Di tahun 2045, dunia telah berubah menjadi tempat yang tidak ramah. Perang, bencana alam, dan perubahan iklim telah mengubah wajah bumi. Kota-kota yang dulunya megah kini menjadi reruntuhan, dan manusia berjuang untuk bertahan hidup di tengah kekacauan. Di antara puing-puing peradaban, sekelompok orang yang tersisa berusaha menemukan harapan di tengah kegelapan.
Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hiduplah seorang pemuda bernama Luca. Ia adalah salah satu dari sedikit orang yang masih percaya bahwa dunia bisa diperbaiki. Luca tumbuh dalam lingkungan yang keras, di mana setiap hari adalah perjuangan untuk mendapatkan makanan dan air bersih. Namun, di dalam hatinya, ia menyimpan impian untuk menemukan Puncak Dunia, sebuah tempat legendaris yang konon bisa mengubah nasib umat manusia.
Suatu malam, saat Luca duduk di depan api unggun, ia mendengar cerita dari seorang tetua desa tentang Puncak Dunia.
"Di sana, ada sumber kehidupan yang bisa menyelamatkan kita semua," kata tetua itu.
"Namun, untuk mencapainya, kita harus melewati banyak rintangan dan menghadapi bahaya yang mengintai." Luca merasa tergerak.
Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengubah hidupnya dan menyelamatkan desanya. Dengan tekad yang bulat, ia memutuskan untuk memulai perjalanan menuju Puncak Dunia. Ia mengumpulkan beberapa teman dekatnya: Yaya, seorang gadis pemberani yang selalu mendukungnya dan Ranz, sahabatnya yang cerdas dan penuh strategi.
Ketiga sahabat itu mempersiapkan diri untuk perjalanan yang panjang dan berbahaya. Mereka membawa bekal seadanya, senjata sederhana untuk melindungi diri, dan peta kuno yang ditemukan Luca di perpustakaan tua. Peta itu menunjukkan jalur menuju Puncak Dunia, tetapi juga memperingatkan tentang berbagai bahaya yang akan mereka hadapi.
Hari pertama perjalanan mereka dimulai dengan semangat yang tinggi. Mereka melewati hutan lebat yang dipenuhi dengan suara-suara aneh. Yaya, yang selalu optimis, berusaha menghibur teman-temannya dengan cerita-cerita lucu. Namun, saat malam tiba, suasana berubah mencekam. Mereka mendirikan tenda di tepi sungai kecil, tetapi ketakutan akan ancaman dari luar membuat mereka sulit tidur.
Di tengah malam, suara gemuruh menggetarkan tanah.
Luca terbangun dan melihat sekelompok makhluk mengerikan mendekat. Mereka adalah manusia yang terinfeksi, yang kehilangan akal sehat dan menjadi agresif. Luca segera membangunkan Yaya dan Ranz.
"Kita harus pergi! Mereka datang!" teriaknya.
Mereka berlari sekuat tenaga, meninggalkan tenda dan semua barang mereka. Dalam pelarian, Ranz terjatuh dan terkilir kakinya.
"Tinggalkan aku! Selamatkan diri kalian!" teriak Ranz, tetapi Luca dan Yaya tidak bisa meninggalkannya.
Mereka mengangkat Ranz dan berlari, meskipun makhluk-makhluk itu semakin mendekat.
Setelah berlari selama berjam-jam, mereka akhirnya menemukan tempat persembunyian di dalam gua. Mereka bersembunyi di dalam kegelapan, mendengarkan suara makhluk-makhluk itu di luar. Yaya menggenggam tangan Ranz, berusaha menenangkannya.
"Kita akan baik-baik saja," bisiknya.
Setelah beberapa jam, suara di luar mulai mereda. Luca yang merasa lelah dan putus asa berkata, "Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita harus melanjutkan perjalanan, meskipun kita kehilangan banyak waktu." Yaya mengangguk, tetapi Ranz terlihat ragu.
"Aku tidak bisa berjalan jauh dengan kakinya yang terkilir," katanya.
Luca merasa tertekan. Ia tahu bahwa mereka harus melanjutkan perjalanan, tetapi ia tidak bisa meninggalkan sahabatnya.
"Kita harus mencari cara untuk membantumu, Ranz. Kita tidak akan meninggalkanmu," ucap Luca dengan tegas.
