Permadani kelam membentang luas, membentuk horizon tak berujung. Dengan sang lunar yang menjadi porosnya sinar keperakannya tampak berkilauan seolah menunjukkan eksistensinya sebagai sang ratu malam.
Jarum jam seperti tengah berlari, tak terasa waktu menunjukkan pukul 11 malam. Namun, dunia seakan masih sibuk dengan segala aktivitasnya. Dentuman musik yang selaras dengan detak jantung, seakan membakar lantai dansa di sebuah bangunan yang berisi lautan manusia yang menari dan tenggelam dalam alunan musik EDM.
Namun, tidak dengan Jevo Noelland. Pria itu hanya terduduk sembari memandang sampanyenya dalam gelas, mata tajamnya berkilat, senyum tipis terukir di wajah bak Dewa Apollo. Di sampingnya duduk seorang wanita yang mengenakan pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, jemari lentiknya tampak menari-nari di dada bidang Jevo.
“Honey, aku ingin bermain!” rengeknya. Jevo hanya memandang wanita itu, kemudian tersenyum penuh makna. Dalam sekejap tangannya sudah bergerilya menyentuh setiap inchi tubuh sang wanita. Feromonnya menguar membuat sang wanita tampak belingsatan, pun tak lupa desahan nyaring keluar dari mulutnya.
“Ahh ... deeper, again please, ah Jevo!” Jevo sengaja menumpahkan sampanye ke tubuh sang wanita, sedetik kemudian labiumnya menjelajah, mencicipi setiap inchi tubuh sang wanita, harum mawar semerbak menggelitik indra penciuman Jevo.
“You are so hot pretty, panggil aku dengan benar!“ suara rendah nan dalam milik Jevo menyapa indra pendengaran wanita dan mampu menggetarkan jantungnya.
“Ahh ... yes, Alpha!” desah wanita itu frustasi dengan permainan Jevo.
***
Tak jauh dari tempat Jevo bermain, sepasang mata elang yang begitu gelap, tengah mengamati permainan dua insan itu.
“Wangi ini ... blassom, strawberry. Belum pernah aku mencium bau yang seperti ini. Aroma bayi, tetapi terasa segar,” gumam pria itu.
“Matthew,” panggilnya, “kau merasakannya?”
“Ya, dia mate. Dia mate kita, Marcell,” jawab sebuah suara berat yang berasal dari dalam dirinya.
“Haruskah kita menghampirinya?” gumam Marcell lagi dengan seringaian.
“Tentu, dia adalah mate kita, sekalipun dia adalah Alpha. Kau harus mengikatnya dan singkirkan wanita itu ... grrr!” Matthew menggeram.
Marcell beranjak dari tempatnya, ia berjalan dalam diam. Feromonnya menguar. Aroma Cedarwood berpadu dengan lemon menguar memenuhi penjuru ruangan.
Euforia orang-orang itu terhenti beberapa dari mereka bahkan melemas tanpa daya tulang dan persendiannya seakan rontok dari tempatnya. Oksigen terasa seperti terserap oleh setiap langkah kaki yang tegas, yang mendekati sofa di mana Jevo terduduk.
“Ugh, ap ... hah, aku sesak sialan! Ini feromon siapa? Belum pernah aku mencium feromon sekuat ini. Argh, kepalaku pusing!” batin Jevo.
Badannya yang terkulai lemas hanya bersandar pada punggung sofa. Tangannya yang lemah, Marcell tarik hingga badan Jevo terjatuh dalam pelukannya.
“Who are you?” tanya Jevo lirih.
“I'm your mate, Sweetheart,” jawab Marcell dengan seringaian khas miliknya.
“Jangan bercanda. Aku adalah Alpha. Mana mungkin aku menjadi pasangan terikatmu?!” sentak Jevo lemah, “lepaskan aku dan pergi kau dari sini. Jangan menggangguku!”
Marcell hanya bergeming di sofa yang tadinya diduduki oleh Jevo dengan Jevo yang berada di atas pangkuannya.
