Lelaki itu namanya Raihan, atau biasa dipanggil Han. Aku mulai mengenalnya ketika kelas 2 Sekolah Dasar.
Dia orangnya jahil dan wajahnya tampan, tapi sifatnya itu membuat orang sering jengkel sama dia.
Dulu aku juga salah satu korbannya. Dia suka menjelek-jelekkan nama orang tua kami, khususnya para gadis di kelas.
Sebenarnya orangnya seru, tapi kalau kebiasaannya kambuh, rasanya ingin sekali mukul muka dia pakai mejaku di kelas.
Tapi kasihan, nanti mukanya yang tampan hilang, haha...
Ayo kita lanjutkan....
Tahun-tahun berlalu hingga aku kelas 6 Sekolah Dasar.
Tahun itu merupakan tahun yang penuh kenangan bagiku. Mengapa?
Karena tahun itu begitu berharga, saat dimana cinta pertamaku hadir. Apa kalian bisa menebak siapa dia?
Baiklah aku akan menceritakan tentang dia, cinta pertamaku...
Mungkin dari kalian sudah menebak-nebak siapa dia, dia adalah orang yang sering mengejekku dari dulu.
Ya, dia Raihan.
Dulu aku begitu jengkel dengannya, tapi entah bagaimana rasa itu malah menyelinap masuk.
Setahun ini sikapnya padaku agak berubah, kami yang biasanya tidak pernah akur kini mulai bisa bicara normal tanpa adegan aku yang mengejar dan memukulnya karena jengkel.
Saat jam kosong ia sering duduk di mejaku dan memulai obrolan. Kadang aku menghiraukannya dan memilih fokus pada bukuku.
Namun ia tidak menyerah, ia malah mengambil buku di tanganku. Karena lelah berdebat aku hanya menjawab ketus setiap ia bertanya.
Hal itu terjadi hampir setiap hari, tapi kali ini ia lebih berani duduk di sampingku. Seperti biasa aku tidak terlalu memperhatikannya, aku sibuk dengan tugas yang diberikan Bu Asna.
Aku menatapnya heran saat ia menyodorkan bukunya. Seolah mengerti ia malah menyuruhku untuk mencontek miliknya.
Aku menggeleng dan kembali mengerjakan milikku sendiri.
"Yakin nih gak mau?" Ia mengangkat alisnya menggoda.
Aku menatap jam dan waktunya tinggal 5 menit lagi. Melirik jam dan Raihan, menghela napas kemudian mengambil buku yang kembali di sodorkan Raihan.
Raihan tersenyum menang dan memilih menopangkan tangan di meja menungguku selesai. Saat aku selesai ia mengambil bukuku dan mengumpulkannya sekaligus dengan bukunya.
Hari itu berlalu dan hari berikutnya datang, Raihan kembali duduk di sampingku dan masih mencoba menarik perhatianku.
Ia memanggilku dan saat aku menoleh aku melihatnya sedang menggendong seekor kucing dan meletakkannya di mejaku.
Raihan membelai kucing itu sayang, kemudian menarik tanganku dan meletakkannya di kepala kucing itu. Aku ikut membelainya, karena aku juga suka kucing.
"Lucu ya!" Ia memandangku dan tersenyum manis.
Aku mengangguk dan ikut membalas senyumnya. Hari itu aku mulai menyadari jika aku jatuh cinta padanya.
Cinta pertamaku...
Kisahku dengannya terus berjalan hingga mulai terhenti saat kami lulus tahun lalu.
Sebenarnya masih banyak kenangan manis yang ingin kuceritakan, tapi aku tidak ingin terlalu mengenang saat itu.
Sekarang adalah sekarang, yang dulu biarlah berlalu meski rasa itu masih ada dan membekas.
Aku tersenyum lirih saat mengingat hal manis yang pernah terjadi diantara kami. Meski sekarang tidak sama lagi, Raihan telah berubah.
Kini ia tidak pernah lagi menyapaku dan terkesan mengabaikan kehadiranku. Aku sedih sebenarnya tapi apa dikata, hidup harus terus berjalan kan?
Saat itu juga aku berusaha melupakan rasa cintaku pada Raihan, tapi tidak pernah berhasil. Jantungku masih berdebar kencang saat ia berada dekat denganku.
Aku benci.
Aku benci karena aku tidak pernah bisa melupakannya.
Setahun sudah berlalu, kini aku sudah kelas 2 smp, tahun ini aku dan Raihan sekelas. Sikapnya masih sama padaku, dan aku sudah tidak terlalu peduli. Kalau sikapnya masih begitu aku juga akan melakukan hal yang sama.
