Y/N Riddle, anak angkat Tom Riddle, di Asrama Ravenclaw. Ini dia cerita dan dialog untuk hari pertama Y/N di Hogwarts dan pertemuannya dengan Harry serta Draco di Diagon Alley.
Hari Pertama di Hogwarts: Perjalanan di Diagon Alley
Pagi itu, Diagon Alley ramai banget. Y/N, yang biasanya kalem dan agak pemalu, agak kewalahan juga ngadepin kerumunan. Ayahnya, Lord Voldemort, yang udah di mode "papa siaga", jalan di depannya sambil ngawasin tiap sudut. Bukan, bukan karena dia takut Y/N kenapa-napa, tapi lebih karena dia enggak suka keramaian dan pengen cepet-cepet kelar.
Y/N cuma jalan santai, tangannya megang erat tali tas belanjaan. Di pundaknya, Floki—musang putihnya yang ekornya abu-abu—lagi melingkar santai, kadang ngegelitik leher Y/N dengan ujung ekornya. Mereka udah sampai di toko jubah Madam Malkin.
"Y/N, kamu masuk aja. Ayah tunggu di luar," kata Voldemort dengan suara yang dalem banget.
Y/N cuma ngangguk, "Oke, Dad."
Di dalam, Madam Malkin lagi ngukur jubah buat cowok berambut pirang pucat. Mukanya kelihatan sombong, tapi Y/N enggak peduli. Dia berdiri di sampingnya dan Madam Malkin langsung nyamperin.
"Ah, calon murid Hogwarts juga? Ayo sini, berdiri di atas bangku ini," kata Madam Malkin ramah.
Y/N naik ke bangku kecil, dan tiba-tiba cowok di sebelahnya ngajak ngobrol.
"Hogwarts, kan?" tanya si cowok pirang.
"Iya," jawab Y/N singkat.
"Lo asrama apa?"
Y/N terdiam sebentar. "Aku belum tahu. Baru mau masuk tahun ini."
"Oh, sama. Gue sih pengennya Slytherin. Semua keluarga gue dari sana," dia nyengir bangga. "Gue Draco, Draco Malfoy."
"Y/N. Y/N Riddle," Y/N bales singkat sambil ngulurin tangan. Mereka salaman.
Draco ngangkat alis, "Riddle? Kayak... Tom Riddle?"
Y/N mengangguk, "Dia ayahku."
Mata Draco langsung membulat, ekspresi sombongnya luntur jadi agak terkejut. "Serius?"
"Ya." Y/N ngangguk lagi, mukanya datar. Dia tahu nama ayahnya itu punya reputasi.
Sebelum Draco sempet nanya-nanya lagi, pintu toko kebuka dan masuk dua orang. Seorang cewek rambut merah dan cowok kurus berambut item, ada bekas luka kayak petir di jidatnya. Y/N langsung tahu siapa cowok itu. Harry Potter.
Draco yang ngeliat Harry langsung pasang muka sinis. "Eh, ada Potter."
Harry yang lagi ngobrol sama ceweknya (Hermione Granger), cuma ngelirik Draco dan Y/N. Dia ngelirik Y/N yang berambut coklat gelap dan punya musang di pundaknya. Matanya keliatan penasaran.
"Y/N, jubahmu udah hampir selesai," kata Madam Malkin.
Draco ngeliat Y/N dengan tatapan yang beda. "Lo temennya Potter?" tanyanya ke Y/N.
Y/N geleng-geleng. "Bukan. Aku baru pertama kali ketemu dia."
Draco kelihatan lega. "Bagus deh. Jangan sampe lo temenan sama dia. Dia itu... not good."
"Gue denger, Malfoy," kata Harry dingin.
Draco cuma nyengir. "Baguslah. Biar semua orang tahu."
Y/N, yang merasa suasana jadi enggak enak, cuma diem aja sambil nunggu jubahnya selesai. Dia enggak mau ikut campur drama dua cowok ini. Fokusnya cuma di jubah, di mana Floki di pundaknya udah mulai gelisah.
