Aku memandang Ethan dengan sorot meminta maaf. "Maafkan aku, Jessi meminta aku menemaninya memilih gaun pengantin."
Seketika wajah Ethan berbinar bahagia. "Benarkah? Pergilah kalau begitu."
Aku menganggukkan kepala, lalu melambai pada Ethan. Segera setelah menaiki taksi, aku memikirkan pertemuan tidak biasa dengan Ethan lebih kurang beberapa tahun yang lalu. Ethan sangat sibuk, hanya bisa mengunjungiku di saat-saat tertentu bila ia punya kesempatan. Aku menyukai Ethan, ia pria yang baik, pertemuanku dengannya membuatku akhirnya bertemu dengan Jessi. Seorang gadis yang akhirnya menjadi sahabat dekatku.
Ketika hubunganku dan Ethan semakin dekat, Ethan menganjurkan agar aku pindah dari flat kecil tempatku tinggal dengan alasan ia meragukan keamanannya. Ia memberikan sebuah alamat dan aku menurutinya. Di sanalah aku akhirnya bertemu dengan Jessi. Seorang gadis yatim piatu yang sangat tertutup dan kurang bersosialisasi. Kamar Jessi bersebelahan dengan kamarku.
Sedikit demi sedikit, aku yang mempunyai sedikit keahlian dan pendidikan psikologi akhirnya bisa mendekati Jessi. Gadis itu akhirnya mau melanjutkan pendidikannya yang hanya tinggal semester akhir, lalu Jessi juga mulai bersosialisasi, tentu saja dengan dukungan dariku yang telah menjadi sahabat dekatnya.
Setelah lulus, Jessi akhirnya percaya diri untuk mencari pekerjaan, awalnya ia ketakutan dan kesulitan menyesuaikan diri. Namun Tuhan yang Maha baik akhirnya mempertemukannya dengan Dave.
Sekarang Jessi akan menikah dengan Dave. Aku ikut gembira. Aku tahu hidup Jessi tidak mudah. Setelah ayah dan ibunya meninggal, Jessi hanya punya seorang kakak yang mendukungnya, lalu kakaknya tersebut juga menghilang. Jessi terpaksa hidup sendiri, sifatnya yang tertutup membuatnya makin jauh dengan orang-orang.
**********
"Kau sangat tampan, Ethan." Aku memuji Ethan yang mengenakan tuxedo lengkap. Senyumnya yang teduh terukir di bibir setelah mendengar pujianku.
"Akhirnya kau mau aku kenalkan dengan pasangan berbahagia ini. Jessi dan Dave sangat ingin bertemu denganmu. Kau sibuk sekali, aku tidak pernah bisa mengenalkanmu pada mereka berdua.
Kami melangkah sepanjang lorong menuju ruang tunggu dan istirahat yang digunakan sebagai tempat pengantin yang baru saja menikah itu. Tiba di depan pintu ruang pengantin, aku mengetuk pintu.
"Jessi, ini aku, Amber. Boleh aku masuk?"
"Tentu. Masuklah Amber!" teriak Jessi dengan nada gembira.
Pintu kudorong sampai terbuka. Aku melangkah masuk dengan senyum lebar. "Selamat, Sayangku. Aku turut bahagia."
Dave yang berdiri tak jauh dari tempat duduk Jessi tersenyum dan membalas ucapanku berbarengan dengan Jessi.
"Terimakasih, Amber."
"Dimana Ethan? Kau sudah berjanji akan datang bersamanya," ucap Jessi.
Aku segera berbalik sambil tersenyum. Ethan ternyata masih berdiri di lorong. Dari pintu yang terbuka, aku melihat Ethan tersenyum ke arah Jessi.
"Kenalkan ... dia Ethan," ujarku. Aku sedikit bergeser agar Jessi dan Dave bisa melihat Ethan dengan jelas.
Seketika mata Jessi kulihat terbelalak lebar.
