Pernah nggak kalian merasa kehilangan seseorang yang kalian sayang untuk selamanya? Mau itu orang tua, sanak saudara, sahabat atau orang-orang yang kalian sayangi.
Yap, kehilangan itu memang menyedihkan dan membuat setiap orang susah untuk melupakan semua kenangan yang sudah terekam didalam hatinya, apalagi orang itu adalah bagian terpenting dalam kehidupannya, patah hati terhebat bukan melulu mengenai pasangan tapi patah hati terhebat ku ketika dunia ku pergi untuk selamanya.
Inilah kisah nyata seseorang gadis yang berjuang menata kembali kepingan demi kepingin kepercayaan diri dan kebahagiaannya untuk melanjutkan kembali hidupnya.
Tepatnya 9 tahun silam, kehidupan seorang gadis berusia 20 tahun berubah drastis. Sebut saja gadis itu bernama Ladiva Utami dan ia seringkali di panggil dengan nama Diva.
Diva lahir dan besar dari keluarga sederhana, papanya bekerja di luar kota dan pulang ke rumah hanya saat cuti tahunan yaitu saat hari raya idul fitri saja.
Diva tinggal bersama sang mama yang menjadi poros kehidupan bagi Diva. Demi memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga mama Amanda dan Diva berjualan gorengan dan kue basah yang di titipkan ke warung-warung kelontong milik orang lain.
Mama Amanda tidak pernah mengeluh meskipun sering kali Diva menanyakan kesulitan apa yang mamanya hadapi. Begitulah sosok seorang ibu tidak pernah mau menceritakan hal yang tidak baik untuk putrinya. Walaupun, Diva tahu kenyataannya bagaimana sulitnya mama Amanda untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu ketika, Ladiva baru saja mendapatkan pekerjaan yang gajinya lumayan untuk membantu mama Amanda. Walaupun papa Diva selalu mengirim uang setiap bulanya tapi tidak pernah cukup untuk kebutuhan sehari-hari, di tambah lagi Ladiva yang belum memiliki pekerjaan tetap saat itu.
Baru bekerja selama 5 bulan di salah bandara internasional sebagai salah petugas check-in counter Ladiva di tampar oleh kenyataan. Saat itu sang mama sesak nafas saat berbelanja bersama Ladiva di pasar karena merasa khawatir Diva dan mama Amanda memutuskan untuk pergi ke klinik terdekat.
"Mohon maaf, Kami harus merujuk pasien ke rumah sakit besar yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap" Ucap dokter jaga klinik tersebut kepada Ladiva.
Diva masih diam seribu bahasa, menatap nanar mamanya yang kini menggunakan selang oksigen di hidungnya. Diva masih mencerna keadaan sekitarnya, dengan tersenyum kecut menyetujui pemindahan sang mama ke rumah sakit yang lebih besar.
Mama Amanda dirawat di ruang ICCU dipantau langsung oleh dokter, kenyataan pahit bahwa mama Amanda yang terlihat sehat dan bugar ternyata selama ini mama Amanda menahan sakit jantung yang tidak pernah terbayangkan oleh Diva sebelum.
Selama dua minggu mama Amanda di dalam ruangan ICCU, sebelum di pindahkan ke ruang rawat inap selama itu pula Diva selalu menemani walaupun tidak di perbolehkan masuk untuk melihat kondisi sang mama. Sanak saudara yang Diva harapkan selama sang mama di rawat di rumah sakit nyatanya tidak memberikan respon apapun terhadap dirinya dan sang mama.
Diva tidak mau ambil pusing dengan hal itu, untungnya tabungan selama ia bekerja masih ada walaupun sedikit Diva hanya mampu berharap dan berdoa untuk kesembuhan sang mama yang kini sedang berjuang seorang diri untuk kesembuhannya.
Singkat cerita mama Amanda sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah 17 hari di rawat di rumah sakit, selama itu pula Diva yang selalu menemani dan sesekali sang papa menghubungi Diva menanyakan kondisi sang mama tapi Diva heran terhadap sanak saudara dari mamanya tidak ada satupun dari mereka yang menjenguk bahkan sekedar untuk menayangkan kabar pun tidak ada sama sekali.
Terkadang benar kata orang, orang lain terasa saudara sementara saudara sendiri seperti orang asing. Disaat itu lah Diva menyadari jika sanak saudara dari mamanya ini tidak akur dengan sang mama lantaran sang mama bukan orang yang berada.
Manusia tidak di nilai dari kaya atau miskinnya dirinya tapi dari akhlak dan perilaku moralnya sungguh miris sangat miris Diva hanya diam melihat kondisi keluarga besarnya yang memandang dirinya dan sang mama dengan sebelah mata.
