Mentari sore perlahan tenggelam, meninggalkan bayangan panjang di bangku taman tempat Sheena duduk sendirian. Angin berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma harum bunga melati yang tak mampu memburamkan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Di sampingnya, bangku yang biasanya dihuni Jenny kini kosong, sunyi, seperti cerminan dari persahabatan mereka yang telah hancur berkeping-keping. Persahabatan yang dulu begitu erat, kini hanya tinggal kenangan pahit yang terus menghantui.
Awalnya, persahabatan Sheena dan Jenny begitu indah, bak lukisan surga yang sempurna. Mereka berbagi segala hal, tawa, tangis, mimpi, dan rahasia terdalam. Jenny, dengan kecerdasannya yang luar biasa, selalu menjadi tempat Sheena bergantung dalam menghadapi kesulitan akademis. Sheena, dengan sifatnya yang periang dan penuh empati, selalu ada untuk menghibur Jenny saat ia merasa tertekan. Mereka adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi, tak terpisahkan.
Namun, seiring berjalannya waktu, benih-benih perselisihan mulai tumbuh subur di antara mereka. Jenny, yang semakin populer di sekolah, mulai berubah. Ia lebih tertarik bergaul dengan kelompok anak-anak kaya dan berkuasa, meninggalkan Sheena yang dianggapnya "biasa saja". Sheena merasa terabaikan, perasaannya terluka, namun ia tetap mencoba mempertahankan persahabatan mereka. Ia berusaha memahami perubahan sikap Jenny, namun setiap usahanya selalu berakhir sia-sia. Jenny semakin menjauh, jawaban-jawabannya singkat dan acuh tak acuh, janji-janji mereka seringkali diingkari.
Puncaknya terjadi saat pemilihan ketua OSIS. Sheena dan Jenny sama-sama mencalonkan diri, dan persaingan yang awalnya terselubung kini menjadi nyata. Jenny, dengan liciknya, menggunakan segala cara untuk menjatuhkan Sheena. Ia menyebarkan gosip dan fitnah, membuat Sheena terlihat buruk di mata para pemilih. Sheena yang polos dan lugu tak mampu membalas serangan-serangan Jenny yang terencana dengan matang. Ia kalah telak, bukan hanya dalam pemilihan, tetapi juga dalam persahabatan mereka.
Setelah pemilihan, Jenny bahkan tak sekalipun mendekati Sheena. Ia seolah melupakan Sheena, sahabatnya sendiri, yang telah setia mendampinginya selama bertahun-tahun. Sheena mencoba menghubungi Jenny, namun selalu diabaikan. Pesan-pesan singkatnya tak pernah dibalas, panggilan teleponnya tak pernah diangkat. Sheena merasa sangat kesepian dan terpuruk. Ia menyadari bahwa persahabatan mereka hanyalah ilusi, sebuah sandiwara yang telah berakhir dengan tragis.
Hari-hari berlalu, namun luka di hati Sheena tak kunjung sembuh. Ia terus tersiksa oleh kenangan-kenangan indah yang kini berubah menjadi racun yang perlahan membunuhnya. Ia mencoba melupakan Jenny, namun bayangan Jenny selalu menghantuinya. Ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang tak mungkin bisa digantikan.
Sheena semakin menarik diri dari lingkungan sosialnya. Ia kehilangan minat dalam segala hal, termasuk hal-hal yang dulunya ia sukai. Ia hanya menghabiskan waktu di kamarnya, terkurung dalam kesedihan dan penyesalan. Ia menyesali kebaikannya yang telah disalahgunakan, kepercayaan yang telah dikhianati. Ia merasa bahwa dunia ini begitu kejam dan tak adil.
Suatu hari, Sheena ditemukan tak bernyawa di kamarnya. Sebuah surat kecil ditemukan di samping tubuhnya, berisi pesan singkat untuk Jenny: "Aku tak pernah membencimu, Jenny. Aku hanya berharap kau bahagia." Surat itu menjadi bukti akhir dari sebuah persahabatan yang tragis, sebuah persahabatan yang berakhir dengan kematian. Matahari kembali terbit, namun bagi Sheena, mentari tak akan pernah kembali menyinari hidupnya. Hanya kesunyian dan kesedihan yang abadi yang tersisa.