"Halo aku Risa, namamu siapa?"
"Aku Salma" Jawabku sedikit terkejut.
"Ayo cepat, sudah hampir setengah 7 nanti kita dihukum" Risa mengajak Salma bergegas diikuti langkah Salma yang semakin cepat.
Aku dan Risa tiba 5 menit sebelum pukul setengah 7, tapi kondisi sudah sepi. Sepertinya kami adalah siswa terakhir yang datang. Aduh bahaya...
"HEH KALIAN, DISURUH DATANG JAM BERAPA?"
"Maaf kak, tapi..." Risa mencoba menjawab.
Aku bergegas menyenggol lengan Risa berusaha menyuruhnya untuk diam. Melihat situasi sepertinya kami benar-benar akan dihukum.
"OH BERANI MENJAWAB KAMU? MERASA BENAR KAMU?"
"KENAPA DIAM? TADI MENJAWAB, SEKARANG DIAM?"
"KALIAN ITU MASIH CALON SISWA, SUDAH BERANI MELANGGAR PERATURAN, JALAN JONGKOK!"
Aduh matilah, aku dan Risa dihukum berjalan jongkok sampai ke lapangan. Syukurlah ternyata dilapangan juga banyak yang dihukum, setidaknya tidak hanya kami berdua.
"HEH YANG CEPAT JALANNYA!"
Memang nasibku yang kurang beruntung, hari pertama masuk SMA, eh malah dihukum didepan semua siswa yang sedang APEL.
"HEI, LIHAT KEDEPAN! LIHAT YANG DIDEPAN INI ADALAH TEMAN KALIAN YANG MELANGGAR PERATURAN!"
"LIHAT! TEMANMU ITU, TEGA KALIAN LIHAT MEREKA DIHUKUM?"
"DASAR APATIS, LIHAT TEMANNYA DIHUKUM MALAH DIAM SAJA!"
"TIDAK PUNYA HATI, KALIAN!"
Aku tidak menyangka ada seorang anak laki-laki tiba-tiba maju kedepan dan ikut jongkok bersama kami. Memang mencari penyakit dia.
"Aduh itu anak ngapain sih" Ucap Risa dengan nada kesal.
"Memang cari penyakit" Timpalku
Benar saja, laki-laki itu dimarahi habis-habisan dan dikerumuni oleh KADIS.
"WAH WAH WAH, PAHLAWAN DATANG NIH KAK!"
"HEI KAMU, BERDIRI AGAK KEDEPAN!"
"NGAPAIN KAMU? SIAPA SURUH KAMU MAJU?"
"LIHAT NAMANYA KAK!"
"ARDAN, LIHAT ADIK-ADIK, TEMAN KALIAN ADA YANG SOK JADI PAHLAWAN"
"MAU JADI PAHLAWAN KESIANGAN KAMU?"
"MAU JADI PAHLAWAN DIA KAK"
Benar-benar mengerikan, kurang lebih 6 KADIS mengerumuni Laki-laki yang ternyata bernama Ardan itu. Kasiahan sekali, kalau dipikir-pikir nasibku tidak terlalu buruk.
1 Jam berlalu, siswa yang APEL beserta Ardam sudah bubar meninggalkan lapangan, tapi kami tidak bubar. Firasatku buruk, pasti ada sesuatu yang harus kami lakukan.
"YANG JONGKOK BERDIRI SEGERA!"
"KALIAN TAHU KALIAN SALAH?"
"Tahu kak" Kami menjawab dengan lirih.
"CATAT BAIK-BAIK, CARI TANDA TANGAN KETUA OSIS, WAKA KESISWAAN DAN KAKAK KELAS KALIAN KELAS 12 SEBANYAK 30 ORANG. KALIAN DIBERI WAKTU 30 MENIT! JIKA WAKTU HABIS SEGERA KEMBALI!"
"30 MENIT MULAI DARI SEKARANG!"
Aku cepat-cepat menarik tangan Risa, menuju kelas 12, karena mencari tanda tangan ketua OSIS dan WAKA kesiswaan pasti sulit. Aku terkejut karena Risa tiba-tiba terjatuh, kakinya kram. Ia pun dibopong menuju UKS. Sepertinya aku memang harus mengandalkan diriku sendiri.
Siapa sangka, ternyata tidak semudah itu mencari tanda tangan. Aku dan beberapa teman lainnya seperti di ospek untuk kesekian kalinya. Kami di suruh berdiri, ditanya-tanya dan dijadikan lelucon. 15 menit hingga kami benar-benar mendapatkan tanda tangan mereka, meski hanya 10.
Hingga 30 menit berlalu, aku hanya dapat 10, aku tidak menemukan ketua OSIS dan WAKA kesiswaan sedang rapat. Memang sengaja mereka itu, sok senior.
Kami berbaris kembali dilapangan. Dimarahi lagi, dibentak lagi. Yah begitulah, mengesalkan sekali.
