Pagi yang tidak disapa silaunya alam, melainkan disapa oleh rintikan air beserta sedikit musik dari langit, membuka hari Senin dengan indah. Tentunya saja indah bagi para siswa, termasuk Laila yang berusia 15 tahun dan sekarang sedang beradaptasi dengan lingkungan, sekolah, teman dan suasana baru.
Laila dengan bersemangat mendatangi sekolah dengan impiannya yang rahasia. Namun, saat sampai di sekolah dia terkejut melihat potongan rambut temannya yang tidak jelas. Tidak cukup sampai di situ, banyak temannya yang memasang foto artis Korea ataupun Jepang di buku maupun handphone mereka. Tapi Laila mengganggap itu hal yang biasa karena itu sedang menjadi trend di kalangan anak muda sekarang.
Jarum jam terus bergerak, detik demi detik terlewati, pukul 06.45, seorang teman Laila bernama Puan menghampiri Laila dan berkata, “Hei! Elu Laila kan? Why your rambut diikat seperti ini? It’s bad! Kayak geng gue dong diurai.” Ucapan Puan yang ketus dan tatapannya yang tajam tidak dipermasalahkan Laila, namun yang menjadi permasalahnnya itu adalah gaya bicara Puan yang terkesan aneh. Baru saja Laila ingin mengkritik, lonceng tanda masuk sudah berbunyi. Sontak semua siswa langsung menempati tempat masing-masing. Hari ini pelajaran pembukanya merupakan bahasa Indonesia, dengan guru bernama Pak Bambang.
Awalnya pembelajaran berlangsung normal, tapi tiba-tiba terjadi hal mengejutkan, “Kenapa kalian kebanyakan memakai bahasa tidak baku itu? Gue-lu-lo. Jelaskan secara logis!” sontak ucapan Pak Bambang membuat sebagian batang hidung menciut. “Terserah kami la pak, biar gaul gitu loh,” jawab teman Puan yang bernama Khanti sambil menghentakkan kaki. Suasana seketika mencekam. “Jangan sampai kami masuk BK hanya karena ketidaksopanan geng Puan itu,” hati Laila berbisik, sedangkan pikirannya membayangkan emosi Pak Bambang yang sepertinya akan menggebu-gebu. Ternyata Laila salah, meskipun tampangnya yang dingin, itu tidak berarti perlakuannya juga sama. Pak Bambang justru membuat hal ini menjadi menarik.
Bagaimana kami bisa tahu? Ternyata keesokan harinya, Bu Cahya selaku guru bahasa Inggris mengadakan uji kemampuan, baik dalam berbicara maupun menulis. Tentunya bagi Puan dan temannya itu perkara yang mudah, bahkan dia dengan percaya diri bersorak, “Halah, ini mah cemen Ma’am, Gue sambil ngupil juga bisa ngerjain. Elo mana bisa Laila, kan elo sukanya bahasa Indonesia itu. Ga gaul lo! Mana zaman make Indo Indo gitu, cih.” Dengan sikap meremehkan itu membuat Bu Cahya tersenyum kaku dan Laila hanya bisa mengehela nafas. Laila juga menyadari itu kebiasaannya, bahkan di grup Whatsaapp dia juga selalu menggunakan bahasa Indonesia.
Apa yang diucapkan Puan ternyata bukan sekedar kata semata. Dia dapat menyelesaikan hanya dalam waktu 5 menit dengan predikat A+. Sudah tidak diragukan lagi, Puan akan menyombongkan dirinya di segala sisi sekolah. Kalian tahu apa respon penghuni sekolah? Tentunya mereka langsung memuji pencapaian Puan tersebut. Ternyata semua sosial media Puan juga berisi tulisan bahasa asing. Seketika minggu itu nama “geng Puan” menjadi naik daun, sampai-sampai tiada seorang pun yang mengosipkan artis lagi.
Dua minggu setelahnya, kejayaan itu tak bertahan lama akibat terpaan edukasi dari Pak Bambang. Semua murid dikumpulkan secara tiba-tiba dan diberikan pencerahan mengenai topik yang sedang booming.
“Selamat pagi semua, terima kasih telah bersedia berkumpul disini. Saat ini saya ingin meluruskan permasalahan yang sedang transparan dimana-mana. Sebelumnya, apakah disini kalian sudah merasa memiliki sikap cinta tanah air?” “Tentu sudah donk pak,” jawab semua murid dengan serentak. Tak lupa kepercayaan dirinya yang masih terisi penuh. “Baiklah, jawaban yang menggantung seperti cinta kalian terhadap dia,” lawakan Pak Bambang diikuti sorakan siswa. “Asiks, soal cinta-cintaan nih. Gue jadi kangen ama bebeb gue,” ucap seseorang yang terkesan lebay. “Menurut kalian seperti apa penerapan sikap tersebut?” Semua siswa terheran-heran, karena bagi mereka itu pertanyaan bodoh. Dengan anggun mereka berteriak, “Memakai batik dan produk dalam negeri.” Kali ini giliran Pak Bambang yang tertawa terbahak-bahak. Tentu saja hal itu membuat para siswa kebingungan. Apakah jawaban mereka salah?
“Jawaban kalian seperti pemikiran anak SD! Ucapan tak sesuai dengan gaya kalian yang dianggap dewasa dan keren itu. Apa yang kalian banggakan?” seketika suasana menjadi canggung, seakan-akan Pak Bambang dapat membaca pikiran mereka. “Cinta tanah air tidak harus mengenai pakaian para anak-anakku sekalian. Cara kalian menerapkan bahasa Indonesia dengan prosedur yang tepat juga termasuk.” Bu cahya yang tadi hanya memperhatikan mulai mencairkan suasana. “Huh, berterima kasihlah kepada Bu Cahya kalian ini. Apa yang dia sampaikan tadi benar kawan-kawanku. Anggap saja kita sebagai teman agar kita bisa membicarakan ini dengan kepala dingin.” “Maksudnya bagaimana pak?” sahut seseorang bertubuh kerdil.
“Jadi begini nak, mulai sekarang bukalah pandangan kalian tidak hanya dari satu definisi saja. Cinta kepada negeri kita bisa ditunjukkan dari hal sederhana, seperti yang disampaikan Bu Cahya tadi. Saya tidak menyalahkan kalian pintar menggunakan bahasa asing, tapi jadikan itu sebagai pelengkap. Guru disini melihat banyak siswa yang pandai bahasa asing, justru bahasa negeri sendiri menjadi kebalikannya. Bukan hanya itu, penampilan kalian yang seperti turis, serta idola, hobi yang siapa itu, apakah itu disebut definisi sikap yang gaul? Memangnya apa sanksi yang didapat jika tidak gaul? Tadi kalian juga berkata memakai produk dalam negeri, apakah itu yang kalian terapkan? Silakan jika kalian merasa tersindir atau bahkan membenci saya sehingga bertambah tidak menyukai pelajaran yang saya ajarkan karena itu tidak gaul, bukankah begitu? Sekali lagi saya tegaskan, disini saya tidak melarang. Itu hidup dan urusan Anda.”
Semua siswa terdiam dan tertunduk, apalagi Puan. Bagaimana dengan Laila? Apakah dia merasa bangga? Sepertinya dia merasa akan semakin dijauhi teman sekelasnya.
Cerpen Karangan: Cindy Joselyn Blog / Facebook: Cindyjoselyn Haii!! Perkenalkan nama saya Cindy Joselyn Lim, seorang ank muda pecinta seni, akting, sains, teknologi, film, dan travelling. Saya berasal dari SMAN 1 Belinyu, Bangka Belitung.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 15 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com