Claire dan Asher sudah saling mengenal sejak TK. Walaupun begitu mereka tidak terlalu akrab. Mereka secara kebetulan bersekolah di sekolah yang sama berturut-turut. Meskipun mereka berdua secara pribadi tidak akrab, orang tua mereka sangat dekat.
Hari ini ada acara makan malam kecil kecilan untuk merayakan kemenangan adik Claire. Ia mengikuti lomba lari dan berhasil mendapat medali emas. Ibunya menyuruh Claire untuk mengajak Asher dan keluarganya bergabung.
Oleh karena itu, sekarang Claire sedang berdiri mengawasi gerak gerik Asher. Ia sedang bermain bola basket dan ditonton banyak siswi di samping lapangan. Mustahil mendapatkan timing yang tepat. Ia jarang berkomunikasi secara langsung dengan Asher apalagi secara online, jadi dia tidak bisa mengirimkan pesan dan semacamnya.
“Apa aku pura-pura saja bilang kepada Mama kalau Asher tidak bisa datang.” gumam Claire putus asa.
Sifat Claire dan Asher tidak jauh berbeda, Claire pemalu dan Asher yang pendiam, mereka sama-sama irit bicara. Bedanya Asher tetap memiliki banyak teman karena penampilannya yang diatas rata-rata. Terkadang melihat banyaknya orang yang mengenal Asher, Claire sedikit minder.
Claire pun meneguhkan pikirannya, “Toh, dia tidak akan tahu.”
Ketika makan malam banyak kenalan dekat keluarganya yang datang, kebanyakan sahabat dari ibunya. Claire memotong steak dengan tenang, ibunya tidak menanyakan dirinya tentang Asher.
Tiba tiba adiknya yang baru saja dikerubuni orang mendatanginya. “Kak, kau tidak dekat dengan Kak Asher, kan?”
Claire menggeleng ragu, “Tidak.”
“Oh, baiklah...”
Claire hendak bertanya tapi suara ibunya membuatnya terkejut.
“Sinthia! Aku pikir kau tidak datang...” ucap ibunya histeris bahagia.
Wanita bernama Sinthia itu berpelukan sebentar sebelum diantar duduk. Claire menunduk tetapi keringat muncul di pelipisnya.
“Aku pikir Claire tidak menyampaikan pesannya.”
Claire dalam hati: memang ❤️
Tapi ia tidak menampilkan emosi dan terus mengunyah.
“Asher yang pelupa, dia tiba tiba memberitahuku dan oh Tuhan! Untunglah aku sedang menganggur dan buru buru kesini, aku harap aku tidak terlambat.”
Itu adalah ibunya Asher. Sial. Darimana Asher tahu?!?! Apakah ia tidak sengaja mendengarnya atau bagaimana...tapi untungnya ia sama sekali tidak melihat sosok Asher dimanapun.
“Mama, kita meninggalkan kadonya.”
:) Dia sedang tidak beruntung. Asher tiba tiba muncul membawa sebuah hadiah untuk adiknya. Claire sama sekali tidak mengubah pandangannya setelah itu, lurus ke steak.
“Ya Ampun! Kenapa repot repot, ini hanya perayaan biasa! Sekarang ayo Sinthia Asher silahkan cicipi hidangan kami.”
Mereka sibuk mengobrol hingga tidak sadar Claire menghilang. Hanya satu orang yang sadar dan orang itu menghilang juga beberapa saat kemudian.
“Ini bukan salahku tapi kenapa aku merasa bersalah...” Claire bergumam sendirian di bangku taman kecil. Dia hendak membela moralnya tapi sepertinya kalah.
“Lagipula aku tidak benar benar tidak ingin dia datang, aku mencoba, tapi dia dikerumuni banyak orang, jadi aku tidak bersal—”
“Apa yang kau lakukan disini.”
Suara itu milik Asher. Oh hebat sekarang orangnya muncul. Claire membuka mulutnya tetapi tidak ada suara yang muncul.
“Adikmu yang memberitahuku.”
“OH!” Claire merasa seperti ada lampu yang dihidupkan didalam otaknya.
