“Selamat datang, selamat datang!” Suara boneka kucing cina yang baru saja dibeli Mama berbunyi riang. Boneka kucing cina ini berbeda dari yang lain karena dapat mengeluarkan suara. Mama menaruhnya di depan rumah, agar setiap ada orang yang lewat di depannya maka boneka tersebut akan menyambutnya dengan ramah. Panggil saja boneka itu Niko Huh, lagi-lagi adikku dan segerombolan teman-temannya datang ke rumah.
Aku mengunci pintu kamarku dengan rapat dan menjatuhkan tubuh ke kasur, Membuat boneka-bonekaku jatuh berhamburan. Ku menyalakan ponsel. Beberapa detik kemudian mematikannya kembali. Bosan. Tidak ada apa-apa. Tidak ada pesan, dan juga lebih tepatnya aku tidak punya seseorang lagi.
Sebegitu sepinya kah hidupku? Tidak ada yang peduli, tidak ada yang ingin berteman. Menjalani hari-hari sendirian, sunyi. Berbeda 360° dengan adikku yang teman-temannya sudah sebanyak 1 kampung. Sejujurnya, aku sangat iri.
Sore hari tiba. Teman-teman adikku akhirnya pulang. Aku bisa bergerak bebas memutari rumah. Lebay kedengarannya, tapi ini sangat lega setelah hampir setengah hari berdiam ke kamar. Aku termasuk orang yang sulit berinteraksi dan tidak menyukai manusia asing. Oleh sebab itu, orang orang tidak mau mendekatiku.
Aku bengong melihati suasana rumah. Sepi. Mama bekerja dan baru pulang malam hari. Adikku ikut menginap ke rumah temannya padahal baru saja dia berkumpul segerombolan. Dia memang tidak pernah puas. Akhirnya aku sendiri di rumah.
Aku memutuskan untuk duduk di depan rumah bersama Niko si boneka kucing. Tapi, boneka itu tidak berbunyi dan bergerak sama sekali. Padahal aku berada persis di depannya. Bahkan sebuah boneka tidak menganggapku ada disini?
Aku duduk di kursi persis di samping Niko. Angin berhembus kencang membuat suasana sejuk. Bunyi dedaunan membuat suasana tenang. Masih terlalu awal untuk menikmati senja. Aku menyenderkan tubuhku dan memejamkan mata. Berbagai hal aku renungkan, pikiranku sudah melayang kemana mana.
Seseorang tiba-tiba memegang pundakku. Aku terpental kaget. Mataku terbelalak ketika melihat gadis berambut coklat pirang berdiri di dekatku. “Ka-kamu siapa?” “hehehe, hai. Aku-” “Kamu masuk lewat mana hah?” “hei tenanglah, aku hanya-” “Oh kamu mau mencuri ya? Dasar Pencuri Bodoh!” Aku hendak mengambil sepatu mama yang sudah jebol dan kulempar padanya. Tapi tiba-tiba ia duduk dengan santai dan tersenyum. Wajah tanpa dosanya terlihat menyebalkan.
“Diam dulu. Aku hanya ingin berteman,” Mendengar kata berteman, mataku membulat. Itu kata yang tidak pernah orang lain ucapkan padaku. Dengan terpaksa, aku menurunkan tanganku yang awalnya sudah siap melempar sepatu.
“Aku Nardaa. Aku hanya anak berusia 13 tahun. Aku hanya berjalan-jalan dan melihat rumahmu sangat indah. Dan ku tak tahu, ku masuk lewat pagar yang terbuka lebar disana. Ya ya sudah, aku melihatmu disini sambil duduk terbengong bengong bersama boneka aneh ini. Oh iya, satu lagi. Aku bukan seorang pencuri. Dan aku tidak bodoh! aku ranking 2 di kelas! Kalau kau tidak percaya…,”
Anak aneh ini cerewet. Dengan sekali tarikan nafas ia menjelaskan panjang kali lebar padaku. Aku yang mendengar hanya mengerutkan dahi. “Apa kau mau jalan-jalan bersamaku?” Ajaknya. Aku mengangguk pelan. Tanganku ditarik padanya dengan lincah. Kami sudah berada di luar rumah.