Setelah beristirahat sejenak, mereka memutuskan untuk mencari bahan-bahan di sekitar gua untuk membuat penyangga bagi kaki Ranz. Dengan bantuan Yaya, Luca berhasil membuat penyangga sederhana dari ranting dandaun. Meskipun Ranz kesakitan, ia berusaha untuk berdiri dan melanjutkan perjalanan.
Hari-hari berlalu, dan perjalanan mereka semakin sulit. Mereka melewati padang pasir yang gersang, hutan yang gelap, dan gunung yang curam. Setiap langkah terasa berat, tetapi semangat mereka tidak padam.
Luca terus memotivasi Yaya dan Ranz, mengingatkan mereka akan tujuan mereka yang mulia.
"Kita harus sampai ke Puncak Dunia. Di sana, ada harapan untuk kita semua," katanya dengan penuh keyakinan.
Suatu malam, saat mereka beristirahat di tepi danau yang tenang, Yaya mengeluarkan peta kuno dan memeriksa rute mereka.
"Kita sudah dekat dengan lokasi yang ditunjukkan di peta. Jika kita bisa melewati lembah ini, kita akan sampai di kaki Puncak Dunia," ujarnya.
Namun, Luca merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Suasana di sekitar mereka terasa aneh, seolah ada yang mengawasi.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan menuju lembah.
Saat memasuki lembah, mereka disambut oleh pemandangan yang menakjubkan, tetapi juga menakutkan. Di sana, mereka menemukan reruntuhan kota yang dulunya megah, kini dipenuhi dengan tanaman liar dan hewan-hewan buas. Di tengah reruntuhan, mereka melihat tanda-tanda kehidupan, tetapi juga banyak jejak kekacauan.
Tiba-tiba, mereka diserang oleh sekelompok manusia terinfeksi yang muncul dari balik reruntuhan. Luca, Yaya, dan Ranz berlari sekuat tenaga, tetapi Ranz yang masih terluka tidak bisa mengikuti.
"Tinggalkan aku! Selamatkan diri kalian!" teriak Ranz lagi, tetapi Luca dan Yaya tidak bisa membiarkannya.
Dengan keberanian yang tersisa, Luca berbalik dan melawan makhluk-makhluk itu, sementara Yaya membantu Ranz untuk bergerak. Mereka berjuang melawan gelombang serangan, tetapi jumlah musuh semakin banyak. Dalam kekacauan itu, Ranz terjatuh lagi, dan Luca merasa putus asa.
"Ranz, kita tidak akan membiarkanmu pergi!" teriaknya.
Akhirnya, dengan usaha keras, mereka berhasil melarikan diri dari lembah tersebut. Namun, Ranz terluka parah dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Mereka menemukan tempat persembunyian di sebuah gua kecil. Yaya merawat luka Ranz dengan sisa-sisa obat yang mereka bawa, tetapi Ranz tahu bahwa waktunya semakin sedikit.
"Luca, Yaya, aku tidak bisa terus seperti ini.Kalian harus melanjutkan perjalanan tanpa aku," katanya dengan suara lemah.
Air mata mengalir di pipi Yaya.
"Tidak, Ranz! Kami tidak akan meninggalkanmu!" teriaknya.
Luca meraih tangan Ranz, "Kita akan menemukan cara. Kita tidak akan menyerah."
Ranz tersenyum lemah. "Kalian harus pergi. Puncak Dunia ada di tangan kalian. Jangan sia-siakan kesempatan ini," ucapnya.
Dengan berat hati, Luca dan Yaya akhirnya setuju untuk melanjutkan perjalanan, meskipun hati mereka hancur.
Setelah meninggalkan Ranz, Luca dan Yaya melanjutkan perjalanan menuju Puncak Dunia. Mereka melewati berbagai rintangan, tetapi rasa kehilangan Ranz selalu menghantui mereka. Setiap langkah terasa lebih berat tanpa kehadiran sahabat mereka.
Akhirnya, setelah berhari-hari berjuang, mereka tiba di kaki Puncak Dunia. Puncak itu menjulang tinggi, dikelilingi oleh awan dan cahaya yang memancar.
Luca dan Yaya saling menatap, merasakan harapan dan ketakutan yang bercampur aduk. "Kita sudah sampai," kata Luca dengan suara bergetar.
