Permainan Truth or Dare
Suasana kelas Footprint Seekers terasa berbeda. Profesor Elara, dengan senyum misterius, berdiri di depan kelas sambil memegang sebuah kotak kayu.
"Selamat pagi, anak-anak," katanya. "Hari ini, kita akan belajar sambil bermain. Kita akan memainkan Truth or Dare versi Hogwarts. Setiap pasangan akan mendapat giliran. Kalian harus memilih Truth atau Dare. Jika kalian memilih Truth, kalian harus menjawab pertanyaan yang ada di dalam kotak. Jika kalian memilih Dare, kalian harus melakukan apa yang diperintahkan. Tentu saja, semuanya berhubungan dengan pelajaran kita."
Profesor Elara membagi siswa menjadi beberapa pasangan.
"Fred dan Angelina," kata Profesor Elara. Fred dan Angelina saling berpandangan, senyum jahil di wajah mereka.
"George dan Neville," lanjutnya. George langsung menepuk pundak Neville, seolah-olah menyemangatinya. Neville terlihat gugup, tapi ada senyum tipis di wajahnya.
"Harry dan Ginny." Harry tersenyum pada Ginny, dan Ginny langsung tersipu.
"Hermione dan Ron." Keduanya saling pandang, lalu Hermione mengangkat bahu.
"Draco dan Pansy." Draco langsung mencibir, tapi Pansy terlihat senang.
"Cho dan Cedric." Keduanya tersenyum dan duduk berdekatan.
"Dan terakhir," kata Profesor Elara, "Y/N dan Theodore." Y/N terkejut. Ia belum pernah berbicara dengan Theodore Nott sebelumnya. Theodore, yang dikenal sebagai anak yang pendiam dan misterius, hanya mengangguk kecil.
Permainan dimulai.
"Fred dan Angelina, giliran kalian," kata Profesor Elara.
"Kami pilih Dare!" seru Fred dengan semangat.
Fred membuka gulungan perkamen dari kotak itu dan membacanya. "Ubah tongkat sihirku menjadi kodok dan buat dia melompat di atas kepala Profesor."
Semua orang tertawa, dan Profesor Elara hanya tersenyum. Fred langsung melakukan itu dengan mudah.
"George dan Neville," lanjut Profesor Elara.
"Kami pilih Truth," kata George.
Neville mengambil perkamen dari kotak itu dan membacanya. "Jelaskan mengapa pelajaran Ramuan lebih penting daripada pelajaran Sejarah Sihir."
Neville yang tadinya gugup, tiba-tiba menjadi bersemangat. Ia pun menjelaskan mengapa Ramuan lebih penting dari Sejarah Sihir.
"Hermione dan Ron," kata Profesor Elara.
"Kami pilih Truth," jawab Hermione dengan cepat.
Ron membuka gulungan perkamen. "Sebutkan nama empat jenis naga yang paling berbahaya."
Hermione langsung menjawabnya dengan lancar. "Naga Green Welsh, Naga Norway Ridgeback, Naga Naga Black Hebridean, dan Naga China Fireball."
Semua orang terkejut dengan kecepatan dan ketepatan Hermione.
Permainan berlanjut. Giliran Draco dan Pansy.
"Aku pilih Dare," kata Draco dengan angkuh. "Aku tidak takut apa pun."
Ia mengambil perkamen dari dalam kotak dan membacanya. "Berjalanlah seperti seekor katak di depan teman-temanmu."
Draco membelalakkan matanya, wajahnya memerah. Pansy, yang tadinya senang, kini tertawa terbahak-bahak. Draco akhirnya melakukannya dengan sangat canggung, dan semua orang tidak bisa menahan tawa.
"Giliran kalian, Y/N dan Theodore," kata Profesor Elara.
"Kami pilih Truth," kata Y/N dengan tenang.
Theodore mengambil perkamen itu dan membacanya dengan suara pelan.
"Apa mantra terkuat yang pernah kamu gunakan, dan kenapa?"
Mantra Terkuat
Theodore Nott, dengan suara pelan dan datar, membacakan pertanyaan itu. "Apa mantra terkuat yang pernah kamu gunakan, dan kenapa?"
Y/N terdiam sejenak. Ia teringat masa lalunya.
"Mantra terkuat yang pernah kugunakan..." kata Y/N. "Mantra itu adalah Wingardium Leviosa."
Semua orang di kelas terkejut. Mereka menatap Y/N, tidak mengerti. Wingardium Leviosa adalah mantra melayang yang diajarkan pada tahun pertama, mantra paling dasar.
Ron, yang selalu ingin tahu, langsung bertanya, "Kenapa? Itu kan mantra paling gampang."
Y/N tersenyum, lalu melanjutkan, "Karena aku menggunakannya untuk melayangkan roti. Waktu itu, aku kelaparan, dan tidak ada makanan. Aku berhasil melayangkan sepotong roti dari dapur ke kamarku."
Seketika, semua orang terdiam. Mereka tidak tahu masa lalu Y/N. Mereka hanya melihat sisi Y/N yang ceria dan energik, bukan sisi yang rapuh dan kesepian. Mereka tidak menyadari betapa sederhananya kebahagiaan Y/N.
"Hahahaha!" Fred dan George tertawa terbahak-bahak. "Paling terkuat? Melayangkan roti?"
Tawa Fred dan George menular. Harry, Ron, Hermione, Cho, dan yang lainnya ikut tertawa. Mereka tidak menertawakan Y/N, tetapi menertawakan fakta bahwa Y/N menganggap mantra sederhana itu sangat kuat. Y/N, yang melihat itu, ikut tertawa.
Setelah suasana mereda, Profesor Elara mengangguk. "Jawaban yang sangat mendalam. Sekarang giliranmu, Theodore."
Theodore mengambil perkamen baru dan membacanya. "Berikan contoh tentang sihir yang tidak dapat dipelajari di Hogwarts."
"Sihir paling kuat," kata Theodore, suaranya tenang, "adalah sihir yang ada di dalam setiap orang. Sihir itu adalah kemampuan untuk bertahan hidup. Kita tidak bisa mempelajarinya, tapi kita harus menggunakannya setiap hari."
Semua orang terkejut. Kata-kata Theodore begitu dalam, begitu misterius. Mereka menatap Theodore, anak laki-laki pendiam itu, dengan tatapan takjub.
Y/N memandang Theodore. Ia tahu, di balik sikap pendiam itu, ada sisi Theodore yang tidak banyak orang tahu. Y/N merasa bahwa ia dan Theodore, yang sama-sama menyimpan masa lalu kelam, memiliki ikatan yang tak terucapkan.