Hari Pertama di Dunia Muggle
Pagi itu, seluruh siswa Footprint Seekers berkumpul di aula depan Hogwarts, siap untuk petualangan pertama mereka di dunia Muggle. Profesor Alastor berdiri di depan mereka, wajahnya tampak bersemangat.
"Baiklah, anak-anak," katanya. "Ingat, jangan gunakan sihir. Kita harus berbaur."
Mereka semua pun naik kereta api, dan setelah beberapa jam, mereka tiba di London. Y/N, yang sudah terbiasa dengan kota, tersenyum. Ia melihat teman-temannya yang kagum dengan keramaian dan gedung-gedung tinggi.
Saat makan siang, mereka pergi ke sebuah restoran cepat saji. Ron, yang belum pernah berinteraksi dengan dunia Muggle, mengeluarkan Galeon dari sakunya. "Ini," katanya, meletakkan koin emas itu di atas meja.
"Maaf, Tuan," kata pelayan itu, "kami tidak menerima uang ini."
Ron terkejut. "Tapi ini uang kami!"
"Ron," kata Harry, menahan tawa, "mereka tidak menggunakan Galeon di sini. Mereka menggunakan uang kertas."
Wajah Ron memerah, dan ia segera memasukkan kembali Galeonnya.
Setelah makan siang, mereka berjalan-jalan di sepanjang jalan. Neville, yang selalu canggung, tidak sengaja tersesat. "Tunggu, di mana kalian?" teriaknya. Mereka semua panik, mencari Neville di tengah keramaian. Untungnya, Harry berhasil menemukannya di sebuah toko buku.
Di sudut jalan, mereka melihat seorang badut yang sedang menghibur anak-anak. Draco, yang biasanya angkuh, tampak ketakutan. "Apa itu?" tanyanya, suaranya bergetar. "Apakah dia... penyihir gelap?"
Semua orang tertawa. "Tidak, Draco," kata Y/N, "dia hanya badut."
Di sebuah toko es krim, Cho dan Luna makan es krim. Mereka sangat menikmatinya sampai-tiba mereka lupa membayar. Profesor Alastor, yang melihat itu, harus membayar mereka.
Tiba-tiba, sebuah mobil Muggle melaju dengan kencang, dan Profesor Alastor, yang terkejut, mengeluarkan tongkat sihirnya tanpa sadar. Mobil itu langsung terbang ke udara, membuat semua orang terkejut.
"Profesor!" seru Y/N. "Apa yang Anda lakukan?!"
Profesor Alastor, yang sadar, segera merapalkan mantra dan menurunkan mobil itu kembali ke tanah. Semua orang di jalan menatapnya dengan aneh, dan mereka harus segera pergi. Mereka tahu, petualangan mereka di dunia Muggle tidak akan pernah membosankan.
Film Cleopatra dan Curhat di Kamar
Malam itu, setelah hari yang kacau di dunia Muggle, Y/N, Hermione, dan Ginny tiba di kamar hotel mereka. Kamar itu nyaman dan hangat, dan mereka memutuskan untuk menonton film Muggle yang dibawa oleh Hermione.
"Aku bawakan film ini," kata Hermione, memasukkan kaset ke pemutar video. "Ini tentang Cleopatra. Dia adalah Ratu Mesir yang sangat cerdas dan berani."
Y/N, Hermione, dan Ginny duduk di atas kasur, menatap layar televisi. Film itu menceritakan kisah Cleopatra, seorang ratu yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Mesir. Mereka melihat Cleopatra menggunakan kecerdasan dan pesonanya untuk bernegosiasi dengan tokoh-tokoh Romawi.
"Wow," kata Ginny. "Dia sangat keren."
"Tentu saja," jawab Hermione. "Dia sangat karismatik dan cerdas. Dia menggunakan kecerdasannya untuk mempertahankan negaranya."
Y/N, yang menonton dengan seksama, merasa terinspirasi oleh Cleopatra. Ia tahu, di balik kecantikan dan kekuasaan, Cleopatra adalah seorang pejuang. Ia harus menghadapi dilema berat untuk melindungi Mesir, dan akhirnya, ia memilih mengakhiri hidupnya daripada menyerah.
