🥀
Parahnya aku, menjadi anak bungsu yang durhaka terhadap Ibu. Tidak puaskah aku diurus oleh Ibu sampai 22 tahun aku berdiri di atas tanah? Sampai-sampai di masa penghujung hidup Ibu, aku justru berkelahi dengan kewarasanku sendiri. Juga berkelahi dengan anak-anak Ibu yang lain. Tidakkah aku sangat durhaka, Ibu?
Tanganku bergetar menyuapi Ibu dari selang, mendorong suntik yang berisi makanan yang dianjurkan dokter menuju saluran tersebut. Akankah saat aku menyuapi Ibu, aku melakukan kesalahan yang membuat waktu Ibu berkurang di dunia ini?
Dua selang yang berada di hidung Ibu, terlihat mengerikan bagiku. Untuk makan, untuk bernafas, Ibu tidak bisa melakukannya dengan normal seperti biasa. Mata Ibu terus terpejam, aku tidak tahu apakah Ibu sedang tertidur nyenyak atau justru sedang menahan sakit.
Apakah aku sudah mengurus Ibu dengan benar? Apakah Ibu marah padaku saat aku membentak Ibu karena berkurangnya kewarasanku? Apakah bentakanku, membuat Ibu sakit hati?
Ibu ... Aku benar-benar tulus meminta maaf. Aku di rumah sendirian sekarang, menangis sambil menulis ini, Ibu.
Maafkan anak Ibu. Setelah kehilangan Ibu, jarang sekali menjenguk rumah Ibu yang baru. Aku takut, tangisku pecah di sana seperti saat aku menangis di dalam kamar.
Kuharap, aku tetap menjadi anak Ibu di kehidupan selanjutnya. Aku berjanji akan memberikan semua yang terbaik dariku untuk Ibu.
🥀