Cinta Sejati yang Tumbuh
Draco Malfoy kini berjuang dengan pergulatan batin yang hebat. Rasa bersalahnya atas kejadian ramuan cinta terus menghantuinya. Namun, di antara semua penyesalan itu, ada benih cinta yang tulus dan mendalam untuk Y/N, seperti bunga liar yang tumbuh bebas dan indah di tengah padang tandus. Ia tahu, cinta Y/N tidak bisa dibeli dengan ramuan. Ia harus mendapatkannya dengan cara yang benar.
Y/N, yang melihat Draco kesepian dan penuh penyesalan, mulai sering menghabiskan waktu bersamanya. Ia tidak ingin Draco merasa sendirian. Ia tahu, di balik sikap dingin dan angkuh Draco, ada hati yang rapuh dan membutuhkan teman.
Suatu sore, Y/N membawa Draco ke tempat mereka biasa berkumpul. Harry, Ron, Hermione, Cho, Cedric, Luna, Pitter, Ginny, Fred, dan George terkejut melihat Y/N datang bersama Draco.
"Guys, aku ingin kalian lebih mengenal Draco," kata Y/N, suaranya lembut. "Dia tidak seburuk yang kalian kira."
Awalnya, suasana terasa canggung. Namun, Y/N, dengan kepribadiannya yang hangat, berhasil mencairkan suasana. Ia mengajak mereka semua bermain kartu, dan perlahan-lahan, tawa mulai terdengar. Draco, yang awalnya hanya diam, mulai ikut tertawa.
Mereka mulai mengobrol tentang banyak hal. Mereka menemukan bahwa mereka semua memiliki kesamaan dan satu frekuensi. Mereka semua memiliki sisi aneh yang tidak bisa mereka tunjukkan kepada orang lain. Mereka semua merasa bahwa di Hogwarts, mereka telah menemukan tempat yang aman dan nyaman.
Fred dan George, yang biasanya bermusuhan dengan Draco, kini melihat sisi Draco yang berbeda. Harry dan Ron, yang selalu menganggap Draco sebagai musuh, kini melihatnya sebagai orang yang kesepian. Hermione, yang selalu pintar, menyadari bahwa Draco tidak seburuk yang ia bayangkan.
Di bawah rembulan, mereka duduk bersama, menikmati kebersamaan. Draco menatap Y/N, perasaannya dipenuhi kehangatan. Ia tahu, ia telah menemukan cinta sejati, dan ia tidak akan pernah melepaskannya.
Sahabat A True Friend
Suatu malam, saat mereka berkumpul di tepi Danau Hitam, Luna Lovegood tiba-tiba mengeluarkan sebuah keranjang kecil dari tasnya. Keranjang itu dipenuhi dengan gelang-gelang benang berwarna-warni yang indah.
"Aku sudah membuatnya untuk kita semua," kata Luna dengan suaranya yang tenang. "Aku menamainya gelang A True Friend."
Ia mulai membagikannya satu per satu. Ia memberikan gelang berwarna hijau dan biru pada Harry, gelang berwarna merah dan emas pada Ron dan Hermione, gelang berwarna orange dan kuning pada Fred dan George, gelang berwarna pink dan ungu pada Ginny, dan gelang berwarna hijau dan coklat pada Pitter. Y/N menerima gelang berwarna perak dan emas. Cho dan Cedric menerima gelang berwarna biru dan perak. Terakhir, ia memberikan gelang berwarna perak dan hijau pada Draco.
Draco menatap gelang itu, lalu menatap Luna. "Untuk apa ini?" tanyanya, suaranya sedikit ragu.
"Itu adalah tanda persahabatan kita," jawab Luna, tersenyum. "Kau adalah bagian dari kami sekarang. Kau adalah sahabat kami."
Draco merasa terkejut. Ia tidak pernah memiliki sahabat sebelumnya. Ia hanya memiliki Crabbe dan Goyle, yang lebih seperti antek daripada teman. Ia menatap teman-temannya yang lain, yang semuanya sudah memakai gelang itu. Fred, George, Harry, Ron, Hermione, Y/N, mereka semua tersenyum padanya.
Draco, yang biasanya angkuh, menghela napas. Ia mengambil gelang itu dan memasangnya di pergelangan tangannya. "Baiklah," katanya, "aku setuju. Kita adalah sahabat."
Semua orang bersorak. Y/N tersenyum, hatinya dipenuhi kebahagiaan. Ia tahu, di balik semua kejahilan, drama, dan persaingan, mereka semua adalah satu. Mereka adalah Footprint Seekers, dan mereka telah menemukan arti persahabatan yang sesungguhnya.
Curahan Hati di Tepi Danau
Suasana malam itu terasa hangat, diterangi oleh cahaya rembulan dan lilin-lilin yang mereka nyalakan. Gelang A True Friend berkilauan di pergelangan tangan mereka, menjadi simbol persahabatan yang baru ditemukan. Mereka duduk melingkar, berbagi cerita, dan saling curhat.