Setelah jubahnya selesai, Y/N langsung bayar dan keluar. Dia liat ayahnya lagi nunggu di depan toko jubah.
"Udah?" tanya Voldemort, matanya ngelirik ke Harry dan Draco di dalam.
"Udah, Dad," Y/N bales. "Tadi aku ketemu sama Draco Malfoy dan Harry Potter."
Voldemort ngangguk. "Ya, aku tahu."
"Draco nanya-nanya banyak," kata Y/N.
"Jangan terlalu banyak cerita tentang kita, Y/N. Jaga privasi," Voldemort ngingetin.
Y/N cuma ngangguk, "Oke, Dad."
Mereka berdua lalu jalan pergi ninggalin Diagon Alley. Y/N enggak tahu, tapi hari itu, ia baru aja ketemu dua orang yang bakal jadi bagian dari hidupnya. Satu orang yang akan jadi saingannya, dan satu lagi yang akan jadi... entahlah, Y/N belum tahu. Yang jelas, petualangan di Hogwarts bakal dimulai dan Y/N siap menghadapinya.
Tentu! Ini dia kelanjutan cerita Y/N di Hogwarts, lengkap dengan momen Seleksi Asrama dan interaksi menarik antara Y/N, Draco, dan Harry.
Seleksi Asrama: Ravenclaw adalah Pilihan
Malam itu, di dalam Aula Besar Hogwarts, suasananya tegang tapi juga meriah. Langit-langitnya menampilkan bintang-bintang yang berkilauan, membuat Y/N merasa seperti di luar ruangan. Di antara ratusan wajah baru yang penasaran, Y/N bisa merasakan tatapan dari dua arah yang berbeda: satu dari Draco Malfoy yang duduk di meja Slytherin dengan ekspresi penuh ekspektasi, dan satu lagi dari Harry Potter yang terlihat cemas di antara anak-anak Gryffindor.
Professor McGonagall mulai memanggil nama. Satu per satu, calon penyihir maju, duduk di bangku, dan Topi Seleksi ditaruh di kepala mereka. Y/N melihat Harry Potter mendapatkan Gryffindor, dan ia sempat terkejut melihat seberapa lega Harry.
Lalu, giliran Draco. "Malfoy, Draco!" panggil McGonagall. Begitu Topi itu diletakkan di kepalanya, bahkan sebelum menyentuh rambutnya, Topi itu berteriak, "SLYTHERIN!" Draco tersenyum sombong sambil berjalan ke meja Slytherin, melirik ke arah Y/N dengan tatapan "gue bilang juga apa".
Y/N merasa detak jantungnya makin cepat. Akhirnya, nama Y/N dipanggil.
"Riddle, Y/N!"
Semua mata tertuju padanya. Ada bisik-bisik, "Riddle? Siapa dia?" dan Y/N sadar, nama ayahnya mungkin sudah mulai dikenal di sini. Ia berjalan perlahan, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ketika duduk di bangku, Profesor McGonagall meletakkan Topi di kepalanya.
"Hmmm… menarik sekali," bisik Topi Seleksi. "Pikiran yang luar biasa. Sangat cerdas dan haus akan pengetahuan. Tapi ada juga ambisi yang kuat, hasrat untuk menjadi yang terhebat. Jelas ada keberanian yang tersembunyi, dan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Sulit sekali…"
Y/N berpikir, Aku menghargai kecerdasan, kebijaksanaan, pembelajaran, dan kreativitas. Itu yang ia yakini. Itu yang ia harapkan.
"Kau menghargai hal-hal itu, ya?" bisik Topi Seleksi lagi. "Kalau begitu, aku tahu di mana tempatmu... RAVENCLAW!"
Meja Ravenclaw bertepuk tangan meriah. Y/N melepas Topi itu, berjalan ke meja mereka, dan disambut dengan senyum hangat. Ia melirik ke meja Slytherin dan melihat ekspresi terkejut di wajah Draco. Draco, yang tadinya yakin Y/N akan masuk Slytherin, kini terlihat bingung. Di sisi lain, Harry Potter juga menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan—sedikit penasaran, sedikit kagum.