"30 MENIT HANYA DAPAT INI? MEMANG PEMALAS KALIAN ITU!"
"SUDAH KAK SUDAH SUDAH"
"CUKUP KAK, PERCUMA MEREKA TIDAK BISA DINASEHATI!"
"KEMBALI KE KELAS MASING-MASING!"
Huh akhirnya benar-benar selesai hari ini. Astaga cukup melelahkan, rasanya ingin meledak. Selanjutnya aku mengikuti MPLS dengan normal, melihat demo ekskul dari kakak kelas, mencatat materi dan lainnya.
Hari-hari selanjutnya, aku semakin sering dihukum. Hahaha, memang aku mencari gara-gara. Dan lagi-lagi aku harus mencari tanda tangan ke kelas 12. Aku menghindari kelas yang sebelumnya, menuju kelas 12 MIPA 1.
"Permisi kak, saya mau meminta beberapa tanda tangan dari kakak-kakak"
"Wuish, ada mangsa baru, masuk saja dek"
Sepertinya semua kelas sama saja, aku tetap akan dipermainkan. 5 manit aku benar-benar hanya berdiri didepan kelas mereka tanpa digubris. Sampai akhirnya ada seorang laki-laki masuk, sepertinya aku pernah bertemu dengannya. Dia memandangku, kemudian aku tersadar bahwa dia adalah kakak kelasku semasa SMP, kami sama-sama anggota OSN saat itu, namanya Rasya.
"Cukup teman-teman, dia ikut denganku" Rasya menarik tanganku dan mengajakku pergi ke gazebo.
"Maaf kak, aku butuh tanda tangan mereka" Ucapku
"Hei kau pikir itu akan berguna, mereka hanya ingin mempermainkanmu junior seperti kalian"
"Aku tahu, tapi aku harus segera kembali ke barisan"
"Aku masih anggota OSN, ikutlah OSN"
"Baiklah, tapi nanti"
"Tak apa, kau disini saja"
Waktu yang diberikan habis, KADIS mulai berkeliling meneriaki kami dan menyuruh kami kembali. Tapi aiu terjebak disini bersama kak Rasya.
"Dek kembali"
Seorang KADIS meneriaki ku, tiba-tiba kak Rasya berdiri berhadapan dengan KADIS itu.
"Aku masih ada keperluan dengannya"
"Tidak bisa, dia harus mengikuti kegiatan MPLS hingga selesai sesuai peraturan"
"Ini urusan organisasi dan prestasi!"
Kak Rasya sedikit menekankan kata-katanya, KADIS itu pun meninggalkan kami.
"Terimakasih"
"Sama-sama, 30 menit"
"Apa? 30 menit apa?"
"Disinilah selama 1 jam, seharusnya ospek sudah berakhir, kemudian kembalilah ke kelas, hari ini ospek terakhir kan?"
"Iya, hari ini terakhir"
"Setelah 30 menit kembalilah, kau tidak boleh melewatkan pertunjukan seru"
"Baiklah"
Aku bertanya-tanya pertunjukan seru apa, apakah akan di ospek lagi? Atau apa, entahlah. 30 menit berjalan cukup cepat, aku dan kak Rasya memang sudah sedikit akrab sebelumnya dan sering berbincang-bincang. Setelah 30 menit, aku kembali ke kelas. Ternyata pertunjukan yang dimaksud adalah pertunjukan KADIS meminta maaf. Astaga kupikir apa.
Selesai saling meminta maaf, masa mpls benar-benar berakhir dan aku resmi menjadi siswa SMA. Soal Risa, aku sudah lama tidak bertemu dengannya, entah dimana dia.
Hari-hari selanjutnya berjalan dengan normal, aku masuk sekolah selayaknya siswa pada umumnya, tidak ada lagi ospek.
Hari-hari berikutnya, aku mengikuti seleksi tim OSN untuk bidang matematika dan kimia. Aku sering diam-diam memperhatikan kak Rasya hingga diam-diam tumbuh rasa kagum padanya. Ya...rasa kagum.
Aku diterima menjadi anggota OSN kimia, bukan matematika. Sedikit kecewa karena sebelumnya aku adalah tim OSN matematika bersama kak Rasya. Mungkin takdir memang berniat memisahkan kami.
Hari ini hari Sabtu, pertama kali aku mengikuti kegiatan bimbingan olimpiade. Aku benar-benar semangat karena akan bertemu kak Rasya. Sebelumnya aku tidak pernah menyangka jika kak Rasya seterkenal itu, dia benar-benar menjuarai berbagai perlombaan sebelumnya dan bahkan menjadi medalis OSN. Astaga, aku benar-benar ketinggalan informasi.
"Kak Rasya!" Panggilku
"Halo! Kamu mau bimbingan?"
"Iya, bimbingan kimia"
"Semangat ya, matematika memang sudah banyak jagoannya, mungkin rezeki kamu dikimia"
"Iya kak"
Kami saling melalui, jantungku berdegup kencang. Dahulu saat aku bersamanya aku tidak pernah segugup ini. Aku mengikuti kegiatan bimbingan dengan lancar, hari pertama hanya perkenalan saja.