“Dia bilang kau yang seharusnya mengundangku.”
Lampu itu tiba tiba padam.
Claire memikirkan beribu alasan tetapi tidak ada yang bisa ia utarakan sehingga ia hanya menjawab, “Maaf.”
Asher tidak membalas tetapi ia membuka jaketnya dan menaruhnya di bahu Claire, “Ingatlah ada ujian besok.”
Ia tertegun tetapi tidak mengatakan apa apa, dia memang merasa agak dingin.
“Aku melihatmu kemaren bolak balik gelisah,apakah kau mau memberitahuku saat itu?" Asher bertanya dan Claire mengangguk. Kemudian dia melanjutkan, “Kau seharusnya tinggal katakan saja.”
Claire terdiam sesaat tapi kemudian ia menjawab pelan, “U-mm.. kau dikeliling banyak orang...”
“Kau takut?” Asher bercanda namun Claire tidak mengelak. Dia memang punya ketakutan sosial.
“Kalau begitu, beri aku nomormu. Jadi kau bisa menghubungiku lewat pesan...atau telepon, terserah.” Asher merogoh saku-nya dan mengeluarkan ponselnya. Ia menyerahkan kepada Claire. Claire berfikir sejenak namun akhirnya menaruh nomornya di situ.
Setelah Asher mendapatkan ponselnya kembali, ia menatap sebentar dan mengangguk. “Sebaiknya kita kembali,akan ada sesi foto bersama.”
Claire dengan kikuk beranjak dari bangku dan mengikuti Asher dari belakang.
Itu adalah pertama kalinya mereka mengobrol setelah sekian lama. Ia masih merasa canggung... Mungkin Asher menyadari itu dan kemudian menyesal berbicara dengannya.
Saat itu dia baru menyelesaikan ujian dan duduk di kursi perpustakaan. Suasana perpustakaan yang sepi bukannya menenangkan malah membuatnya berfikir terlalu lalu.
Tiba tiba ponselnya menyala.
[Nomor Tidak Dikenal]: Ini nomorku
[Nomor Tidak Dikenal]: Asher.
[Nomor Tidak Dikenal]: Jangan lupa disimpan.
Claire terkejut dan segera berdiri dari kursi. Yang membuat dia dilirik pengunjung lain, Claire tersipu dan duduk kembali.
[Anda]:Terima kasih, sudah disimpan.
Ia tertegun sejenak dan menggeleng geleng, kenapa ia bersikap seperti ini. Mereka kan sudah kenal dari kecil, tapi kenapa Claire salah tingkah begini.
Ya, mungkin karena dia pemalu.
Sekolah biasanya memiliki event olahraga ketika selesai ujian. Meskipun Claire tidak ada bakat sama sekali dalam olahraga,dia terpaksa berpartisipasi.
“Ingat ya teman-teman, seperti latihan. Jika bola datang kearah kalian, satukan lengan kalian seperti ini dan ayun ke depan, ingat depan bukan keatas!” Teman sekelasnya yang mengikuti klub bola voli menjelaskan dengan teliti. Mereka sempat berlatih selama 2 hari, tapi seminggu saja Claire tidak akan bisa bermain dasarnya.
“Oh ya, jangan terlalu stress ya... Ingatlah ini tujuannya untuk melepas stress setelah ujian bukan menambah stress, jadi dibawa santai saja.” Ia menambahkan dengan senyum ceria.
Tapi Claire tidak bisa setuju. Dibawa santai saja?! Ketika dia harus bermain diawasi seluruh penduduk sekolah dan dijadikan bahan hiburan?! Bagaimana jika dia tidak bisa menangkap bola atau menservis bola, oh ini sangat menyiksanya.
Walaupun giliran mereka masih lama tapi keringat sebesar biji jagung terbentuk di pelipis Claire. Temannya melihat ini dan tidak bisa menahan rasa tawa.