"Daniel ...," desis Jessi dengan nada serak. Penerangan di lorong tiba-tiba menjadi redup. Beberapa lampu padam tiba-tiba, menyisakan hanya cahaya temaram yang menyinari sosok Ethan.
"Ethan? Kemarilah ...," ajakku. Kebingungan karena pria itu tidak juga bergerak dari tempatnya berdiri.
"Daniel ...," desis Jessi sekali lagi. Kali ini air mata sudah mengalir deras di pipinya yang putih.
"Aku memenuhi janjiku, Jess ... aku selalu melihatmu, tidak pernah bisa pergi sebelum kau berbahagia ... Sekarang relakan aku Jess ... agar aku bisa pergi ... relakan aku ...," Suara teduh Ethan terdengar aneh di telingaku.
"Dave ... titip Jessi, Dave ... buatlah Jessiku selalu bahagia," ucap Ethan dengan mata terarah pada Dave.
Lalu Jessi mencoba bangkit dengan kaki yang gemetar. Ethan mundur satu langkah melihat Jessi bergerak.
"Tetap jadilah dirimu seperti yang sekarang Jess ... kau yang seperti ini membuatku bahagia. Kau yang dulu membuatku tidak bisa meninggalkanmu ...."
Terakhir, mata Ethan beralih padaku, senyumnya terkembang amat manis.
"Amber ... terimakasih atas apa yang telah kau lakukan. Maafkan aku ... aku tidak bisa tinggal lebih lama ... kau akan menemukan seseorang yang akan mencintaimu Amber ... teruslah menjadi pribadi yang baik hati seperti ini,"
"Tidak ... Daniel ... jangan pergi ...." Jessi kembali berbisik ketika melihat Ethan kembali mundur.
"Kali ini penuhi permintaanku Adikku ... berbahagialah ... agar aku bisa pergi ...."
Senyum Ethan terus terkembang sambil menatap sosok kami bertiga di dalam ruangan. Lalu perlahan sosoknya memudar, aku terbelalak lebar dengan jantung tiba-tiba bertalu melihat sosoknya yang seperti akan menghilang.
"Ethan!" Aku memanggilnya dengan suara keras, lalu berlari keluar, ingin menangkap sosoknya.
"Daniel!" jerit Jessi sambil tersungkur, terduduk di atas lantai ruangan. Dave segera menangkapnya dan membisikkan kata-kata agar ia tenang.
Aku berdiri dengan lutut yang lemas, tanganku yang terulur gemetar hebat. Sosok Ethan sudah hilang sepenuhnya.
Perlahan aku berbalik. "Jessi ... katakan padaku ... kenapa kau memanggilnya Daniel."
"Oh, Amber ... Daniel kakakku. Daniel Ethan Dawson. Kakakku yang dulu pernah kuceritakan telah menghilang. Daniel pernah berjanji ... tidak akan pergi sebelum aku berbahagia, dia berjanji akan terus menjagaku ... tapi dia pergi, tanpa kata apapun ... membuatku depresi dan mengurung diri, itu sebelum kau datang Amber ... kau membuatku akhirnya mampu melanjutkan hidup ..." Jessi terisak-isak hebat.
"Aku melakukan penyelidikan setelah mendengar cerita Jessi tentang kakaknya. Kami menemukan kenyataan bahwa Ethan sudah meninggal karena tenggelam. Ia baru sebulan bekerja di perusahaan perkapalan dan berlayar, jenazahnya tidak pernah ditemukan. Perusahaan tidak bisa menelusuri keberadaan keluarganya. Jadi mereka tidak bisa memberitahu Jessi," jelas Dave sambil menelan ludah.
Kini air mataku sendiri sudah turun deras mengalir di pipi. "Ethan yang membuatku bertemu denganmu Jess ... ia ... ia berusaha menempati janjinya ... Sekarang kau sudah bahagia ... dia ... benar-benar pergi ...."
Aku memejamkan mata, kedua tanganku terkepal erat.
"Daniel Ethan Dawson ... bagaimana denganku ... kini kau meninggalkanku ...," bisikku pedih.
TAMAT