Dua bulan berlalu setelah kejadian itu Diva dan sang mama masih berjuang seperti biasanya hanya saja kali ini Diva banyak mengambil alih pekerjaan sang mama tujuannya agar sang mama bisa fokus terhadap pemulihan kesehatan terlebih dahulu.
Sore itu pukul 15.00 wib Diva pergi mengantarkan pesanan snack box sebanyak 100 box untuk acara pertemuan di aula yang jarak tempuhnya lumayan jauh dengan mengendarai motor maticnya Diva pamit pada sang mama seperti biasanya tanpa ada rasa curiga atau apapun itu.
Saat pulang setelah mengantarkan pesanan snack box pelanggan Diva melihat di depan rumah sederhananya ada mobil yang sangat ia kenali. Diva masuk kedalam rumah sambil menenteng tas belanja yang berisikan barang-barang untuk membuat pesanan kue esok hari.
"Assalamu'alaikum," Ucap Diva saat di ambang pintu masuk.
"Walaikumsalam, kamu sudah pulang nak" sahut mama Amanda.
"Sudah ma, Ada om dan tante apa kabar om," Balas Diva sembari menyalami tangan sang mama, om serta tantenya yang berkunjung ke rumah sederhananya.
"Bagaimana pekerjaan mu Diva?" Tanya om David adik dari mama Amanda.
"Diva sudah resign dari pekerjaan itu om karena tidak ada yang menjaga mama sewaktu di rumah sakit" Balas Diva dengan wajah sendunya.
"Sayang sekali, kalau begitu kalian tidak akan pernah bisa menikmati hidup. Ya sudah, om dan tante mu pamit pulang ini jajan untuk mbak" Ucap om David sembari letakkan uang pecahan lima puluh ribu dua lembar di atas meja sebelum pergi menghilang di balik pintu.
"Astaghfirullah," Hanya itu yang Diva ucapkan saat menatap punggung om David.
Diva menatap sang mama dengan tatapan rumit, wajah sang mama tidak lagi seceria biasanya. Ingin rasanya Diva menayangkan hal apa yang membuat adik dari mamanya itu datang ke rumah sederhana mereka hal itu di luar dari kebiasaan sang om menurut Diva.
"Diva, mama mau ambil wudhu sebentar lagi magrib kita sholat jama'ah dulu ya" Ucap mama Amanda hendak berdiri dari duduknya.
"Arrrghh.....Diva," Ucap mama Amanda sembari menarik lengan kiri Diva.
"Kenapa ma, apa yang sakit ma" Balas Diva saat merasakan cengkeraman kuat di lengan kirinya.
"Ma-maaf kan mama Div," Suara mama Amanda sudah serak dan cengkeraman pada lengan Diva semakin melunak.
"Arrrggh... ma, mama bangun... hiks..hiks" Ucap Diva dengan pikiran yang sudah campur aduk.
Entah karena mendengar suara jeritan dan teriakan Diva yang cukup keras beberapa tetangga datang ke rumahnya. Mereka bahu membahu membantu Diva dan membopong tubuh mama Amanda yang sudah tergeletak di lantai bersama Diva.
Tidak berapa lama ada tetangga menawarkan diri mengantarkan Diva dan mama Amanda ke rumah sakit terdekat. Diva sepanjang perjalan hanya mengucapkan doa ke Allah agar sang mama di berikan keselamatan dan kesehatan.
Tiba di rumah sakit mama Amanda langsung masuk IGD selama menunggu kepastian dokter yang menangani di IGD Diva menghubungi sanak saudara mamanya berharap ada diantara mereka yang masih peduli.
30 menit berlalu dokter dan beberapa perawat lalu lalang ke ruangan IGD dengan banyak alat medis yang mereka bawa Diva hanya gigit jari sembari melafalkan doa untuk mama Amanda.
"Keluarga dari nyonya Amanda" Teriak perawat yang memanggil Diva.
"Saya sus, bagaimana kondisi mama saya sus," Tanya Diva dengan gemetar.
"Anda anak pasien, sebaiknya ikut kami kedalam" Ucap perawat itu sembari merangkul Diva ikut bersama ke dalam ruangan IGD.
Saat di dalam Diva sudah menegang saat melihat banyak perawat dan dokter yang melakukan resusitasi jantung paru.
"Yang kuat dan ikhlas kak" ucapan samar dari perawat yang mengajak Diva masuk ke dalam ruang IGD.
