Pak,” katanya sopan, “saya tahu saya bukan laki-laki yang sempurna. Masa lalu saya kotor. Tapi saya sudah berubah, dan saya akan terus berusaha jadi lebih baik. Izinkan saya menikahi Livia. Saya janji, saya akan jaga dia, bahagiain dia, sampai akhir hidup saya.”
Aku menahan air mata. Rasanya seperti adegan drama.
Butuh waktu. Keluargaku tak langsung luluh. Tapi mereka melihat kesungguhannya. Max mulai rajin bekerja, meninggalkan lingkaran teman lamanya, bahkan mencoba mendekatkan diri pada Tuhan Seperti setiap hari Minggu pergi ke Gereja. Lambat laun, keluargaku melihatnya bukan sebagai preman masa lalu, tapi pria yang berusaha jadi lebih baik.
Akhirnya, restu itu datang. Dan beberapa bulan kemudian, aku resmi menjadi istrinya.
---
Setelah Menikah
Kehidupan setelah menikah ternyata… penuh kejutan.
Ternyata, cowok cool, ganteng, idola kaum hawa, dengan masa lalu sangar itu… manja banget!
“Sayang, bikinin kopi dong…”
“Sayang, pijitin punggung…”
“Sayang, jangan pergi kerja dulu, temenin aku sebentar…”
Aku sering ngakak sendiri. Dulu aku pikir aku yang bucin. Ternyata, setelah menikah, Max lebih bucin dari aku. Dia tidak malu bilang I love you berkali-kali dalam sehari. Bahkan kadang aku geli sendiri mendengarnya.
Kalau tidur dia selalu memeluk ku.
Tapi, itulah Max. Dibalik tampangnya yang sangar dan kisah kelamnya, dia hanyalah lelaki biasa yang butuh disayang.
Dan ternyata, pernikahan ini membuka jalan rezeki yang tak terduga. Beberapa bulan setelah kami menikah, Max mendapat kepercayaan untuk bekerja di bagian pemerintahan. Dari mantan preman, kini ia jadi orang yang dihormati. Kadang aku masih tidak percaya melihatnya mengenakan seragam rapi, menghadiri rapat resmi.
---
Aku Bersyukur
Kini, setiap kali aku menatapnya, aku selalu berbisik dalam hati, Terima kasih Tuhan, aku tidak menyerah padanya.
Ya, dia bukan laki-laki sempurna. Dia punya banyak sisi yang bikin aku pusing. Tapi dia juga lelaki yang membuatku belajar arti cinta sejati: menerima seseorang bukan karena masa lalunya, melainkan karena niat dan perjuangannya di masa depan.
Aku tahu, aku orang yang bucin. Tapi kali ini, aku bucin pada tempat yang tepat. Karena cintaku padanya berbalas, dengan cinta yang bahkan lebih besar.
Dan begitulah perjalanan cintaku dengan Maxim: rumit, lucu, serius, kadang bikin sakit hati, tapi pada akhirnya… indah.
---
Penutup
Cintaku pada Max memang tidak mudah. Ada masa lalu kelam, ada luka, ada penolakan. Tapi ada juga cinta, pengorbanan, dan pembuktian.
Dulu aku gadis polos yang tidak pernah membayangkan akan menikah dengan cowok penuh tato, mantan preman, idola kaum hawa. Tapi nyatanya, cinta itu bukan soal siapa kita dulu, tapi siapa kita sekarang dan ke mana kita melangkah.
Dan aku bersyukur, langkahku kini selalu berdampingan dengannya.
TAMAT.