“Claire, hahaha. Apakah kau setakut itu untuk bermain?? Tenanglah~ mungkin mereka akan menertawakanmu tetapi setelah itu mereka akan lupa begitu saja~” ucap temannya mencoba menenangkan. Namun, bukannya tenang, Claire tambah pusing karena ia pasti akan ditertawakan.
Perutnya tiba tiba terasa sakit dan ia bergegas ke toilet.
“Aah aku tidak bisa, aku tidak bisa, aku ingin kabur saja, mereka pasti akan menemukan pemain pengganti tapi setelah itu mereka pasti akan membenciku, tapi jika aku bermain mereka pasti akan—”
Tiba tiba seseorang muncul dari koridor samping dan menabrak dirinya yang tengah berlari kecil.
“—aduh!”
“Claire..?”
Ia mendengar suara Asher.
“Kau terlihat pucat, apa kau tidak apa apa?” tanya Asher ketika melihat wajah Claire tak berwarna.
“Uh-oh...” (Jika dia mengatakan kalau dia gugup karena akan bermain, dia akan ditertawakan Asher. Tapi jika ia berbohong,kalau Asher mengetahuinya dia akan—)
“Claire, kelasmu sudah selesai bermain voli? Menang?”
:)
“A-h... Belum... Aku ingin ke toilet.” Claire tidak menjawab pertanyaan Asher, temannya mengangguk dan menyemangati Claire sebelum pergi.
“Aku tidak tahu kau bisa bermain voli.” ujar Asher. Claire tersenyum pahit, “Aku tidak bisa bermain voli.”
Asher seperti mendapat pencerahan dan memahami situasi Claire. Dia kemudian bertanya, “Kapan kau bermain?”
“10 menit lagi...”
Mengingat waktunya semakin dekat, Claire tambah pucat. Ia merasa dunia berputar-putar dan pandangannya memudar seiring detak jantung yang bertambah kencang.
Tapi tiba tiba dua tangan mendarat di kedua pipinya. Itu Asher. Claire tiba tiba lupa perasaan gugupnya ketika ia memandang iris biru seperti permata didepannya.
“Saat SD kau kan pernah ikut lomba dan kau juga mengalami ketakutan berlebihan dan mau mati. Tapi kau buktinya baik baik saja dan bahkan memenangkan pertandingan, tenang lah, Claire. Kuasailah dirimu.”
Suara Asher yang merdu membuat dirinya menjadi lebih tenang walaupun jantungnya tetap berdetak kencang. Wajahnya sudah tidak pucat lagi, melainkan dipenuhi dengan rona merah cerah.
“Ah...”
Claire akhirnya kembali ke kelas dan temannya yang mulai khawatir tersenyum lega. Mereka tidak memenangkan pertandingan, tetapi Claire sama sekali tidak merasa tertekan. Melainkan ia merasa sangat senang dan bahagia.
“Apa hubunganmu dengan Asher?”
Seorang gadis yang Claire kenal sebagai siswi paling populer di sekolah tiba tiba menghadangnya. Ia menatap tajam kearah Claire.
“K kita teman.”
Gadis itu mendengus, “Aku sarankan kau menjauh dari Asher. Dia adalah pacarku dan aku tidak suka kau dekat dekat dengannya. Atau kau memang suka merebut pacar orang?”
Claire langsung tersentak, “Maaf, tidak tidak.”
“Awas saja aku lihat kau dan dia bersama lagi. Aku tidak akan membiarkan hidupmu disini tenang.”
Gadis itu berbalik pergi, meninggalkan Claire yang berdiri mematung.
“Hiks..Hiks...”
Claire sesenggukan didalam kamarnya. Ia bingung. Apakah ia sedih karena baru saja dilabrak ataukah karena fakta bahwa Asher sudah mempunyai pacar. Memang dia sadar bahwa tidak ada bagian dari dirinya yang bisa membuat Asher suka padanya. Tapi perlakuan Asher yang mulai hangat membuat dia tanpa sadar menaruh rasa.
Namun rasa yang ia memiliki harus segera dipadamkan.
