Kala itu bus sedang berhenti di dekat pintu masuk. Dari tempat duduk aku melihat dua orang yang sedang berjalan menuju bus yang aku naiki. Mereka terdiri dari seorang bapak paruh baya berbadan pendek dan seorang perempuan berbadan lebih tinggi yang boleh jadi itu adalah istrinya. Kukira mereka akan menuju bus lain. Rupanya mereka berjalan menuju bus yang aku naiki. Dengan kata lain, tujuan aku dan mereka sama. Yakni ke Kediri. Sang Bapak pada mulanya menginjakkan kaki terlebih dahulu ke dalam bus. Kemudian diikuti oleh si perempuan dari belakang bapak berkaos hitam dengan tato di pergelangan tangannya itu.
Aku yang kala itu sedang memakan kue, seketika terdiam dan membiarkan kue di mulutku tidak terkunyah. Si perempuan itu membuatku gagal fokus. Aku berpikir beruntung sekali bapak itu. Meski tidak terlalu tampan, pendek dan metal, namun bisa memiliki istri yang cantik. Sial dia tidak duduk sejajar dengan kursiku, dia malah duduk di belakangku. Itu membuatku sulit untuk melakukan curi pandang.
Dalam perjalanan, aku merasakan hembusan angin yang berkeliling di ruangan bus. Pemandangan asri yang nampak dari jalanan bebas hambatan sedap dipandang mata. Ibu dan adikku sedang pulas-pulasnya tertidur. Aku sebenarnya ingin tidur juga. Namun karena memikirkan perempuan yang bersama bapak tadi, aku jadi susah tidur.
Hingga dua jam perjalanan ditempuh, beberapa orang turun dari bus. Sang bapak dan perempuan tadi menjadi berpindah tempat. Perempuan itu berjalan disampingku mengikuti sang bapak. Tidak, aku semakin yakin perempuan itu bukanlah istrinya. Penampilannya cantik dan modis seperti anak milenial. Karet pelindung ponselnya pun berwarna merah jambu, dengan pernak pernik yang imut-imut. Apa mungkin itu anaknya?
Dugaan sementaraku itu adalah anaknya. Karena dia nampak mulus dibanding ibu-ibu pada umumnya. Ibuku saja sudah mulai kusut mendekati kepala lima. Badannya juga masih bagus seperti selebgram yang kerap muncul di beranda medsosku. Hitam rambutnya juga legam sekali melebihi hitamnya kulitku. Terlebih lagi, aku dengannya memakai baju dengan warna yang sama, merah hati. Sayangnya aku kala itu sedang memakai jaket. Jadi disaat dia turun barulah aku menyadari.
Dia turun di Perempatan Bandar, Kediri. Hatiku seakan-akan mengucap “dadah” kepadanya. Dia berjalan di belakang bapaknya. Dia tak membawa apapun. Bapaknya yang membawa muatan. Sang bapak pastinya tahu anak secantik dia tak boleh membawa beban yang berat-berat. Apalagi didekati pria yang masih “beban” sepertiku ini. Tidak tampang, tidak gaji, sama pas-pasannya. Hatiku lantas menjerit kembali, semoga aku bisa bertemu dengannya lagi di tempat yang sama. Atau kalau tidak begitu, bertemu dengan perempuan yang serupa dengannya, dimanapun itu.
Cerpen Karangan: M. Falih Winardi Blog / Facebook: Falih Winardi
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 3 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com