"Aku merasa... sedih untuknya," kata Y/N, suaranya pelan. "Dia harus mengambil keputusan yang sangat berat."
Hermione mengangguk, "Ya. Dia adalah simbol patriotisme. Dia mencintai negaranya lebih dari segalanya."
"Aku mengerti," kata Y/N, suaranya bergetar. "Aku... aku juga mencintai teman-temanku. Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi mereka."
Ginny menyentuh tangan Y/N. "Y/N, kami juga akan melindungimu. Kita adalah keluarga. Kita tidak akan pernah menyerah satu sama lain."
Y/N tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia tahu, ia telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga daripada sihir atau kekuasaan. Ia telah menemukan persahabatan sejati.
Percobaan Kopi Americano
Di kamar hotel lain, Fred, George, dan Draco sedang sibuk. Mereka menemukan mesin kopi Muggle di dalam kamar, dan rasa penasaran mereka langsung memuncak.
"Ini namanya espresso," kata George, menunjuk cangkir kopi kecil. "Rasanya sangat kuat. Kata Y/N, ini seperti ramuan tanpa penawar."
"Aku tidak percaya Muggle bisa minum ini," tambah Fred.
Draco, yang belum pernah melihat mesin kopi sebelumnya, terlihat sangat penasaran. "Jadi, kita hanya tambahkan air panas?" tanyanya.
"Betul!" jawab Fred, mengeluarkan teko kecil. "Ini disebut Americano."
Draco mencibir, "Nama yang bodoh."
Fred dan George tidak peduli. Mereka menuangkan air panas ke dalam espresso, lalu menyerahkannya pada Draco.
Draco mengambil cangkir itu dan mencoba meminumnya. Ia terkejut. Rasanya tidak seburuk yang ia bayangkan. Malah, rasanya cukup enak.
"Tidak buruk," katanya, lalu tersenyum tipis. "Kurasa Muggle juga punya sesuatu yang bagus."
Fred dan George tertawa, lalu mereka semua duduk di atas kasur, menikmati Americano buatan mereka. Mereka mengobrol tentang banyak hal, mulai dari Quidditch, pelajaran, hingga lelucon baru yang akan mereka buat.
Di kamar yang berbeda, Y/N, Hermione, dan Ginny sedang membicarakan film Cleopatra. Mereka tidak tahu bahwa di kamar sebelah, Fred, George, dan Draco juga sedang membuat kenangan baru. Mereka semua, meskipun berbeda, kini memiliki ikatan yang kuat. Mereka adalah Footprint Seekers, dan mereka akan selalu bersama, dalam setiap petualangan.
Malam Penuh Percakapan
Di kamar hotel lainnya, Neville, Pitter, dan Cedric duduk di dekat jendela, memandang gemerlap lampu kota London. Suara bising dari jalanan di bawah tidak mengganggu mereka. Sebaliknya, itu terasa menenangkan.
"Aku tidak pernah berpikir dunia Muggle sebegini indahnya," kata Neville, suaranya penuh kekaguman. "Di Hogwarts, kita cuma punya bintang dan bulan. Tapi di sini, kita punya ribuan cahaya."
Pitter tersenyum. "Setiap dunia punya keindahan tersendiri, Neville. Sihir membuat dunia kita indah, dan mereka punya cara mereka sendiri untuk membuatnya indah."
"Aku setuju," Cedric menimpali. "Muggle memang luar biasa. Mereka bisa menciptakan cahaya tanpa sihir, dan mereka bisa terbang dengan cara mereka sendiri."
Mereka terus mengobrol, berbagi cerita tentang kehidupan mereka di luar Hogwarts. Neville bercerita tentang kebunnya yang dipenuhi tanaman ajaib. Cedric bercerita tentang kehidupannya sebagai anak penyihir dari keluarga bangsawan. Pitter bercerita tentang masa lalunya di panti asuhan, yang membuat Neville dan Cedric terdiam. Mereka tidak menyangka bahwa Pitter memiliki masa lalu yang sulit.