“Claire, aku dengar—”
Saat itu Asher baru selesai bermain bola basket dan melihat Claire yang berjalan pulang. Ia kemudian mendekat untuk bertanya tentang berita yang ia dapat dari adiknya Claire. Namun Claire tiba tiba berlari dan menghilang dari gerbang.
Asher heran, tapi ia berfikir mungkin Claire memiliki urusan mendadak.
Keesokan harinya, ia sedang mengantri membeli minuman dan melihat figur yang familiar di seberang. Antriannya tersisa 2 orang namun ia berjalan pergi dan menyapa Claire, “Claire.”
Claire menatap Asher terkejut dan berlari pergi. Lagi.
Ada rasa yang tidak bisa dideskripsikan oleh Asher. Dan perasaan itu bukan suatu yang menyenangkan. Alisnya mengkerut.
Ia sedang berdiri dikoridor, menunggu seseorang. Ia sudah bertanya dengan Eli--adik dari Claire-- tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Apakah dia melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan Claire? Padahal dia sudah berusaha untuk...
“Ash!” seorang gadis dengan rambut lurus mengkilau datang dengan ceria. Ia adalah Agnes, gadis yang sama yang mendatangi Claire, tetapi Asher tidak tahu apa apa.
Agnes memegang lengan Asher dan tersenyum manis. Orang orang yang lewat tidak bisa menahan rasa kagum, karena dua orang rupawan berdiri bersama dan terlihat dekat.
Asher melirik tapi tidak mengatakan apa apa, ia mengabaikan Agnes.
Tapi Agnes tidak merasa kecewa, ia berusaha mengajak Asher berbicara. Namun pandangan Asher tidak berpindah ke satu tempat, seakan menunggu mangsanya keluar.
Ketika orang yang dia lihat akhirnya muncul, Asher bergegas pergi. Meninggalkan Agnes yang menggenggam bajunya erat.
“Claire!”
Asher memanggil Claire yang sepertinya sadar dan berjalan cepat, ia tidak bisa berlari karena larangan berlari di koridor tercetak erat dalam benaknya.
Claire berfikir jika ia ke perpustakaan, Asher tidak akan mengganggunya karena dilarang berisik di perpustakaan. Namun tidak semua hal berjalan selaras dengan kemauannya.
“Kenapa kau menjauhiku, apa yang kuperbuat, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?” Asher memojokkan Claire. Ia berbicara dengan jarak dekat dan volume kecil agar tidak menganggu pengunjung lain.
Namun ini membuat Claire gugup, “Itu hanya salah paham.”
“Tatap mataku jika memang ini hanya salah paham.”
Oh, orang bilang Asher pendiam tapi kenapa dia tidak mau berhenti berbicara dan membantunya.
“S sudahlah! Kenapa kau begini! Aku tidak mau menyakiti perasaan pacarmu! Dan jauhi aku!”
Claire sedikit menaikkan suaranya dan ketika ia melihat mata Asher, dia terkejut.
“Pacar...?”
“Claire, selama ini aku hanya menyukai satu orang dan dia belum pernah menyadari perasaanku. Dan kau bilang aku punya pacar?”
Asher bertanya dengan nada tidak percaya. Ia memegang erat bahu Claire. Kata kata Asher malah mengalihkan perhatiannya. Kenapa dia tiba tiba memberi tahu informasi seperti itu...?
“H-huh? Kenapa kau memberitahuku ini.”
Mendengar perkataan Claire, Asher tersenyum pahit, “Kau memang tidak berperasaan ya?”
Asher terdengar lesu dan Claire entah kenapa merasa bersalah. Namun ia tidak mengerti, ia menghargai perasaan pacarnya Asher oleh karena itu dia mencoba untuk tidak menyukai Asher lagi, tapi ternyata...?
“Maaf, aku...akan menenangkan diriku. Aku hanya ingin memberitahu mu bahwa aku hanya menyukai satu orang dan itu bukan orang yang kau anggap pacarku.”
Claire mengigit bibirnya, ketika Asher berbalik pergi ia memanggilnya pelan, “Asher...”
Tapi Asher tidak berhenti.
