Sudah tiga hari sejak aku pindah ke apartemen ini. Unit 709, lantai tujuh, letaknya di pojok paling ujung koridor. Aku menyewa dengan harga murah, terlalu murah malah, untuk unit sebesar ini di tengah kota.
"Ada syaratnya, Mas," kata ibu penjaga saat aku menandatangani berkas.
"Apa?"
"Jangan buka pintu kalau ada yang ketuk lewat tengah malam. Apa pun yang terjadi."
Aku hanya tertawa waktu itu. Kupikir itu hanya mitos atau cara aneh buat menakut-nakuti penyewa baru.
Malam pertama dan kedua berjalan biasa. Hening. Bahkan terlalu hening untuk gedung yang katanya sudah penuh penghuni.
Tapi malam ketiga, pukul 01.13 dini hari, aku mendengar ketukan.
Tok… Tok… Tok…
Pelan, ritmis.
Aku bangun dari tempat tidur. Mengintip lewat lubang kecil di pintu. Tidak ada siapa-siapa.
Aku ingat pesan ibu penjaga. Jangan buka.
Tapi rasa penasaran menang. Aku buka pintunya sedikit…
Kosong. Lorong panjang dan lampu redup yang berkelip.
Aku mengunci pintu kembali dan kembali tidur.
Malam keempat. Ketukan itu datang lagi.
Tok… Tok… Tok…
Kali ini aku abaikan.
Namun sejak saat itu, hal-hal aneh mulai terjadi.
Cermin kamar mandi tiba-tiba penuh embun saat aku belum mandi. Lemari pakaian terbuka sendiri. AC menyala sendiri padahal remote ada di meja.
Yang paling aneh, ada coretan di dinding dekat dapur yang sebelumnya tidak ada.
Tulisannya:
“Jangan buka pintu.”
Aku makin ketakutan.
Hari kelima, aku memutuskan pergi dari apartemen. Aku turun ke resepsionis dan mengatakan akan pindah besok pagi.
Ibu penjaga hanya menatapku, lalu berkata lirih,
“Semoga belum terlambat.”
---
Malam terakhir.
Aku mengepak barang dengan cepat. Jam menunjukkan pukul 11.58. Dua menit lagi tengah malam.
Dan saat waktu menunjukkan pukul 00.00,
Tok… Tok… Tok…
Kali ini ketukannya lebih keras.
Aku membeku.
Pintu bergetar. Lalu suara seseorang memanggil pelan dari balik pintu,
"Mas… tolong buka… dingin sekali di luar…"
Suaranya seperti anak kecil. Tapi serak, dan terlalu lambat.
Aku berlari ke kamar. Menutup telinga. Ketukan masih terdengar.
Pukul 01.00 pagi. Ketukan berhenti.
Pagi harinya, aku langsung check-out. Aku tanya ke resepsionis, apakah ada yang menempati unit sebelah kamarku, 710?
Dia menatapku heran.
“Unit 710 sudah kosong sejak… lima tahun lalu. Setelah kebakaran. Yang tinggal di situ meninggal terjebak, tidak bisa keluar. Korbannya… seorang anak kecil.”
Aku terdiam. Tubuhku dingin seketika.
Sebelum pergi, aku bertanya sekali lagi pada ibu penjaga, “Sebenarnya… kenapa tidak boleh buka pintu kalau ada yang mengetuk tengah malam?”
Dia menatapku dengan sorot mata sedih.
“Karena yang mengetuk itu bukan minta masuk… tapi minta kamu ikut keluar.”
---
END.