*Judul:* "Malam yang Hilang"
*Cerpen:*
Aku berdiri di tepi pantai, menatap laut yang gelap dan sunyi. Bulan purnama telah tenggelam, meninggalkan hanya bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit. Aku merasa seperti berada di ujung dunia, jauh dari hiruk pikuk kehidupan.
Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Aku menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa. Suara itu semakin dekat, semakin keras. Aku merasa bulu kudukku berdiri.
Aku berbalik dan mulai berjalan menjauh dari pantai. Tapi, suara langkah kaki itu terus mengikuti aku. Aku berlari, tapi suara itu semakin dekat.
Aku berhenti dan menoleh. Kali ini, aku melihat bayangan seseorang yang sedang mendekatiku. Bayangan itu semakin dekat, semakin jelas. Aku melihat wajah yang familiar, tapi aku tidak bisa mengingat siapa itu.
Bayangan itu semakin dekat, sampai aku bisa merasakan napasnya di wajahku. Aku merasa seperti akan pingsan.
Tapi, tiba-tiba semuanya menjadi sunyi. Bayangan itu menghilang, suara langkah kaki berhenti. Aku berdiri sendirian di tengah kegelapan.
Aku menyadari bahwa malam itu telah hilang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa seperti telah melewatkan sesuatu yang penting.
Aku berjalan kembali ke pantai, menatap laut yang gelap dan sunyi. Aku merasa seperti berada di ujung dunia, jauh dari kehidupan.
Aku terus berjalan di sepanjang pantai, mencoba memahami apa yang terjadi. Tapi, pikiranku hanya dipenuhi dengan pertanyaan. Siapa bayangan itu? Mengapa aku tidak bisa mengingat wajahnya?
Aku berhenti di sebuah batu besar dan duduk. Aku menatap laut, mencoba menenangkan pikiranku. Tapi, aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Tiba-tiba, aku melihat sebuah benda yang tergeletak di pasir. Aku mendekat dan mengambilnya. Benda itu adalah sebuah jam tangan tua. Aku membaliknya dan melihat tulisan "Untukmu" yang terukir di bagian belakang.
Aku merasa seperti tersengat listrik. Jam tangan itu milik seseorang yang aku kenal. Aku mencoba mengingat siapa itu, tapi pikiranku masih kabur.
Aku memutuskan untuk membawa jam tangan itu ke rumah dan mencoba mencari tahu siapa pemiliknya. Aku berjalan kembali ke rumah, dengan perasaan bahwa malam itu belum berakhir.
Ketika aku tiba di rumah, aku langsung mencari informasi tentang jam tangan itu. Aku mencari di internet, tapi tidak ada hasil yang relevan. Aku merasa frustrasi.
Tapi, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku memiliki sebuah buku tua di perpustakaan yang mungkin bisa membantu. Aku berlari ke perpustakaan dan mencari buku itu.
Setelah beberapa menit mencari, aku menemukan buku itu. Aku membuka halaman yang relevan dan menemukan sebuah foto. Foto itu menunjukkan seorang pria yang memakai jam tangan yang sama dengan yang aku temukan.
Aku merasa seperti telah menemukan jawaban. Aku membaca teks di bawah foto dan menemukan nama pria itu. Aku merasa seperti tersengat listrik lagi.
Nama itu adalah nama seseorang yang aku kenal baik. Seseorang yang aku pikir telah lama hilang. Aku merasa seperti harus melakukan sesuatu.
Aku merasa seperti harus mencari tahu apa yang terjadi pada orang itu. Aku memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah kita kunjungi bersama. Aku berharap bisa menemukan petunjuk tentang apa yang terjadi.
Aku mengunjungi kafe favorit kita, taman yang sering kita datangi, dan bahkan rumah lama kita. Di setiap tempat, aku merasa seperti melihat bayangan masa lalu. Aku merasa seperti sedang mencoba menangkap sesuatu yang telah hilang.
Setelah beberapa jam mencari, aku tiba di sebuah tempat yang tidak pernah aku kunjungi sebelumnya. Tempat itu adalah sebuah gudang tua yang terletak di pinggir kota. Aku tidak tahu mengapa aku merasa harus datang ke sini, tapi aku merasa seperti ada sesuatu yang menarik aku ke tempat ini.
Aku membuka pintu gudang dan masuk. Di dalamnya, aku melihat banyak barang yang sudah lama tidak digunakan. Aku melihat sebuah meja tua, sebuah kursi yang rusak, dan banyak barang lainnya yang tidak berguna.
Tapi, aku melihat sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah foto lama yang tergantung di dinding. Foto itu menunjukkan kita berdua berdiri di depan gudang ini, dengan senyum di wajah kita.
Aku merasa seperti telah menemukan sesuatu yang penting. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi pada hari itu. Tapi, pikiranku masih kabur.
Tiba-tiba, aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Aku menoleh, dan kali ini aku melihat seseorang yang berdiri di pintu gudang. Seseorang yang aku kenal baik.
