Pagi ini Rania melangkahkan kakinya menuju halte bus. Rania terbiasa berangkat ke sekolah dengan menaiki bus. Kali ini, dia berangkat lebih pagi. Karena sudah terbiasa sendirian, Rania juga tidak membutuhkan seorang teman untuk berangkat ke sekolah. Rania merupakan siswi kelas 8, Rania memiliki sifat pendiam. Jadi tidak heran, jika dia hanya terbiasa menyendiri dan tidak bergaul dengan teman-teman lainnya.
Rania lebih suka membaca buku dibanding bergaul dengan teman-teman. Yang dia pikirkan, bergaul dengan banyak orang itu melelahkan, dan membuang banyak tenaga. Maka dari itu, setiap dia pergi ke sekolah seringkali dia membawa sebuah novel kesukaannya untuk menghilangkan rasa bosan di waktu istirahat kelas, dibandingkan harus bermain bersama teman lainnya.
Sebenarnya, satu hal yang membuat Rania tidak mau bergaul dengan teman-teman lain itu bukan hanya karena dia memiliki sifat yang pendiam. Tetapi, karena rasa takut yang masih dia miliki. Dulu, Rania sering menjadi bahan bully-an teman-temannya. Dulu, Rania hanya bisa diam ketika diperlakukan tidak pantas oleh teman-temannya, tidak berani melawan. Tetapi justru membuat dia semakin diinjak-injak oleh temannya. Hal itu yang membuat Rania takut bergaul dengan teman-teman, takut kejadian pembullyan itu terulang kembali.
Rania duduk di salah satu jajaran bangku halte bus untuk menunggu bus datang. Belum ada seorang pun selain dia di halte itu, tetapi justru Rania menyukai keadaan seperti ini. Sepi, tidak banyak orang, tidak berisik. Sembari menunggu bus datang, Rania hanya duduk terdiam. Kali ini dia tidak membaca novel kesukaannya, dan lebih memilih untuk memperhatikan jalanan sambil melamun. Netranya tak berhenti memandangi jalanan yang masih terlihat sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat.
Tidak membutuhkan waktu lama, orang-orang mulai berdatangan ke halte bus. Dari beberapa orang, mempunyai tujuan yang berbeda dalam menaiki bus. Ada yang hendak berbelanja, berangkat kerja, berangkat sekolah, dan lain-lain. Ternyata sampai saat ini kendaraan umum juga masih diminati banyak orang. Bus datang pada waktu yang ditentukan, Rania pun bergegas masuk ke dalam bus. Kali ini dia melanjutkan aktivitas melamun, yang sedari tadi dia lakukan sejak berada di halte bus.
Bus sampai di halte berikutnya, di halte itulah Rania turun. Hanya butuh berjalan kaki dari halte bus menuju ke sekolah Rania. Sudah banyak siswa-siswi lain yang berdatangan ke sekolah, tentunya mereka juga bersama teman masing-masing. Tetapi tidak dengan Rania, hanya dia yang sendirian. Karena sudah biasa, itu bukan hal yang buruk bagi Rania.
Sebelum bel masuk berbunyi, Rania memilih duduk di tepi lapangan. Duduk di antara jajaran kursi di tepi lapangan, dia hanya ingin memandangi lapangan sebentar. Sialnya, hal ini terjadi lagi. Kali ini bukan Rania yang mengalaminya, tetapi adik kelasnya. Murid itu, dibully oleh sekelompok kawanan yang dulunya mereka juga membully Rania. Melihat hal itu tentu saja Rania tidak bisa hanya diam, karena dia tahu bagaimana rasanya ditindas. Dia berusaha untuk menolong meskipun dirinya sendiri juga takut, tetapi Rania tetap mencoba menolong murid itu.
“Dasar culun, nggak pantes sekolah di sini, hahahahaha” kawanan itu terus memaki-maki. Sesekali melemparkan tas milik murid itu, sehingga kondisi buku yang ada di dalam tas pun menjadi rusak dan beberapa buku di jatuh berserakan di lantai.
“HEI, KALIAN! Tidak sepantasnya kalian berperilaku seperti ini terhadap orang lain!” tegas Rania. “Apaan sih, datang-datang kok marah-marah. Ayo lah kita pergi aja” ucap salah satu dari mereka. Rania merasa lega karena mereka tidak menyerang lagi, justru mereka hanya memilih untuk pergi.
Rania membantu memunguti buku milik murid itu yang telah berserakan di lantai. “Terima kasih sudah menolongku” murid itu berterimakasih. “Iya, sama-sama. Maaf ya, aku datang di waktu yang kurang tepat, jadi tidak bisa menolongmu dari awal.” Rania merasa bersalah. “Tidak apa-apa, aku malah bersyukur ada yang menolongku” Rania hanya tersenyum.
“Namamu siapa?” tanya Rania. “Namaku Nora, kalau kamu?” jawab Nora. “Namaku Rania” Rania kembali menjawab disertai senyuman. “Eh, kalo begitu lebih baik kamu cepat-cepat pergi ke kelas” pinta Rania. “Iya. Sekali lagi, terima kasih, Rania!”
Setelah kejadian itu, Rania berniat untuk melaporkan ini kepada Guru BK. Karena takut kejadian ini akan terulang kembali, Rania memutuskan untuk melapor ke Guru BK. Tetapi bel masuk sudah berbunyi, Rania segera masuk ke kelas dan melaporkan kejadian ini pada saat waktu istirahat.
Bel istirahat akhirnya berbunyi, Rania memutuskan untuk pergi ke Ruang BK dan segera melaporkan kejadian pembullyan itu. Di Ruang BK, Rania menemui pak Jamal yang merupakan Guru BK. Rania menceritakan semua kejadian dengan jujur. Tanpa ada kalimat yang dia lebih-lebihkan. Pak Jamal juga merespon laporan Rania dengan baik.
Setelah melaporkan kejadian pembullyan itu kepada Guru BK, Rania merasa lega. Dia harap kasus pembullyan ini segera hilang dari sekolah, karena tindakan ini memberikan dampak yang besar bagi korban. Pembullyan juga merupakan hal yang tidak diinginkan bagi korban.
Keesokan harinya… Kawanan pembully itu dipanggil ke Ruang BK untuk mendapatkan bimbingan. Dengan adanya pembullyan di sekolah memang merugikan korban, dan bisa membuat trauma. Teman-teman pembully Rania itu dibimbing dengan sebenar-benarnya agar tidak mengulangi perbuatan bullying.
Beberapa hari kemudian… Kawanan pembully itu, kini sudah tidak lagi membully siswi lain. Kini mereka telah menyadari bahwa bullying adalah tindak yang salah. Rania juga merasa senang, karena teman-temannya yang dulunya selalu membully dia. Kini menjadi lebih baik, Rania berharap semoga tidak ada lagi kasus bullying di Sekolah untuk ke depannya.
Cerpen Karangan: Veena
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 3 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com