Mereka mulai mendaki Puncak Dunia, tetapi perjalanan itu tidak mudah. Angin kencang dan cuaca yang tidak menentu membuat mereka kesulitan. Namun, semangat mereka tidak padam. Setiap kali mereka merasa lelah, mereka teringat pada Ranz dan semua pengorbanan yang telah dilakukan.
Saat mereka mencapai puncak, mereka disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Di sana, mereka menemukan sumber kehidupan yang dijanjikan: sebuah danau yang bersinar dengan cahaya biru, dikelilingi oleh tanaman hijau yang subur. Luca dan Yaya saling berpelukan, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan.
Namun, saat mereka mendekati danau, mereka menyadari bahwa tidak semua orang bisa mengakses sumber kehidupan itu. Hanya satu orang yang bisa mengambil air dari danau tersebut. Luca dan Yaya saling menatap, menyadari bahwa mereka harus membuat keputusan sulit.
"Kita tidak bisa membiarkan sumber ini hilang. Kita harus membawanya kembali untuk Ranz dan desa kita," kata Luca.
Yaya mengangguk, tetapi air mata mengalir di pipinya.
"Tapi siapa yang akan mengambilnya? Kita tidak bisa berdua," ucapnya dengan suara bergetar.
Luca menatap danau yang bersinar, merasakan beban tanggung jawab yang berat.
"Aku akan melakukannya, ini adalah kesempatan untuk menyelamatkan semua orang," katanya dengan tegas.
Yaya merasa hatinya hancur, "Tapi Luca, aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian, kita sudah berjuang bersama dan aku tidak ingin kehilanganmu juga," jawabnya.
Luca meraih tangan Yaya, "Kita sudah sampai sejauh ini. Ranz sudah berkorban untuk kita. Kita tidak bisa menyia-nyiakan semua ini."
Dengan berat hati, Yaya akhirnya setuju. Mereka berpelukan erat, saling memberikan kekuatan sebelum Luca melangkah maju menuju danau. Saat ia mendekat, cahaya biru itu semakin terang, seolah memanggilnya. Luca merasakan getaran di dalam dirinya, seolah ada sesuatu yang menghubungkannya dengan sumber kehidupan itu.
Ketika ia mengambil air dari danau dengan tangan kosongnya, Luca merasakan aliran energi yang luar biasa. Air itu terasa segar dan penuh kehidupan. Namun, saat ia berbalik untuk kembali, angin kencang tiba-tiba berhembus, dan suara gemuruh terdengar dari arah puncak. Tanah mulai bergetar, dan Luca menyadari bahwa mereka tidak sendirian.
Sekelompok manusia terinfeksi muncul dari balik awan, tertarik oleh cahaya dan suara. Luca berlari kembali ke Yaya, tetapi makhluk-makhluk itu semakin mendekat.
"Kita harus pergi sekarang!" teriaknya.
Yaya mengangguk, dan mereka berdua berlari menuruni puncak, berusaha menghindari serangan makhluk-makhluk itu.
Namun, saat mereka berlari, Luca merasakan sesuatu yang aneh. Air yang ia bawa terasa semakin berat, seolah ada kekuatan yang ingin menariknya kembali.
"Yaya, aku tidak bisa menahan ini!" teriaknya.
Yaya berusaha membantunya, tetapi mereka terjebak di antara makhluk-makhluk yang mengerikan.
Dalam kekacauan itu, Luca teringat pada Ranz.
"Kita harus melindungi apa yang kita bawa! Ini untuk Ranz dan desa kita!" teriaknya.
Dengan segenap tenaga, ia berusaha mengangkat air itu lebih tinggi, berharap bisa mengalirkan energi kehidupan ke seluruh dunia.
Saat makhluk-makhluk itu semakin mendekat, Luca dan Yaya berjuang melawan ketakutan. Mereka tahu bahwa ini adalah pertarungan terakhir.
"Kita tidak akan menyerah!" seru Yaya, berusaha memberikan semangat kepada Luca.
Dengan keberanian yang tersisa, mereka melawan makhluk-makhluk itu, berusaha untuk mencapai jalan keluar.
Akhirnya, mereka berhasil meloloskan diri dari puncak, tetapi tidak tanpa kehilangan. Dalam pelarian, Yaya terjatuh dan terluka. Luca berbalik, berusaha membantunya.
"Yaya, kita harus pergi! Kita tidak bisa berhenti sekarang!" teriaknya, tetapi Yaya hanya tersenyum lemah.
