“Selamat pagi Aji,” Suara lembut Stella remaja yang penuh dengan rasa kasih sayang mulai masuk ke dalam kupingku. Dengan belaian lembut tangannya di kepalaku, membuat diriku terbangun. Hal pertama yang kulihat pada 3 hari terakhir ini setelah bangun adalah senyuman hangat dari Stella yang membuatku merasa tenang.
“Hari ini kita jalan-jalan yuk!.” Ucap Stella. “Eh?, mau pergi kemana?, …ah, sepertinya juga percuma aku bertanya,” Jawabku dengan keadaan masih mengantuk. “Ting tong!!, hehe,” Jawab Stella sembari tertawa kecil.
Aku memutuskan untuk bersiap-siap secepat mungkin. Mandi, makan, menghabiskan kurang lebih 20 menit waktuku. Setelah semuanya beres, aku segera menemui Stella remaja yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Cara duduk yang anggun, dibalut dengan setelan mantel putih tipis, blus dengan pola bunga halus, dan rok ketat hitam panjang, membuatku terpesona sekali lagi kepadanya.
Akhirnya kita berdua mulai pergi menuju stasiun terdekat, dan menaiki kereta dengan rute yang tidak aku kenali. Seperti biasanya, karena masih pagi, hanya ada beberapa orang yang menggunakan kereta. Di gerbongku, hanya ada aku dan Stella saja.
“… Kamu adalah sosok Stella yang terakhir kan?.” Tanyaku memecahkan keheningan diantara kita berdua, dengan nada lirih. “Ya, kalau situasinya seperti ini, bukankah tidak berbeda saat kita pergi ke sekolah bersama kan?.” Jawab Stella remaja dengan enteng. “…Ya.” “Ya benar, tidak berbeda dengan saat dirimu masih hidup, ya kamu masih hidup kan.. kamu benar-benar masih hidup kan.” Ucapku dalam hati.
“Aji.” Ucap Stella remaja dengan lembut. “…” “Kamu masih ingat saat kita pertama kali bertemu dulu?.” Tanya Stella remaja. “Aku ingat, tidak ada satu pun yang kulupakan.” Jawabku.
Di hari-hari penuh neraka itu, kau datang bagaikan cahaya yang muncul di tengah kegelapan. Saat itu aku tergeletak di belakang halaman sekolah, seusai dipukuli oleh kakak kelas karena tidak menuruti permintaan mereka. Tiba-tiba dari kejauhan, Stella dengan percaya diri melangkah ke tempatku berada, dan menyelesaikan segalanya. Kenapa Stella dengan mudah dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, karena dia adalah primadona sekolah, sekaligus gadis jenius dengan kecantikan yang tiada tara.
“Kenapa kamu peduli padaku?, hiraukan saja aku, aku ini sangat menyedihkan.” Ucapku dengan nada dingin. “Aku tidak bisa meninggalkan orang yang terluka begitu saja.” Jawab Stella dengan lantang. “Lagi pula,… kalau kamu bersamaku, kamu akan diperhatikan oleh mereka, dan aku juga akan menurunkan derajatmu.” Jawabku dengan nada lirih. “Fufu, kamu baik ya.” lanjut Stella dengan senyum yang lembut. Setelah kejadian tersebut, aku tidak tahu apa yang membuatnya jatuh cinta kepadaku, sejak hari itu dia selalu ada di dekatku, selalu ada disaat aku membutuhkannya dan sebaliknya, hingga aku juga mulai jatuh cinta kepadanya.
Kembali di dalam kereta “Stella,… terima kasih sudah mau berada di sampingku, tak ada kebahagiaan yang melebih saat bertemu denganmu.” Ucapku dengan nada lirih. “Aku juga merasa demikian, aku senang bisa bertemu denganmu, terima kasih atas semuanya sampai saat ini Aji.” Jawab Stella sembari meletakkan kepalanya di pundakku. “Ah, perasaan ini membuatku dadaku sesak. Aku tidak mau seperti yang kupikirkan, aku tidak ingin hal ini, aku tidak ingin kamu pergi, kumohon jangan pergi.” Ucapku dalam hati dengan ekspresi pucat. “Hari ini masih belum berakhir Aji, aku tidak akan menghilang secara tiba-tiba.. lihat, sebentar lagi sampai.” Ucap Stella dengan nada yang membuatku sedikit lebih tenang.