"Catat waktu kematiannya" Ucap dokter yang menangani mama Amanda yang terdengar oleh Diva.
"Tidak, tidak mungkin..." Sahut Diva yang langsung limpung dan kehilangan kesadaran karena pingsan.
Entah berapa lama Diva pingsan tidak sadarkan diri, saat ia sadar ia sudah berada di rumah di hadapannya ada sosok mama Amanda yang sudah terbujur kaku berselimutkan kain panjang dan selendang putih.
"Hiks...hiks...hiks..." Hanya suara tangisan yang keluar dari mulut mungil Diva.
Beberapa orang tetangga dan sanak saudara dari mama Amanda mencoba menenangkan Diva yang masih sangat terpukul atas kepergian sang mama untuk selamanya.
Selama prosesi pemakaman Diva banyak diam dan mengeluarkan air mata tanpa suara bahkan saat di berikan minum Diva menolaknya.
Diva terdiam di sudut kamarnya setelah pulang dari pemakaman, sang papa yang sudah pulang mengambil cuti karena istrinya meninggal dunia, Sudah berusaha membujuk Diva untuk keluar kamar dan untuk mengisi perutnya yang sudah waktunya untuk diisi.
14 hari setelah kepergian mama Amanda, papa dari Diva kembali ke luar kota pergi untuk melanjutkan pekerjaannya karena masa cuti yang telah usai. Kepergian mama Amanda untuk selamanya dan kepergian sang papa untuk kembali mengais rezeki menjadi puncak penderitaan Diva.
Bagaimana tidak, Diva di usir dari rumah yang telah ia tempati bersama kenangan sang mama di dalam rumah itu. Karena keserakahan sanak saudara dari mama Amanda membuat Diva mau tidak mau meninggalkan rumah sejuta kenangan itu. Dengan dalih rumah yang selama ini di huni adalah "Harato tinggi dari kaum, Pusako Bundo kandung" (harta dari kaum atau harta dari pusaka tinggi bunda kandung)
Rasa kasihan dan khawatir terhadap sang papa yang baru saja berangkat untuk mengais rezeki kembali membuat Diva enggan berbicara perihal ia terusir dari rumahnya sendiri. Diva membawa satu tas kecil yang berisi baju dan beberapa kenangan foto bersama sang mama.
Sungguh malang nasib anak piatu ini ketika kehilangan sosok penting dalam kehidupan dunianya seketika runtuh, bagaikan jatuh tertimpa anak tangga begitulah mirisnya kehidupan Ladiva Utami.
Terseok-seok Diva berusaha bangkit dari nasib malangnya setelah pergi meninggalkan rumahnya. Menapaki kehidupan baru di sebuah rumah kontrakan kecil. Setelah seminggu sang papa baru mendapatkan kabar mengenai pengusiran sepihak itu merasa sedih dan marah tapi Diva hanya bisa berkata pada sang papa agar tetap tenang dan ikhlas karena sejatinya harta tidak dibawa mati.
Perihal kehilangan, aku sudah tahu rasanya seperti apa, aku sudah tahu rasa sakitnya bagaimana.
Perihal menerima takdir dan kenyataan, aku sudah pasrah, aku sudah mengikhlaskannya dengan lapang dada. Air mata ku sudah mengering karena cobaan yang datang silih berganti, bukankan hidup harus terus berjalan.
Beberapa orang pergi dari kehidupanmu. Tapi bukan berarti kisahmu berakhir. Yang berakhir hanyalah bagian mereka yang pernah hadir dalam kisah hidupmu.
💔💔💔
Hello Everyone,
Perkenalkan aku Hs😉👋
Herfika Safitri, Yang sangat kagum dengan mana pena HS. Si melankolis yang terkadang sanguinis ini memiliki hobi menulis, membaca, memainkan gitar dan kulineran. Menamatkan pendidikan S1- Manajemen di Universitas UPI YPTK PADANG dengan lulusan terbaik tahun 2016 silam.
Si cuek yang menyukai hal-hal romantis, Si langit biru yang sangat mencintai kehangatan senja dan malam, Si nekat walaupun takut ditinggal sendirian, Si kantong tipis yang suka mencoba berbagai macam dessert manis.
Jejaknya dapat kalian temukan di Ig: @herfikasafitri
Aku mendedikasikan cerpen ini untuk Challenge Menulis Cerpen bersama dengan Ruang Author.
"Menulislah walaupun tulisan mu jelek, karena tulisan keren itu adalah bonus dari sebuah kebiasaan" - Unknown
Semoga bermanfaat dan berkenan di hati pembaca. Terimakasih ❣️
With Love,
-HS❣️