"Ambil air itu dan selamatkan desa kita, Luca. Aku akan baik-baik saja," ucapnya.
Dengan air kehidupan di tangannya, Luca merasa tertekan. Ia tidak ingin meninggalkan Yaya, tetapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan semua orang.
"Aku tidak akan melupakanmu, Yaya. Aku berjanji," katanya dengan suara penuh haru.
Dengan air mata mengalir, Luca melanjutkan perjalanan kembali ke desa. Ia berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari makhluk-makhluk yang mengintai. Setiap langkah terasa berat, tetapi tekadnya untuk menyelamatkan desanya dan mengenang Yaya dan Ranz memberinya kekuatan.
Setelah berhari-hari berjuang, Luca akhirnya tiba di desa. Ia disambut oleh penduduk yang putus asa, yang telah kehilangan harapan. Dengan air kehidupan di tangannya, Luca berdiri di tengah kerumunan.
"Aku telah menemukan sumber kehidupan! Kita bisa menyelamatkan desa kita!" teriaknya.
Penduduk desa terkejut dan berlari mendekat. Luca menuangkan air itu ke tanah, dan seketika, tanaman mulai tumbuh subur. Kehidupan kembali ke desa, dan penduduk merasakan harapan baru. Namun, di dalam hatinya, Luca merasakan kesedihan yang mendalam. Ia telah kehilangan sahabat-sahabatnya dalam perjalanan ini, tetapi ia tahu bahwa pengorbanan mereka tidak sia-sia.
Dengan air kehidupan yang mengalir ke tanah, desa itu mulai pulih. Tanaman tumbuh subur, dan sumber makanan kembali tersedia. Penduduk desa bersorak gembira, tetapi Luca merasa hampa. Ia merindukan Yaya dan Ranz, yang telah berjuang bersamanya hingga akhir.
Setiap malam, Luca duduk di tepi danau yang baru terbentuk di tengah desa, mengenang semua kenangan indah yang mereka lalui. Ia berjanji untuk menjaga kenangan mereka hidup, dan untuk melanjutkan perjuangan mereka demi masa depan yang lebih baik.
Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, Luca memutuskan untuk menceritakan kisah mereka kepada penduduk desa. Ia mengumpulkan semua orang di alun-alun dan mulai bercerita tentang perjalanan mereka menuju Puncak Dunia, tentang Ranz yang berkorban, dan tentang Yaya yang selalu optimis meskipun dalam keadaan terburuk.
"Ini adalah kisah tentang cinta, persahabatan, dan pengorbanan," katanya dengan suara bergetar.
"Mereka berdua memberi saya kekuatan untuk terus berjuang, dan sekarang, kita harus melanjutkan perjuangan ini bersama-sama." Penduduk desa mendengarkan dengan penuh perhatian, terinspirasi oleh keberanian dan keteguhan hati Luca.
Mereka berjanji untuk bekerja sama membangun kembali desa dan menjaga sumber kehidupan yang telah mereka temukan.
Seiring berjalannya waktu, desa itu berkembang pesat. Luca menjadi pemimpin yang dihormati, dan ia terus mengenang Yaya dan Ranz dalam setiap langkah yang diambil. Ia mengajarkan anak-anak desa tentang pentingnya persahabatan, keberanian, dan pengorbanan.
Suatu hari, saat Luca sedang berjalan di tepi danau, ia melihat sekelompok anak-anak bermain. Mereka tertawa dan berlari-lari, dan Luca merasa hatinya hangat. Ia tahu bahwa meskipun Yaya dan Ranz tidak ada di sampingnya, semangat mereka hidup dalam setiap orang di desa itu.
Luca menatap langit, merasakan kehadiran sahabat-sahabatnya.
"Aku akan terus berjuang untuk kalian," bisiknya.
"Cinta dan pengorbanan kalian tidak akan pernah terlupakan."
Luca melanjutkan hidupnya, berusaha untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang. Ia tahu bahwa puncak dunia memang ada di tangan yang tepat, dan itu adalah tangannya, bersama dengan semua orang yang mencintainya.
~TAMAT~
JUMKAT :2014 KATA
KOMBINASI 3 GENRE:
1.Apokaliptik
2.Petualangan
3.Tragedi
~CERPEN INI SAYA BUAT UNTUK EVENT GC FUKANO WITH FRIENDS~