Narda membawaku berjalan-jalan di pinggir gedung gedung tinggi. Aku sering melewati ini rasanya biasa saja, tapi entah kenapa di sore ini aku merasa senang. Tanganku digandeng erat oleh Narda. Wajahnya yang awalnya menyebalkan sekarang terlihat manis.
Sisa-sisa petang kami habiskan berdua. Narda mentraktir aku dan kami makan bersama di taman kota. Narda bercerita banyak hal. Aku mendengarnya. Narda mengajakku ke perpustakaan tapi ia bosan. Akhirnya kami hanya menghabiskan waktu di atap rumah sambil menikmati matahari terbenam.
“Namaku Shania,” Aku menyodorkan tangan kananku hendak bersalaman. Itu kalimat pertamaku setelah aku menuduhnya pencuri di awal. Sepanjang jalan-jalan bersamanya, aku hanya terdiam sambil mendengarkannya bercerita. Ia tersenyum lebar dan tertawa “Dasar telat!” “Uhm..,” Aku berpikir sejenak. “Kamu mau jadi temanku?” “Hey, bahkan aku sudah menganggapmu dari kau memanggilku pencuri bodoh!” Kami berdua tertawa. Angin sepoi sepoi menerpa kami. Sungguh, ini sangat menyenangkan.
“Sha,” Narda memanggilku. Aku menoleh. “Terima kasih untuk hari ini ya!” Aku hanya mengangguk. “Oh iya dan ingat. Kesendirian mungkin bisa memberimu kekuatan untuk menjalani hidup. Tapi untuk menjadi seseorang yang kuat, kamu tidak bisa sendirian. Dan Jangan merasa kesepian, seluruh alam semesta ada di dalam dirimu,” ujarnya. Aku tak mengerti tapi itu terdengar keren.
Sepersekian detik kemudian seluruh penglihatanku menjadi gelap gulita. Badanku rasanya seperti terguncang pelan dan jatuh. Narda hilang dari pandanganku. Tiba-tiba, kepalaku menjadi sangat pusing. Aku terus memanggil Narda tapi ia tidak menyahut.
BRUK! Aku terjatuh dari kursi. Kubuka mataku dengan tatapan bingung setengah tidak sadar. Aku melihat sekitar. Aku berada di depan rumah. “Selamat datang! Selamat datang!” Niko berbunyi riang ketika aku terjatuh di depannya.
Aku berdiri dan memegang pinggangku yang sakit. Aku mengucek ngucek mataku memastikan bahwa aku dari tadi tidak hanya tertidur dan bermimpi. Tapi nihil, sekarang aku kembali ke kehidupanku yang kesepian, dan tidak memiliki siapa siapa. Perasaanku kecewa, pusing, bingung, bercampur menjadi satu.
Tak terasa pipiku terasa hangat. Air mengalir dari mataku. Rasanya baru saja aku berteman dengan seseorang bernama Narda menghabiskan waktu sore bersama. Ah tapi ku masih ingat persis kalimat terakhir yang ia katakan padaku. Aku kembali duduk di kursi dan melihat matahari terbenam. Aku menatap Niko. Dia menatapku balik sambil tersenyum. Aku hanya menggelengkan kepala pelan. Mungkin aku sudah terlalu lelah, sampai menganggap niko, yang hanya sebuah boneka kucing bergerak.
“Jangan khawatir Shania!” Suara pelan terdengar membuatku terkejut. Aku melihat kanan kiriku. Ku kira itu adalah adikku atau Mama yang pulang awal. Tapi hanya ada si Niko.
Terima kasih Niko, sudah menganggap keberadaanku.
Cerpen Karangan: Khalawa Imana
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com