Di kamar sebelah, Harry dan Ron sedang tertawa terbahak-bahak. Mereka sedang bermain Yo-Yo bersama Profesor Alastor. Profesor Alastor, yang tadinya angkuh, kini terlihat seperti anak kecil. Ia mencoba memainkan Yo-Yo dengan berbagai trik, tapi sering kali gagal dan membuat tali Yo-Yo terbelit.
"Profesor, Anda harus lebih santai!" seru Ron, yang sudah lebih mahir.
"Ini lebih sulit dari yang terlihat, Weasley!" jawab Profesor Alastor, matanya berbinar. "Tapi aku tidak akan menyerah."
Harry tertawa, lalu memberikan beberapa petunjuk kepada Profesor Alastor. Profesor Alastor akhirnya berhasil, dan ia tersenyum bangga. Ia tidak menyangka, bahwa mainan kecil Muggle bisa membuatnya merasa senang.
Malam itu, di kamar-kamar yang berbeda, mereka semua menemukan sesuatu yang baru. Mereka menemukan bahwa di balik perbedaan mereka, ada kesamaan. Mereka semua adalah bagian dari Footprint Seekers, dan mereka akan selalu bersama.
Petualangan di Thorpe Park
Keesokan harinya, seluruh siswa Footprint Seekers berkumpul di lobi hotel. Wajah mereka berbinar-binar penuh semangat. Profesor Alastor, dengan senyum kecil, memimpin mereka ke luar.
"Hari ini, kita akan mengunjungi salah satu tempat paling ikonik di dunia Muggle," kata Profesor Alastor. "Kita akan ke Thorpe Park, taman hiburan terbesar di London."
Mata semua siswa langsung melebar. Bahkan Draco, yang biasanya acuh tak acuh, tampak penasaran.
Setelah naik bus, mereka tiba di Thorpe Park. Mereka langsung disuguhi pemandangan roller coaster yang menjulang tinggi, dengan suara teriakan kegembiraan yang memenuhi udara.
"Wah, ini lebih seru dari Quidditch!" seru Fred.
"Aku setuju!" George menimpali. "Lihat roller coaster itu! Kelihatannya gila!"
Y/N, yang sudah terbiasa dengan taman hiburan, tersenyum. Ia tahu, teman-temannya akan sangat menyukainya.
"Ayo kita coba roller coaster itu!" ajak Ron, menunjuk ke arah roller coaster tertinggi.
"Jangan, Ron," kata Hermione, "aku takut ketinggian!"
"Tidak usah takut, Hermione," kata Harry, "kita akan bersama-sama."
Mereka semua pun mengantri untuk naik roller coaster. Neville tampak sangat gugup, tapi Pitter menepuk punggungnya.
"Jangan khawatir, Neville," katanya. "Aku akan menjagamu."
Draco, yang belum pernah naik roller coaster, tampak pucat. "Apa ini aman?" bisiknya pada Y/N.
"Tentu saja," jawab Y/N, menahan tawa. "Kau akan menyukainya."
Roller coaster itu melaju dengan kecepatan tinggi, membuat semua orang menjerit. Angin menerpa wajah mereka, dan jantung mereka berdebar kencang. Y/N menoleh ke arah Draco dan melihatnya menjerit dengan ketakutan. Y/N hanya tertawa, merasa senang melihat Draco, yang biasanya angkuh, kini terlihat seperti anak kecil.
Setelah turun, Draco terhuyung-huyung. "Itu... itu gila!" katanya, wajahnya memucat. "Tapi... itu sangat seru!"
Mereka menghabiskan sepanjang hari di Thorpe Park, mencoba berbagai wahana dan atraksi. Mereka makan permen kapas dan hot dog, mengambil foto, dan tertawa bersama. Mereka melupakan semua perbedaan mereka, dan hanya menikmati kebersamaan mereka. Mereka tahu, ini adalah salah satu kenangan yang tidak akan pernah mereka lupakan.