Ginny Weasley, yang biasanya malu di dekat Harry, memberanikan diri. "Aku... aku senang kita bisa jadi teman," katanya, tersipu. "Aku... aku suka padamu, Harry."
Harry tersenyum, pipinya sedikit memerah. "Aku juga suka padamu, Ginny."
Fred dan George, yang tidak pernah serius, tiba-tiba terlihat tulus. "Kami serius dengan toko kami," kata Fred. "Kami ingin membuat orang lain tertawa. Kami ingin semua orang bahagia."
"Ya," George menambahkan, "kami ingin menjadi pahlawan bagi mereka yang butuh tawa."
Luna, dengan mata besarnya yang melamun, menceritakan sesuatu yang lucu. "Aku pernah melihat seorang Muggle mencoba menangkap Nargles dengan jaring kupu-kupu," katanya. "Dia tidak sadar bahwa Nargles itu tidak terlihat."
Semua orang tertawa, dan Y/N merasa bahwa ia telah menemukan arti dari kebahagiaan.
Giliran Draco. Ia menghela napas, lalu berbicara dengan suara pelan. "Keluargaku... mereka menghargai status darah. Mereka tidak suka orang yang tidak berdarah murni. Aku... aku lelah. Aku ingin mencari jalanku sendiri."
Pitter, yang duduk di samping Y/N, menceritakan tentang panti asuhan. "Di sana, kami harus berjuang untuk bertahan hidup. Tapi kami belajar bahwa kekuatan sejati bukan dari seberapa banyak sihir yang kita miliki, tapi dari seberapa banyak kita bisa bertahan."
Y/N, yang biasanya tidak menceritakan masa lalunya, menceritakan pertemuannya dengan Sirius Black. "Dia adalah orang yang baik," katanya. "Aku bisa merasakan kebaikannya. Dia juga mengatakan, bahwa aku harus terus berani."
Cho Chang, yang tadinya pendiam, menceritakan saat awal masuk Hogwarts. "Aku merasa sangat sendirian. Aku tidak punya teman. Tapi kemudian, aku bertemu kalian, dan semuanya berubah."
Hermione, yang selalu serius, tersenyum. "Kalian semua... kalian adalah keluarga baruku. Kalian adalah siswa Footprint Seekers. Kalian tidak hanya mencari ilmu, tapi juga mencari petualangan."
Malam itu, di bawah rembulan, mereka semua merasa bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga daripada sihir. Mereka telah menemukan keluarga, dan mereka tahu, mereka tidak akan pernah sendirian lagi.
Kembang Api Ajaib
Saat suasana hening, tiba-tiba terdengar suara letupan. George dan Fred tersenyum jahil, lalu mereka mengeluarkan beberapa kembang api dari dalam jubah mereka. Mereka menyalakan kembang api itu, dan seketika, langit malam yang gelap menjadi terang benderang.
Kembang api itu tidak seperti kembang api biasa. Kembang api itu membentuk bentuk-bentuk aneh di udara, seperti naga, burung hantu, dan bahkan wajah-wajah lucu. Semua siswa Footprint Seekers menatapnya dengan takjub.
"Ayo!" seru Harry. "Kita terbang!"
Harry, Ron, dan Hermione langsung menaiki sapu terbang mereka. Mereka menari-nari di udara, di tengah-tengah kembang api. George dan Fred juga ikut, terbang dengan gerakan yang akrobatik. Mereka semua tertawa, merasa bebas dan bahagia.
Pitter, yang duduk di samping Y/N, mengeluarkan tongkat sihirnya dan membuat konfeti. Konfeti itu terbang di udara, berkilauan seperti salju yang ajaib. Cedric Diggory kembali dengan membawa banyak cemilan dari dapur Hogwarts, dan semua orang langsung menyerbu.
Tiba-tiba, Profesor Alastor, wali kelas mereka, berjalan ke arah mereka. Semua siswa terdiam, takut akan dimarahi. Namun, Profesor Alastor tersenyum. Ia tidak marah. Ia menatap mereka dengan tatapan yang penuh kehangatan.
"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya, suaranya tenang.
"Kami hanya bersenang-senang, Profesor," jawab Y/N, suaranya pelan. "Kami merayakan persahabatan kami."
Profesor Alastor mengangguk. "Itu hal yang bagus." Ia mengeluarkan tongkat sihirnya, dan sebuah kembang api berwarna-warni melesat ke langit, membentuk kata-kata: "Footprint Seekers".
Semua orang bersorak. Mereka tahu, mereka telah menemukan tempat mereka. Mereka tahu, mereka telah menemukan keluarga. Dan mereka tahu, mereka tidak akan pernah melupakan malam ini.