Aku memiliki seorang teman dekat bernama Nasya, dia tahu aku menyukai kak Rasya. Dan Risa, dia sudah pindah sekolah entah kemana, setelah mengalami kram kaki hari itu, dikabarkan dia mengundurkan diri dari sekolah.
"Sal, sal! Aku ketemu crush kamu lohhh"
"Hah? Dimana Sya?"
"Di kantin, tapi udah pergi duluan"
"Yahh, kecewa kecewa"
"Btw, kok dia sering banget di gedung olim, ngapain sih?"
"Jadwalnya padat Sya, dia katanya mau ikut olimpiade matematika internasional"
"Wihhh, makanya dia cuekin kamu"
Aku terdiam, memang hari-hari ini saat aku menyapanya, dia hanya mengangguk. Biasanya dia akan menyapa balik. Mungkin benar dia sedang stress. Tanpa ku sadari ternyata dia sengaja menjauhiku.
Nasya selalu heboh dan excited saat berpapasan dengan kak Rasya, dia selalu menyenggol lengan ku sambil menunjuk kak Rasya. Seperti saat kami berpapasan di kantin.
"Salma" Nasya memanggil sambil memberikan kode dengan mata menunjuk ke arah kak Rasya.
Aku selalu berusaha membuatnya tenang, karena aku takut kak Rasya tahu dan merasa terganggu dengan kehadiranku. Menyebalkan memang, untungnya dia temanku.
Minggu depan kak Rasya akan berangkat ke luar negeri untuk mengikuti olimpiade matematika internasional bersama beberapa perwakilan dari Indonesia. Hari ini dia berangkat ke Jakarta bersama beberapa guru pendamping. Aku hanya berharap dia bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
"Sal, kamu ga pengen chat kak Rasya gitukah? Basa-basi ngasih selamat apa gitu?"
"Engga Sya, aku takut ganggu dia, biarlah rahasia"
"Rahasia-rahasia, nanti kalau diambil orang gimana?"
"Ya gak gimana-gimana"
"Nanti nyesel lo kamu"
"Nggak akan nyesel, aku akan nyesel kalau misal dia tau aku suka dia dan kemudian dia menjauh, jadi biarkan ini menjadi sekedar rahasia saja"
Satu bulan berlalu, kak Rasya sudah kembali dari luar negeri. Ia mendapatkan bronze medal di olimpiade itu. Fotonya dipajang dimana-mana. Aku turut bangga kepadanya, dia masih menjalani masa cuti sehingga sejak kepulangannya ke Indonesia aku belum bertemu dengannya. Kira-kira minggu depan dia akan kembali ke sekolah.
Rindu? Ya tentu saja aku merindukannya.
"Salma"
"Astaga" aku terkejut karena tiba-tiba Nasya mengagetkanku.
"Jangan melamun aja kamu Sal, aku tiba-tiba kepikiran ini Sal, gimana kalau ternyata kak Rasya udah punya pacar, backstreet gitu?"
"Kalo menurutku enggak sih, aku udah lama kenal dia, dia emang friendly ke siapa aja dan dia modelan cowok yang ga suka pacaran"
"Ya siapa tahu, ternyata kamu salah"
Aku terdiam tak menjawab, benar juga pikirku. Bagaimana jika dia punya pacar, entahlah aku tidak ingin memikirkannya.
Beberapa hari kemudian, bertepatan dengan hari Rabu dimana akan diadakan penilaian harian fisika dan diharuskan membawa 1 lembar kertas folio bergaris. Aku lupa membawanya, pukul 7 kurang 10 menit aku bergegas menuju ke koperasi siswa untuk membeli kertas folio bergaris bersama Nasya.
Aku terkejut, aku melihat seseorang yang sangat kukenal.
"Salma, i...itu kak Rasya"
"Iya Sya, aku lihat"
"Dia bersama siapa?"
Itu juga menjadi pertanyaan dalam benakku. Siapa gadis itu? Kenapa dia datang ke sekolah bersama kak Rasya? Dan kenapa kak Rasya membawakan tas gadis itu?
Banyak pertanyaan, tapi aku melihat sesuatu hal, kak Rasya terlihat tersenyum dan tertawa. Aku tidak pernah melihat senyum dan tawa itu, berarti gadis itu sangat berarti bagi kak Rasya.
Kelak aku tahu bahwa gadis itu adalah kak Zahra, seorang medalis OSN matematika sama seperti kak Rasya. Dan mereka sudah berpacaran sejak kelas 10. Jika dibandingkan denganku, aku emmang tidak ada apa-apanya. Sejak hari itu, perasaan yang kumiliki ku kubur dalam-dalam. Biarlah apa yang kurasakan sekedar menjadi rahasia kecil.
Biarlah semua yang ku alami jadi sekedar RAHASIA.