Lagi-lagi feromonnya menguar dan kali ini aromanya jauh lebih pekat dan menusuk, membuat Jevo merasakan panas di sekujur tubuhnya, serta pening yang menghantam kepalanya dengan kejam di tengah sesak napasnya yang masih menjerat.
Tangan Marcell menelusup masuk ke dalam kemeja tipis yang dikenakan Jevo. Dan menyalurkan sengatan kecil yang membuat tubuh Jevo menggelinjang hebat.
“Brengsek, lepaskan ak ... mphh!” umpatan Jevo terputus saat labium tipis milik Marcell menyambar labium tebal milik Jevo, sembari memberikan rangsangan-rangsangan pada pemuda tampan itu.
“Ahh ... Ahh, lepaskan aku, breng ... mphh ... sek!”
“Diam dan patuhilah perintahku!” ujar Marcell dengan suara yang tak terbantahkan. Feromonnya semakin melemahkan Jevo, membuat pemuda itu hanya terkulai pasrah dalam dekapan Marcell.
***
Cahaya temaram menyebar, menyinari hingga sudut-sudut kamar. Di atas ranjang sedang berlangsung pergumulan dua insan manusia, desahan, lenguhan, dan erangan yang keluar dari bibir mereka seolah menjadi melodi pengiring kegiatan mereka. Hingga peluh membanjiri tubuh polos mereka.
“Marcell, lakukan dengan segera. Malam ini adalah waktu yang tepat untuk mengikatnya. Karena malam ini ... adalah malam gerhana bulan merah, grrr!”
Matthew melakukan mindlink pada Marcell
“Bagaimana bisa, bukankah seharusnya itu dua minggu lagi?” tanya Marcell heran.
“Sepertinya Moon Goddess merestui ritualmu malam ini,” jawab Matthew lagi.
Marcell mengendus kelenjar feromon milik Jevo menghirupnya sebentar giginya yang runcing dan tajam perlahan muncul dan menancap di leher, kemudian menandai Jevo di tengah penyatuannya dengan pemuda itu.
“Argh!” erang Jevo kesakitan. Tubuhnya mendadak lemas, kehilangan daya sejenak. Beberapa saat kemudian, muncullah tanda bulan di lehernya, bersamaan dengan perubahan warna rambutnya yang semula hitam menjadi berwarna keperakan.
“Giliranmu, Sweetheart,” ucap Marcell. Mata Jevo yang awalnya berwarna hitam berubah warna menjadi blue diamond.
Jevo menancapkan taringnya, pada pergelangan tangan Marcell. Rasa perih sedikit menghantam pergelangan tangan pemuda yang penuh aura pemimpin itu.
“Ugh, gigitanmu lumayan menyakitkan, Sweetie. Namun, aku menyukainya,” ucap Marcell. Kini aroma feromon mereka melebur dan bercampur menjadi satu.
Jevo diam, napasnya terengah-engah, ia menggeram kilat matanya yang berwarna blue diamond itu seakan ingin memangsa siapa saja.
Marcell sedikit menjauh, perlahan tubuh Jevo berubah menampakkan serigala cantik berbulu putih layaknya butiran salju.
Marcell menyeringai senang, ia melakukan pertukaran dengan Matthew, hingga muncullah serigala besar berwarna hitam pekat, dengan mata berwarna merah darah.
“Eleannor, grrr!” ujar Matthew menggeram.
“Enigma, grr!” balas Eleanor. Keduanya saling mendekat dan menatap satu sama lain. Sebelum akhirnya melakukan Knotting.
Eleanor meraung-raung, kesakitan. Pun dengan Jevo yang seolah dapat merasakan kesakitan sang serigala miliknya.
Saat proses knotting selesai, Matthew mengaum disusul dengan auman para serigala yang terdengar begitu nyaring, seolah tengah merayakan pesta penyambutan sang luna.
“You’re mine Luna,” ucap Marcell.
“Yes, I’m yours, Enigma,” jawab Jevo, sebelum menutup matanya saat rasa lelah menghantam tubuhnya.