Jamil askara, siswa dari sma indah permata, dengan keluarga yang bisa di bilang berkecukupan. Merupakan siswa dengan bakat terbaik di sekolah, baik dalam bidang akademik maupun atletis. Namun, sayang, ilmu di bidang agama sangat rendah walau dalam hal teori agama, mendapatkan nilai terbaik.
Disebuah hari, saat itu hari Sabtu dengan suasana mendung dan sedikit sunyi dari biasanya. Jamil yang baru saja pulang sekolah di jam 3 sore, membuatnya ingin bermalas-malasan dengan hp di tangannya sebagai penghiburan. Entah mengapa, Jamil merasa pusing dan seluruh tubuhnya yang pegal-pegal. "Ketoke aku mau ora kakehan polah!" Ucap Jamil, yang tanpa sadar mengeluhkan keadaannya. Jamil terus bermain hp, yang tanpa sadar sudah jam 6 sore, adzan Maghrib berkumandang, raut kesal Jamil terlihat jelas. "Haaaaa! Cepatnya!"
Dengan lekas Jamil mengisi daya hp dan pergi mandi. Selama berjalan menuju kamar mandi, terlihat jelas kalau Jamil terlihat seperti kesal dan marah. Ibu Jamil yang melihat hanya diam saja, tau kalaupun berbicara tidak ada gunanya. Selesai mandi, wajah Jamil terlihat lebih rileks dari sebelumnya, ibu Jamil bukannya membuat lebih tenang tetapi, "wong lanang kok nesunan!" Tentu hal tersebut membuat Jamil marah seketika, tanpa bicara dengan cepat langsung kembali ke kamar. Secara tidak sadar, sebuah kenangan yang begitu perih di hatinya terbuka kembali, kenangan dimana sang ibu mengatakan "la terus Kon ngapakne?" Ketika Jamil sakit lebih dari 1 Minggu, bahkan sang ayah yang merupakan kepala keluarga menanggapi dengan candaan dan tawaan. Dan pada saat giginya sakit selama 2 Minggu, Jamil sudah mengeluhkannya kepada ayah dan ibunya yang mendapati tanggapan yang kurang mengenakan "mesti di kurek-kurek!" Jamil yang mendengar jawaban tersebut hanya terdiam, karena yang di katakan benar. "Memang siapa yang tahan sama sakit gigi selama 2 Minggu!" Keluhan tidak diterima, Jamil secara spontan kembali ke kamar, dan selama 1 Minggu, Jamil lebih rajin menggosok gigi dengan harapan meredakan rasa sakit, tetapi hal tersebut sia-sia. Walaupun rasa sakit reda setelah menggosok gigi, rasa sakit akan kembali lagi dengan sakitnya yang 2 kali lebih sakit dari sebelumnya dan reda sakitnya seperti biasa. Pola makan Jamil mulai berantakan, setiap malam dan pagi jarang makan.
Hingga rasa sakit tidak tertahankan, waktu makan siang di sekolah yang membuatnya tidak bisa makan, bekal hanya dimakan satu sendok saja. Hp mulai dinyalakan dan mengirimkan pesan:
Jamil: Bu nanti sore ke dokter gigi
Ibu: minum obat wae
Jamil: tak pakai uangku
Jamil langsung menutup hpnya karena tahu, alasan apa yang akan di berikan oleh ibunya. Pada jam 3 sore Jamil sudah sampai rumah, Jamil langsung mendatangi ayah yang kebetulan hari itu libur, "yah, ayo ke dokter gigi!" Ayah menjawab "ora sah! Ngopo rono!" Jamil langsung menanggapi dengan cepat, "pakai uangku! Aku dianter wae!" Kata Jamil yang terus mengulang perkataannya setiap kedua orang tuanya menyanggah. Akhirnya, sang ayah menuruti untuk mengantar ke dokter gigi pada jam 6 sore, selama menunggu dari jam 3 hingga jam 6 magrib, Jamil terus merasakan sakit yang luar biasa.
Jam 6 magrib telah tiba, Jamil berangkat ke dokter gigi dan kembali ke rumah jam 7 dengan membawa bubur untuk Jamil makan sekaligus titipan ibu. Tanpa disangka ada orang lain di rumah dan bertanya "darimana?" Sontak ibu menjawab seolah aku salah, "dari dokter gigi tadi, tapi ya gitu, permintaannya harus di turuti langsung!" Jamil yang mendengar juga menyanggah San ibu "nggak! Aku sudah lebih dari seminggu mintanya! Kalau nggak pakai uangku apa mau?" Sang ayah yang mendengar langsung memanggil nama Jamil dengan nada marah. Jamil dengan cepat memakan bubur yang di beli, gosok gigi dan langsung ke kamar tanpa bicara.
Esoknya, bakda dhuhur "Nak sudah sholat belum?" Seorang ibu yang khawatir ilmu agama anaknya, Jamil hanya terdiam seribu bahasa tanpa menjawab, dengan cepat, Jamil mengambil sepasang headset dan lebih memilih untuk menemani hpnya bermain. Seperti biasanya yang dilakukan seorang ibu, jika tidak mendengar jawaban langsung datang. Didepan kamar Jamil, "Jamil!" Teriak seorang ibu yang tampak marah. Walaupun Jamil mendengar, dia tetap memilih untuk bermain hp dan tidak menghiraukan seakan hanya suara angin lewat. "Ha! Mesti! Ha!" Suara hati Jamil yang kesal, hp terus di scroll untuk mencari vidio yang menenangkan hatinya.
Sebuah vidio short dengan gambar iblis di iringi ayat Alquran yang merdu dan sebuah tulisan, "durhakalah kepada orang tuamu, maka kamu menjadi sebagian dari kami!" Tanpa sadar, air mata menetes di bantal Jamil hingga basah.
"Bau apa ini? Ma! Pewanginya jangan banyak-banyak menyemprotkannya! Ma...ma...ma..."
Tubuh Jamil tiba-tiba gemetar tanpa sebab. Rasa takut, khawatir dan penyesalan bermunculan di benak Jamil tanpa sebab yang dapat di jelaskan. Dengan penuh tekat, Jamil berlari keluar dari kamar, melihat mamanya yang sedang memasak, membuat hatinya lega seketika. "Untungnya hari ini sabtu dan sudah sore," Jamil terkejut terdiam, dengan apa yang baru saja di pikirkannya.
Jamil mulai berdamai dengan hatinya dengan perkataan "seburuk apapun orang tua, mereka tetaplah orang tuamu, jawab jika ditanya, gak usah peduli sama urusan mereka, setelah lulus cari kerja yang jauh dari orang tua biar nggak bertemu mereka, kecuali jika mereka butuh kehadiranku tidak usah bertemu, untuk apa bertemu kalau yang di dengar hanya ceramah satu hari satu malam."