“Siapa yang dia suka... Tapi jika Asher bilang dia belum punya pacar berarti gadis itu berbohong?”
“Hei, rubah.”
Ia langsung berbalik dan melihat Agnes dengan dua temannya. Agnes tampak ganas dan membuatnya merasa tidak nyaman. Ia hendak berlari namun didepannya ternyata jalan buntu, oh astaga dia sibuk melamun sampai tidak memperhatikan jalan.
“Kan sudah kubilang untuk menjauh dari Asher, tapi memang ya kau seorang rubah licik yang kegatelan.” ucap Agnes dengan dingin. Jika penggemarnya mendengar Agnes saat ini, mungkin mereka akan terkejut. Sangat berbeda dari citra yang ia bangun sebagai "Ketua Klub Dance Yang Baik Hati dan Sepertinya Malaikat”
Dua orang yang disamping Asher bergerak maju dan menahan kedua tangan Claire supaya tidak kabur.
Claire mencoba memberontak tapi tenaganya tidak begitu kuat. Ia takut tetapi ia berusaha untuk tetap tegar, “Kau berbohong. Asher bukan pacarmu kenapa kau berbicara seakan dia milikmu!”
Sejujurnya bahkan Claire sendiri tidak menyangka kata kata itu keluar dari mulutnya. Agnes tampak marah dan menampar Claire.
“Jaga mulutmu! Asher memang milikku dan hampir menjadi pacarku kalau saja kau tidak genit dan merebutnya!” bentak Agnes kasar. Pipi Claire terasa panas akibat tamparan itu.
“Dan bukankah kau dulu bilang kalau Asher dan kau hanya berteman? Sekarang lihatlah, kau jilat ludahmu sendiri, dasar munafik!”
Claire untuk pertama kalinya menjadi berani dan membalas, “Apa urusanmu terhadap perasaanku? Aku dulu tidak menyadari perasaanku kepadanya namun sekarang berbeda. Aku menyukai Asher.”
“J*LANG SIALAN!!!” Agnes berteriak dan maju untuk menjambak rambut Claire.
Namun tiba tiba, “AAAWWWW!!”
Seseorang menarik dan mendorong Agnes hingga ia tersungkur di rerumputan. Dua orang yang menahan Claire ketakutan dan melarikan diri meninggalkan Agnes sendirian.
“Claire...” Asher mendekat dan membelai rambut Claire yang berantakan. Claire yang mencoba untuk tetap kuat, tidak bisa menahan lagi dan akhirnya menangis. Ini sangat memalukan, tetapi Claire tidak bisa menghentikan aliran air di matanya.
“Ahs! Kenapa kau membelanya??? Dia adalah j*lang munafik, jangan tertipu dengan wajah polos nya yang menjijikan itu!” Agnes berteriak histeris kearah Asher. Mereka saat ini berada di bagian paling belakang sekolah dan jarang ada siswa yang melintas. Jika tidak, mungkin orang akan berkerumun.
“Tutup mulutmu. Hanya karena aku diam bukan berarti aku tidak tahu apa yang kau lakukan selama ini. Tapi jika kau terus menganggu Claire, jangan salahkan aku jika aku bersikap kasar. Sekarang pergi dan jangan menampilkan diri di depan kami lagi."
Agnes tampak ingin bersuara tetapi menghadapi tatapan tajam dan mengerikan dari Asher ia mengigit bibirnya dan berlari pergi.
“Claire... Maaf aku sudah berlari secepat mungkin... Apa yang mereka lakukan kepadamu.”
Asher tidak bohong, salah satu temannya tanpa sengaja melihat Agnes dan dua temannya pergi menuju bagian belakang yang sepi orang, alangkah terkejutnya ketika melihat Claire yang ia kenal sebagai orang terdekat Asher. Merasa tidak enak, temannya bergegas memberitahu ini kepada Asher dan ia langsung menghilang.
“Heugh... t tidak... A aku t tidak heugh.” Claire mencoba berbicara namun ia tidak bisa.
Sedetik kemudian, Asher langsung mendekap Claire kedalam pelukannya. Ia mengusap rambut Claire dengan lembut dan berkata, “Tidak apa apa, aku ada disini. Kau tidak perlu takut.”
