Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Arjuna, yang udaranya sejuk dan harum dengan aroma pinus, hiduplah seorang gadis bernama Karina. Kecantikan Karina begitu memesona, seperti bunga teratai yang mekar di tengah danau yang tenang. Suara merdunya, sehalus alunan gamelan Jawa, mampu menenangkan hati yang paling gundah sekalipun. Namun, di balik kecantikan dan suara merdunya itu, Karina menyimpan rahasia kelam yang ia sembunyikan rapat-rapat. Sejak kecil, ia dihantui mimpi buruk yang sama: bayangan hitam yang mengintainya di tengah hutan bambu yang lebat dan sunyi, hutan yang membentang luas di belakang rumahnya. Mimpi itu selalu berakhir dengan teriakan pilu dan rasa takut yang mencengkeram jiwanya hingga ia terbangun dalam keadaan berkeringat dingin. Bayangan itu selalu muncul di saat-saat ia merasa paling tenang dan damai.
Ketakutan yang selalu menghantuinya itu membuat Karina tumbuh menjadi gadis yang pendiam dan pemalu. Ia lebih suka menghabiskan waktu sendirian di dekat sungai kecil yang mengalir tenang di belakang rumahnya, menatap air jernih yang memantulkan langit biru, mendengarkan gemericik air yang menenangkan, seakan-akan suara air itu mampu membasuh rasa takut yang selalu menghantuinya. Ia seringkali duduk di bawah pohon beringin tua di tepi sungai, menuliskan perasaannya di buku harian kecilnya, dengan harapan mampu meluapkan semua kegelisahan yang menghimpit hatinya. Kadang kala, ia menyanyikan lagu-lagu daerah Jawa, suaranya yang merdu berpadu dengan suara alam yang menenangkan.
Suatu hari, seorang musafir bernama Angkasa singgah di desa itu. Angkasa, seorang penyair muda yang terkenal dengan puisinya yang indah dan penuh makna, terpesona oleh kecantikan Karina dan suara merdunya yang begitu memikat. Ia terhenti di depan rumah Karina, terpaku oleh keindahan gadis itu yang sedang menyanyikan lagu daerah Jawa dengan suara yang begitu merdu. Sejak saat itu, Angkasa jatuh cinta pada Karina.
Angkasa mencoba mendekati Karina dengan hati-hati, menawarkan persahabatan dan dukungannya. Ia mendengarkan cerita Karina dengan sabar dan penuh pengertian, mencoba menenangkan ketakutannya. Angkasa menyadari bahwa mimpi buruk Karina bukanlah sekadar mimpi, melainkan manifestasi dari trauma masa lalu yang terpendam dalam hatinya. Ia pun bertekad untuk membantu Karina menghadapi masa lalunya dan menyembuhkan luka batinnya.
Angkasa mengajak Karina untuk menjelajahi hutan bambu yang selama ini menjadi sumber ketakutannya. Ia memegang tangan Karina dengan erat, memberikan rasa aman dan perlindungan. Di tengah hutan bambu yang lebat, Angkasa membacakan puisinya yang indah, kata-kata yang penuh makna dan keindahan, mencoba membangkitkan keberanian Karina. Angkasa juga menceritakan pengalaman hidupnya, bagaimana ia mampu mengatasi berbagai rintangan dan tantangan dalam hidupnya. Secara perlahan, Karina mulai berani menghadapi bayangan hitam yang selama ini menghantuinya. Ia menyadari bahwa bayangan itu hanyalah representasi dari rasa takutnya sendiri, sebuah ketakutan yang selama ini ia pendam dalam hatinya.
Dengan bantuan Angkasa, Karina akhirnya mampu mengatasi trauma masa lalunya. Ia belajar untuk menerima masa lalu dan melangkah maju ke masa depan. Cinta dan dukungan Angkasa menjadi kekuatan yang membantunya bangkit dari keterpurukan. Karina dan Angkasa pun akhirnya hidup bahagia, diiringi gemericik air sungai dan desiran angin di antara pohon bambu di lereng Gunung Arjuna, dengan cinta yang semakin kuat dan abadi. Meskipun sesekali Karina masih terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk yang sama, kini ia mampu menghadapinya dengan tenang, karena ia tahu, Angkasa selalu ada di sisinya, memberikan cinta, dukungan, dan kekuatan untuk mengarungi kehidupan.