Momen di Perpustakaan
Beberapa hari kemudian, Y/N menghabiskan sebagian besar waktunya di perpustakaan. Ia sedang membaca buku tentang ramuan tingkat lanjut, meskipun pelajaran itu baru akan dipelajari tahun-tahun berikutnya. Floki, musang kesayangannya, melingkar di atas tumpukan buku di sebelahnya.
Tiba-tiba, sebuah suara menginterupsi. "Ngelamun aja, Riddle?"
Itu Draco Malfoy. Ia duduk di kursi seberang Y/N tanpa permisi, menggeser buku-buku di meja.
"Aku enggak ngelamun," jawab Y/N datar.
"Kenapa lo enggak di Slytherin?" tanya Draco langsung ke intinya. "Gue pikir lo pasti masuk Slytherin. Lo kan anak..." Ia menghentikan ucapannya, menyadari bahwa ia hampir menyebut nama Voldemort dengan lantang. "Maksud gue, lo kan harusnya... cocok di sana."
"Aku lebih cocok di Ravenclaw," jawab Y/N, mengabaikan tatapan Draco. "Aku suka belajar."
Draco mencibir. "Belajar? Itu sih cuma buat orang-orang culun kayak Granger."
Tiba-tiba, suara lain muncul. "Setidaknya kami lebih pintar dari lo, Malfoy."
Harry Potter. Ia berdiri di belakang Draco, ekspresinya kesal.
Draco bangkit berdiri. "Apa kata lo, Potter?"
"Gue bilang, lo enggak usah ganggu dia," kata Harry, menunjuk Y/N. "Dia lagi serius belajar."
"Oh, jadi sekarang lo jadi pahlawan buat anak-anak Ravenclaw?" ejek Draco. "Atau jangan-jangan lo tertarik sama dia karena..."
Sebelum Draco bisa melanjutkan, Floki, musang Y/N, melompat ke pundak Harry dan mendesis pelan. Draco langsung terkejut dan mundur selangkah. Harry juga kaget, tapi ia membiarkan Floki melingkar di pundaknya.
"Floki enggak suka suasana tegang," kata Y/N dengan suara pelan. "Lebih baik kalian berdua pergi."
Draco menatap Y/N dengan tatapan takjub. "Lo nyuruh gue pergi demi si Potter?"
Y/N menggeleng. "Aku nyuruh kalian berdua pergi. Aku mau baca. Sekarang."
Draco memandang Harry yang tampak kebingungan dengan musang di pundaknya, lalu kembali menatap Y/N yang berwajah dingin. Ia menghela napas kesal. "Fine. Tapi jangan mikir gue bakalan lupa soal ini, Riddle."
Draco pergi sambil menggerutu.
Harry memandang Y/N, lalu menunduk melihat Floki yang menggosokkan kepalanya ke pipi Harry. "Musang lo... ramah juga," kata Harry, suaranya sedikit canggung.
Y/N hanya mengangguk, tanpa melihat Harry. "Dia punya insting."
"Jadi... lo enggak apa-apa?" tanya Harry lagi.
"Enggak apa-apa," jawab Y/N singkat. Ia sudah kembali fokus ke bukunya.
Harry berdiri di sana selama beberapa detik, merasa canggung. Ia meletakkan Floki kembali di meja Y/N dan berjalan pergi. Namun, sesaat sebelum pergi, Harry sempat melirik lagi ke arah Y/N. Ia tidak pernah bertemu gadis yang begitu dingin, tapi di saat yang sama, tatapan matanya yang keemasan sangat menarik. Harry merasa, ada sesuatu yang jauh lebih dalam dari gadis ini.
Y/N, sendirian, melanjutkan bacaannya. Ia tahu, Draco dan Harry kini menaruh perhatian padanya. Dan ia tahu, ini baru permulaan dari petualangan yang rumit.