Aku merasa seperti sedang bermimpi. Orang itu berdiri di depan aku, dengan senyum di wajahnya. Aku tidak percaya apa yang aku lihat.
"Apa... apa yang terjadi?" aku bertanya, dengan suara yang gemetar.
Orang itu tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dan mendekatiku. Aku merasa seperti sedang dalam keadaan tidak sadar.
Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. Aku teringat malam itu, malam yang hilang. Aku teringat suara langkah kaki yang mengikuti aku, bayangan yang mendekatiku.
Aku merasa seperti sedang menghadapi kebenaran yang tidak ingin aku hadapi. Aku merasa seperti sedang menghadapi sesuatu yang telah lama hilang.
Orang itu semakin dekat, dan aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Wajah yang aku kenal baik, wajah yang aku pikir telah lama hilang.
"Siapa kamu?" aku bertanya, dengan suara yang lemah.
Orang itu tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dan menyentuh wajahku. Aku merasa seperti sedang dalam keadaan tidak sadar.
Tiba-tiba, semuanya menjadi jelas. Aku ingat apa yang terjadi pada malam itu. Aku ingat apa yang terjadi pada orang itu.
Aku merasa seperti sedang menghadapi kebenaran yang tidak ingin aku hadapi. Aku ingat apa yang terjadi pada malam itu, aku ingat apa yang terjadi pada orang itu.
Aku melihat ke wajah orang itu, dan aku melihat kesedihan di matanya. Aku merasa seperti sedang meminta maaf, meminta maaf atas apa yang telah aku lakukan.
Orang itu tidak berbicara, tapi aku bisa merasakan apa yang dia pikirkan. Aku bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang dia rasakan.
Aku merasa seperti sedang dalam keadaan tidak sadar, tapi aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku harus meminta maaf, aku harus meminta maaf atas apa yang telah aku lakukan.
Aku membuka mulutku untuk berbicara, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Aku hanya bisa menatap wajah orang itu, menatap kesedihan di matanya.
Tiba-tiba, orang itu menghilang. Aku merasa seperti sedang terjaga dari mimpi. Aku melihat sekeliling, tapi orang itu tidak ada di sana.
Aku merasa seperti sedang kehilangan sesuatu yang penting. Aku merasa seperti sedang kehilangan kesempatan untuk meminta maaf.
Aku merasa seperti sedang dalam keadaan kosong, kehilangan arah dan tujuan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Aku berjalan keluar dari gudang, menatap langit yang cerah. Aku merasa seperti sedang mencari jawaban, mencari jawaban atas pertanyaan yang telah lama aku simpan.
Aku berjalan tanpa tujuan, tanpa arah. Aku hanya ingin melupakan apa yang telah terjadi, melupakan kesedihan dan kehilangan yang aku rasakan.
Tapi, aku tidak bisa melupakan wajah orang itu. Aku tidak bisa melupakan kesedihan di matanya. Aku merasa seperti sedang dihantui oleh bayangan masa lalu.
Aku berhenti di sebuah taman, menatap bunga-bunga yang indah. Aku merasa seperti sedang mencari kedamaian, mencari ketenangan yang telah lama aku cari.
Tiba-tiba, aku melihat seseorang yang sedang duduk di bangku. Seseorang yang aku kenal baik. Aku merasa seperti sedang menghadapi kesempatan untuk meminta maaf, untuk memperbaiki apa yang telah aku lakukan.
Aku mendekati orang itu, dengan hati yang berdebar-debar. Aku merasa seperti sedang menghadapi kesempatan terakhir untuk meminta maaf, untuk memperbaiki apa yang telah aku lakukan.
Aku duduk di sebelahnya, menatap wajahnya yang tenang. Aku merasa seperti sedang mencari kata-kata yang tepat, kata-kata yang bisa mengungkapkan perasaan aku.
"Maaf," aku berkata, dengan suara yang lembut. "Maaf atas apa yang telah aku lakukan."
Orang itu menatap aku, dengan mata yang jernih. Aku melihat kesedihan di matanya, tapi juga melihat pengampunan.
"Aku sudah memaafkanmu," dia berkata, dengan suara yang lembut. "Aku sudah memaafkanmu, tapi aku ingin kamu memaafkan dirimu sendiri."
Aku merasa seperti sedang dihantui oleh kata-kata itu. Aku menyadari bahwa aku telah lama menyalahkan diri sendiri, menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi.
Aku menatap orang itu, dengan mata yang berlinang air mata. Aku merasa seperti sedang merasa lega, merasa lega karena telah meminta maaf dan telah diterima.
"Aku memaafkan diriku sendiri," aku berkata, dengan suara yang lembut.
Orang itu tersenyum, dan aku merasa seperti sedang melihat matahari yang cerah. Aku merasa seperti sedang memulai hidup baru, hidup yang penuh dengan harapan dan kesempatan.
Dan malam itu, malam yang hilang, akhirnya aku temukan kembali. Aku temukan kembali diriku sendiri, dan aku merasa seperti sedang hidup kembali.