Namaku Shizu Hazuka, aku menyukai musik classic dan ikut ekskul musik ketika masuk ke sekolah menengah.
Sebenarnya aku ingin saat itu masuk ke sekolah khusus musik, tapi karena aku merasa tidak nyaman dengan teman ku yang memaksa ku ke sekolah ini.
Bukannya sekolah ini tidak bagus, hanya saja sekolah ini lebih fokus untuk membina siswa untuk unggul dalam olahraga atletik, jadi pikir ku tidak cocok bagi ku.
Sebelum....
"Beasiswa Universitas Khusus Music"
Pamflet di papan penggumunan sekolah tersebut membuat harapan ku kembali tumbuh, itu disaat aku mengginjak tahun ketiga ku di sekolah menenggah.
Seketika aku mulai berlatih keras di ruangan club ku, bahkan ketika semua telah meninggalkan sekolah aku akan menjadi orang terakhir yang bertahan disana untuk tetap melatih bermusik ku.
Dan mungkin pihak sekolah juga sadar dengan kerja keras dan membiarkannya.
Semua berjalan lancar ketika....
Sama seperti hari biasanya aku menyempatkan diri untuk berlatih di ruangan club, dan itu hingga sore hari.
Ketika ku kira hanya tersisa aku sendiri di sekolah itu, disaat aku menyelesaikan satu musik yang aku mainkan, aku dibuat terkejut dengan suara seseorang yang muncul.
"Sangat menghayati, menuangkan semuanya kedalam memainkan terompetnya."
Dia seorang laki-laki, tampaknya dia cukup cuek dari nada bucara, tapi aku mengerti apa yang di coba dia ucapkan.
Aku pertama kali melihatnya di sekolahan ini, mungkin dia merupakan siswa pindahan karena umur kami tidak terlihat berbeda.
".... Terima Kasih."
Aku menggacau, sikap ku yang pemalu menggambil alih tindakan ku, kesan pertama ku padanya pasti cukup buruk.
"Hazuka apa kamu sudah selesai-."
"Maaf saya ingin tahu siapakah anda dan ada perlu apa ya datang kesini."
Ah, Rika tunggu ini hanya salah paham saja, kamu tidak perlu semarah itu padanya.
Kenapa aku tidak dapat untuk menggucapkannya, bicara, bicara, bicaralah‼
"Rika tidak-"
"Meminta kunci ruang olahraga, sudah mendapat izin."
Eh? Oh jadi dia datang kesini karena mencari kunci ruang olahraga.'
aku sedikit kecewa jadi dengan tergesa-gesa memberikan kunci padanya.
Dia hanya menudukkan pelan kepalanya dan berbalik untuk pergi menjauh, tapi sebelum menghilang dari sana sempat dia menggucapkan kata pada kami.... Atau tepatnya pada ku.
"Beranilah."
Aku sedikit bingung dengan kata-katanya pada awalnya, tapi aku kemudian tersentak karena terkejut sebab kenangan lama ku kembali menggisi kepala ku.
Bukankah dia adalah anak waktu itu.'
Seketika jatung ku berdetak kencang, dan perasaan hangat menyelimuti tubuh ku.