Claire merasakan kehangatan dan akhirnya mendapatkan ketenangan. Ketika ia sudah berhenti sesenggukan, ia duduk dengan tangannya yang dielus Asher.
“Jadi karena dia berkata dia adalah pacarku kau jadi menjauhiku?” Asher bertanya. Claire mengangguk.
Helaan nafas terdengar dari samping Claire, “Kau sudah bersamaku selama ini, bukankah seharusnya kau sudah tahu tentangku?”
“Tapi...kita jarang berbicara.”
“Claire meskipun kita jarang bicara, aku tahu segalanya tentangmu. Tetapi aku takut untuk mendekatimu karena aku tidak mau kau merasa risih dan akhirnya menjauh. Namun, aku baru sadar bahwa aku tidak akan pernah bisa dekat denganmu jika aku tidak memulainya... Claire, aku menyukaimu.”
Claire menatap wajah Asher terkejut, “T tapi kau bilang kau mempunyai orang yang kau—”
“Itu adalah kamu. Orang yang kusukai selama ini adalah kamu, Claire. Perasaan ini sudah lama kupendam entah berapa lama. Kau tidak tahu betapa terkejutnya aku ketika kau mengatakan kalau kau suka diriku.”
“Kau mendengarnya?!” Claire terkejut dan merona malu.
Asher akan langsung maju dan mendorong Agnes langsung jika saja ia tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Claire dari kejauhan.
“....aku menyukai Asher.”
Jantungnya seperti berhenti berdetak, namun ketika Agnes bertingkah gila ia langsung berfungsi normal kembali. Namun ia senang, Claire juga merasakan hal yang sama akhirnya.
“K kenapa kau bisa menyukaiku, Asher? Aku pengecut, pecundang, tidak punya tem—”
Asher langsung menutup bibir Claire dengan jarinya. Ia berkata dengan serius, “Kupu kupu memang tidak bisa melihat sayapnya sendiri. Meskipun kau bilang begitu namun setiap aku memperhatikanmu kau tampak menarik, kau penuh dengan ketenangan dan tanpa sadar aku sudah menaruh rasa suka. Mungkin terdengar konyol tapi aku serius.”
“Tidak konyol sama sekali, kok.” Claire dengan wajah semerah tomatnya tersenyum manis kearah Asher.
Asher yang melihat ini ikut tersenyum. Senyuman yang langka dari seseorang dengan nama panggilan “Pangeran Kutub Utara".
Mungkin Asher memang Pangeran Kutub Utara namun Claire berhasil mencairkan kerajaannya. Menumbuhkan musim semi didalam hidupnya, memberikan banyak bunga cinta bermekaran dan berbau kerinduan.
Asher dan Claire bergandengan tangan ketika hendak kembali. Claire mendongak dan bertanya, “Eli pernah bertanya apakah aku dan kau dekat. Tapi aku menjawab tidak, jika dia tahu kita berpacaran, bukankah dia akan menyebutku pembohong?”
Dengungan terdengar di bibir Asher saat dia berfikir, “Hmm... Jadi kau tidak diberitahu ya? Adikmu memang benar benar setia kawan dan orang yang jujur.”
Claire memiringkan kepalanya tidak mengerti, “Huh?”
“Selama ini, aku mencoba mendekatimu dari adikmu. Itulah kenapa kita dekat. Namun saat ia tahu kalau aku ada niat terselubung untuk mendekatimu, dia jadi berbeda. Mungkin dia mencoba untuk melindungi kakaknya. Tapi dia belum cukup kuat untuk melindungi mu, jadi biar aku yang mengambil tanggung jawab itu :)”
Asher tersenyum dan Claire tertawa kecil. Ia tidak akan pernah mengira teman masa kecilnya ternyata menyukainya. Dan ketika ia kira dia tidak ada harapan untuk bersama, Asher terus berharap sejak lama.
Hatinya menghangat. Bisa bersama dengan Asher merupakan anugerah baginya.