I. Kematian Clara Westwood
Tak ada yang bisa mempersiapkanku untuk kematian. Apalagi jika kematian itu datang mendadak dan heroik.
Namaku Clara Westwood, mahasiswi kedokteran tingkat akhir. Hidupku dipenuhi jurnal anatomi, shift malam di ruang gawat darurat, dan mimpi kecil untuk menjadi ahli bedah jantung. Hingga suatu pagi di musim gugur, aku berlari menyelamatkan bocah dari kendaraan yang tak sempat berhenti. Dunia jadi lambat. Dentuman keras. Lalu, gelap.
Kesadaranku kembali bukan di rumah sakit, bukan dalam mimpi, tapi dalam tubuh bayi yang menangis lemah, kulitnya lembut dan dingin. Di sekelilingku, orang-orang berseragam emas dan ungu sibuk, seorang wanita tua menangis dalam bahasa yang tak kukenal, dan sosok laki-laki dengan mahkota berkata datar:
“Ratu Serelis telah tiada… tapi putrinya hidup. Nama anak ini… Elira.”
'Elira'
Nama baruku. Di dunia baru.
---
II. Kelahiran Seorang Ancaman
Hari-hariku di dalam Istana Thornevale dipenuhi sorotan mata yang bukan cinta, melainkan kecurigaan. Aku Elira Thornevale adalah anak dari Ratu Kedua, Serelis, yang meninggal saat melahirkanku. Ibu tiriku, Ratu Evelyne Ravenshade adalah ratu utama, penuh pesona sekaligus penuh muslihat.
Ia memiliki dua anak: Pangeran Cedric pewaris takhta yang pendiam dan cerdas, serta Putri Rowena gadis anggun yang sejak kecil menganggapku noda dalam silsilah keluarga.
Aku dibesarkan dalam kamar terasing, jauh dari pusat istana. Namun sebagai Clara atau lebih tepatnya Clara yang kini berwujud Elira aku menyimpan ingatan masa lalu. Ilmu kedokteran, anatomi dan bahkan cara mengendalikan detak jantung saat panik semua masih tertanam kuat. Tapi aku menyembunyikannya. Di istana seperti ini, terlalu pintar adalah sebuah kesalahan.
Ratu Evelyne bersikap lembut di depan ayahku 'King Alaric', namun tak pernah memandang mataku saat berbicara. Seperti aku hanya bayang-bayang ibuku yang telah tiada.
---
III. Perpustakaan Terlarang dan Darah yang Tak Biasa
Usiaku sembilan saat pelayan tua bernama Nurse Mirabel membawaku ke lorong tersembunyi di balik lukisan dinding aula barat.
"Tempat ini milik ibumu," bisiknya.
Perpustakaan kecil itu dipenuhi catatan, diagram herbal, dan buku kuno dalam bahasa kuno yang anehnya bisa kupahami. Seolah jiwa Clara dan Elira menyatu.
Salah satu gulungan mengungkap bahwa Serelis bukan wanita biasa. Ia adalah keturunan 'Shamana', garis darah langka yang mampu menyembuhkan luka dengan sentuhan, memurnikan racun, bahkan melihat kehidupan dalam tubuh makhluk hidup.
Aku membaca semua catatan itu dengan kecepatan yang bahkan mengejutkanku sendiri. Aku bukan hanya anak ratu… aku penyihir darah.
Namun kekuatan itu tak datang begitu saja. Butuh pengorbanan, dan yang lebih penting butuh kesadaran penuh atas rasa sakit.
---
IV. Ujian Pertama: Racun dalam Kalung
Pada usia sebelas, aku diberi kalung oleh Putri Rowena hadiah ulang tahun yang katanya peninggalan ibuku. Aku mengenakannya tanpa curiga.
Beberapa malam kemudian, aku mulai muntah darah. Pusing, kehilangan pendengaran sesaat. Tapi saat kutelusuri kandungan kalung itu, dengan pengetahuan herbal yang kupelajari, aku tahu ada residu belladonna dalam untaian liontin.
Mereka ingin membunuhku. Secara halus. Tanpa suara.
Aku menciptakan penawar sederhana dari bunga tanah yang tumbuh di taman belakang. Mengunyahnya dengan pahit, menyimpan sisa daunnya di bawah bantal — bukti jika aku perlu melawan balik.
Tapi aku tak melaporkan siapa pun.
Karena satu hal lebih penting dari keadilan mengungkap siapa dalang sebenarnya.
---
V. Kakak Tiri dan Sekutu yang Tak Terduga
Cedric, kakak tiriku, mulai memperhatikanku setelah kejadian itu. Ia menemukan catatan rumus penawar yang kutulis diam-diam di perpustakaan umum istana.
"Ini… bukan tulisan anak berusia sebelas tahun," katanya suatu malam saat kami duduk di taman.
Aku menahan napas. Lalu menjawab pelan, "Mungkin aku bukan anak biasa."