Akhirnya kita sampai di sebuah desa dekat pegunungan. Kami menyusuri jalan setapak, melewati sungai, hingga pada akhirnya kami memasuki sebuah terowongan, yang mana, di dalamnya terdapat hamparan bunga yang luas. “Tempat ini…,” Ucapku dengan nada lirih dan ekspresi terkejut. “Waa!, indahnya, aku tidak tahu kalau ada tempat seperti ini, aku tidak tahu, namun..,” Kata Stella. “Aku selalu berharap bisa datang kesini bersamamu!,” Ucap kami berdua secara bersamaan. “…Sudah kuduga seperti itu kan?,” Jawabku. “…” Stella hanya tersenyum kepadaku.
Stella tidak pernah mengatakan “penyesalan siapa”. Aku sedikit menyadarinya, semua yang Stella lakukan hingga hari ini bukan penyesalan miliknya, namun semua itu merupakan penyesalanku.
“Kamu melakukan ini hanya demi diriku…?.” Ucapkku dengan suara terisak. “Soalnya Aji itu, kalau lagi sedih, aku tidak bisa membiarkan begitu saja.” Jawab Stella dengan senyuman. “Dia bahkan tidak membiarkan diriku ini bersedih sedikit saja, benar-benar sesuai dengan sifatnya, sedangkan diriku ini sekarang malah menangis.” Gumamku.
“Hei Aji, ..perlahanpun tidak apa-apa, teruslah melangkah!, menuju ke depan dan terus hidup!, itu adalah permintaan terakhirku!.” Ucap Stella sembari mengelus kepalaku.
Kau tidak adil, kamu benar-benar tidak adil Stella. Kalau kamu sudah bilang begitu, aku sekarang harus terus hidup. Aku sedah memikirkan banyak hal mengenai apa saja yang selanjutnya akan kulakukan setelah kau tiada. Tetapi, karena dirimu yang seperti itulah yang membuatku jatuh cinta kepadamu. Kamu adalah seluruh alasanku untuk tetap terus hidup.
“Kamu benar-benar sudah meninggalkan?, tetapi kamu juga pernah hidup, oleh karena itu, walaupun aku sendiri, aku akan tetap melangkah maju, aku janji,..*sniffs snifs ..padahal aku ingin terakhir kali mengantarkanmu dengan senyuman… maaf.” Ucapku dengan suara terisak. “Jangan seperti itu,…bahkan akupun jadi ikut menangis nih, oh ya!, karena kupikir ini bisa membuatmu senang, maka yang lalu aku mengenalkan berbagai diriku kepadamu, bagaimana menurutmu?,” Ucap Stella dengan nada ingin tahu. “Apakah kamu tidak berpikir, bahwa hal tersebut malah menambah penyesalan untukku?…” Kataku dengan nada dingin. “EH?!, seperti itukah?, jadi apa yang harus kulakukan?,” ucap Stella dengan panik. “Haha!, benar-benar seperti dirimu yang biasanya!,… kali ini kita akan benar-benar berpisah,… selamat jalan Stella, terima kasih atas semuanya sampai saat ini!.” Ucapku dengan senyuman ramah. “Iyaa, selamat tinggal Aji, semoga kamu sehat selalu!,” Jawab Stella dengan mata hampir menangis.
Kita mengakhirinya dengan pelukan hangat di tengah hamparan bunga. Perlahan dirinya mulai menghilang menjadi butrian-butiran cahaya, suhu tubuh yang tadinya panas, sekarang mulai meredup dingin hingga tak terasa olehku. Aku termenung mengingat-ingat kejadian yang sudah terjadi selama tiga hari terakhir ini. “*menghela nafas, kamu selalu ada di hatiku Stella,”
SFX: TIT TIT TIT “…” “Pagi dimana Stella sudah tiada, sesuai dengan janjiku, aku akan terus malangkah, Stella!,”
TAMAT
Cerpen Karangan: Rustam Aji
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com