Aku bukan wanita lemah yang menangis hanya karena sakit hati, batinku menguatkan.
Jika boleh jujur sebenarnya rasa cinta itu masih ada, namun sudah menipis seiring berjalannya waktu.
2 bulan sudah berlalu sejak hari dimana aku sekelas dengan Raihan. Kini aku bingung dengan sikapnya, apa kalian tahu? Sudah beberapa hari ini Raihan mulai menyapa bahkan mengajakku bercanda.
Kali ini aku akan berusaha acuh padanya untuk melindungi hatiku, batinku kala itu.
"Ra? Aura...tumben sendirian." Sapanya dan duduk di sampingku.
"Emang kenapa?" Aku meliriknya sekilas.
"Aku temenin mau gak?" Ia menggoyangkan alisnya menggoda.
"Gak!" Aku menjawab ketus dan memalingkan muka tidak ingin menatapnya lama.
"Ih gausah malu-malu gitu lah, yaudah aku temenin aja ya." Kata Raihan dan memutar kursi ke arahku.
"Terserah!" Aku mendengus dan ia terkekeh melihat tingkahku.
Debaran ini masih sama seperti dulu, mungkin rasa ini memang memudar tapi masih menyisakan ruang tersendiri di hatiku.
1 bulan sudah berlalu sejak hari itu, ia memang kembali seperti dulu. Ia jadi sering duduk di sampingku dan suka menggodaku.
Dinding pertahananku mulai goyah, rasa itu mulai menyeruak ke permukaan. Kenapa kau harus kembali seperti dulu han?
Padahal jika kau bersikap dingin seperti biasanya akan lebih mudah bagiku untuk melupakanmu. Sikapmu ini malah membuatku semakin sulit untuk melupakanmu.
Aku menyerah, aku tidak bisa mengabaikanmu. Kau begitu sempurna di mataku. Aku tidak bisa bersikap dingin jika kau malah sering menggodaku.
Aku mulai menanggapi ocehan-ocehannya tanpa sadar. Kita lebih sering bercanda dan mengerjakan tugas bersama.
Aku mulai terbiasa dengan kehadiranmu. Tapi lagi-lagi kita beda kelas saat kelas 3 SMP.
Aku kira kau akan tetap perhatian padaku namun sikapmu kembali seperti dulu. Kau memang menyapaku saat kita berpapasan, tapi terasa ada yang berbeda di antara kita.
Mungkin yang membuatnya berbeda adalah jarak tak kasat mata yang kembali menyapa. Dan aku harus menelan kekecewaan kembali saat kau memilih berpacaran dengan salah satu gadis di kelasmu.
Waktu itu aku begitu sedih, lagi-lagi seperti ini, apa selama ini cuman aku yang menyimpan rasa?
Apakah kau pernah melirikku sekali saja han?
Please...lihat aku!
Aku begitu tulus mencintaimu.
Tapi apa?
Kau malah menarik ulur perasaanku.
Kau yang membuatku jatuh cinta tapi setelahnya kau main pergi begitu saja?
Ingin sekali aku menanyakan hal itu secara langsung padamu, tapi aku tidak punya keberanian sebesar itu.
Aku takut akan jawaban yang nantinya akan kau lontarkan. Mungkin kau akan menertawakan dan mengejekku jika aku terlalu terbawa perasaan akan sikapmu selama ini.
Jadi lebih baik aku pendam semua gejolak rasa yang mungkin tidak berbalas ini. Aku hanya akan memandangmu dari jauh, tanpa berani mendekat.
Aku menyerah han, aku lelah berusaha agar kau melihatku. Aku terlalu naif berharap kau juga mencintaiku.
Tapi perlu kau tahu aku pernah sangat mencintaimu.
Sangat besar hingga akan sulit bagiku untuk kembali membuka hati.
Selama ini aku tidak pernah memandang harta atau ketampananmu, kebersamaan kita selama bertahun-tahunlah yang akhirnya membuatku jatuh cinta.
Selamat tinggal Raihan...
Semoga kau selalu bahagia dan menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia.
Jadi kau harus bahagia,oke?
Karena asal kau bahagia aku ikut bahagia untukmu. Aku sadar jika cinta memang tidak dapat dipaksakan.
Aku menyerah...
Aku menyerah untuk mencintaimu, biarlah aku pergi dan membawa rasa cinta ini bersamaku.
Karena cinta tidak harus memiliki kan?