Sejak malam itu, Cedric mulai mengunjungiku diam-diam. Ia membawakanku peta rahasia istana, dan bahkan beberapa buku dari perpustakaan tertutup milik kerajaan. Ia tak tahu siapa aku sebenarnya, tapi ia percaya aku bisa lebih dari sekadar simbol darah kedua.
Suatu hari, "Rowena akan mencoba menggulingkan takhta", bisiknya suatu malam. "Ibuku sedang menyiapkan jalannya."
Aku menatap bintang di langit. "Kalau begitu, aku harus siap berdiri sebelum bayangan mereka menelan seluruh istana."
---
VI. Ritual Darah Pertama
Pada ulang tahunku yang keempat belas, tubuhku mulai bereaksi aneh. Tanganku menyala saat menyentuh burung yang sayapnya patah. Mataku menyilau saat menatap luka seorang pelayan. Aku menyembuhkan luka hanya dengan tekanan ringan dan doa dalam bahasa Shamana.
Tapi setiap kali menyembuhkan, tubuhku melemah. Kepalaku nyeri. Telingaku mendesis.
Menurut catatan ibu, ini adalah tanda bahwa kekuatanku bangkit terlalu cepat. Aku butuh penyeimbang artefak bernama 'Veil of Serelis', yang diyakini terkubur bersama ibuku di tanah rahasia.
Dengan bantuan Cedric dan Nurse Mirabel, aku menyelinap ke pemakaman istana tengah malam. Peti ibuku kosong. Tidak ada jenazah. Tidak ada Veil.
Tapi di dasar makam, terukir tulisan kuno:
> "Shamana sejati tidak akan dikubur di tanah. Mereka hidup di antara darah dan akar. Kau tahu di mana menemukanku, anakku."
Aku gemetar. Ibuku… mungkin belum mati sepenuhnya.
---
VII. Pemberontakan yang Dihasut Darah
Rowena dan Ratu Evelyne mulai menghasut para bangsawan muda. Mereka menebar rumor aku anak hasil ritual gelap, bukan keturunan sah. Beberapa bangsawan mulai menarik dukungan dari Raja.
Cedric mencium rencana pemberontakan mereka ingin menggulingkan Ayahanda dengan tuduhan kelemahan dan menjadikan Rowena sebagai Ratu muda.
Aku tahu waktunya tiba. Aku harus keluar dari bayang-bayang.
Dengan kekuatan darah Shamana dan seluruh ilmu yang kukumpulkan, aku mengirim surat kepada para penyembuh dan rakyat miskin di desa luar istana, menyembuhkan yang sekarat, memperbaiki tubuh yang lumpuh, dan menyebarkan satu pesan:
“Aku Elira, putri dari Serelis sang penyembuh. Aku kembali bukan untuk takhta, tapi untuk kebenaran.”
---
VIII. Benturan di Balairung Agung
Hari pengkhianatan pun tiba. Evelyne menggiring bangsawan ke balairung. Rowena berdiri angkuh, mengenakan jubah emas ibunya.
Cedric berdiri di tengah, menolak mengangkat pedangnya.
Ayahanda hanya diam, terjebak dalam dilema darah dan kekuasaan.
Aku melangkah masuk, mengenakan mantel biru Shamana, rambut disanggul seperti lukisan ibuku, dan di tanganku 'Veil of Serelis', yang kutemukan di akar pohon tua tempat aku dilahirkan.
"Aku adalah darah yang kalian tolak," kataku lantang. "Tapi rakyat memanggilku."
Rowena mencibir. "Apa yang bisa kau lakukan? Sihir penyembuhan tak bisa menyelamatkanmu dari tikaman belati."
"Benar," aku berbisik. "Tapi bisa menyembuhkan negeri yang kalian racuni."
Dengan satu gerakan, aku membungkus Veil ke lengan Ayahanda. Luka-lukanya mengering. Pandangannya menjadi jernih. Ia berdiri lebih kuat dari sebelumnya.
"Panglima," katanya lantang, "tangkap Ratu Evelyne dan Rowena."
---
IX. Akhir yang Tak Mengakhiri
Rowena dan ibunya diasingkan ke Biara Utara. Cedric menolak takhta, memilih menjelajah bersama kelompok penyembuh. Aku… tetap di istana. Bukan sebagai ratu, tapi sebagai penjaga Perpustakaan Shamana.
Setiap hari, aku menyembuhkan luka rakyat. Menulis ulang catatan ibuku. Dan mengajar anak-anak tentang tubuh, herbal, dan jiwa.
Kadang aku menatap cermin dan melihat Clara. Tapi lebih sering, aku melihat Elira.Anak dari Serelis. Pewaris kekuatan yang tak pernah kucari, tapi takkan kubiarkan disalahgunakan.
---
Penutup
Kadang aku bertanya pada diriku sendiri:
Jika aku tak mati dulu, akankah dunia ini terselamatkan?
Mungkin tidak.
Tapi sekarang, aku hidup kembali. Bukan sebagai Clara. Tapi sebagai Elira Thornevale, putri kedua, jiwa yang kembali untuk menyembuhkan.
---