Aku dan Rindu duduk di atas batu besar, di kaki gunung tempat favorit kami saat ada hal yang mengganggu. Tempat yang selalu jadi objek pelepas pilu saat aku atau dia sedang diterpa masalah. Dia bilang gunung adalah tempat paling sejuk yang bisa menetralkan hati yang luka. Dia memang benar, gunung punya banyak hal untuk dinikmati, mulai dari anginnya yang membelai rambut, hingga makhluk hidup yang ada di sekitar membuat suara-suara merdu. Kali ini hatinya kembali terluka karena kekasih barunya pergi meninggalkan dia sendirian di stasiun kereta malam itu.
“Aku tak pernah menyangka kisah cintaku berakhir dengan hal yang sama seperti dulu. Aku pikir, kali ini kisahku akan berbeda dari sebelumnya, karena menemukan pria yang aku idam-idamkan selama ini. Nyatanya pikiranku salah, pria itu sama seperti pria lainnya yang pernah hidup dalam hatiku” Rindu berusaha menatap langit di sela-sela pohon pinus. Dia terlihat menahan air yang seakan ingin keluar dari kelopak matanya yang bulat.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Ini bukan kali pertama dia mengatakan hal itu padaku. Setiap kali dia putus dari kekasihnya kata-kata itu yang selalu dia katakan padaku “tak ada kisah yang sempurna dalam hidup ini. Kecuali, kisah dalam drama korea yang sering kamu tonton. Jika kamu terus menginginkan kisah cintamu sama seperti di drama, maka setiap satu bulan sekali kamu akan mengajakku kesini dan menceritakan hal yang sama.”
Rindu, selalu ingin kisah cintanya seperti dalam drama. Mendapatkan pria yang pengertian, berwajah tampan, serta selalu bersikap romantis padanya setiap saat. Rindu anak yang manja, meski umurnya sudah dua puluh tahunan tapi sikapnya masih sama seperti anak tujuh belas tahun. Tak ada pria dewasa yang tahan dengan sikap manjanya itu kecuali aku, temannya sejak SMA yang sudah tidak aneh dengan sikapnya itu.
Rindu menatapku dengan mata yang sembab setelah diderai air mata yang sejak satu jam tadi dia tahan “aku tahu. Tapi..” dia menangis sambil menyandarkan kepalanya di atas Pundakku. dia menghentikan kata-katanya itu.
“Tapi apa?” “Tapi bisakah aku dapat pria yang aku harapkan. Sekali.. saja. Kenapa tuhan jahat sekali padaku. Padahal, apa susahnya memberikan pria idaman itu padaku sekali saja seumur hidupku. Tidak tampan juga tak masalah, asal mengerti diriku” Dia masih saja menangis, setiap orang yang melintas menatapku sinis, mungkin mereka pikir aku yang menyakiti Rindu.
“Bukankah, satu bulan yang lalu pria idaman itu datang padamu?” aku menatap ke arahnya yang sibuk menyeka air matanya dengan tisu. “siapa? Gilang maksud kamu?” “Iya” jawabku singkat.
Rindu membenarkan posisi duduknya. Dia duduk dengan tegak sambil menengadahkan kepalanya ke atas “awalnya dia memang seperti tipeku, baik ramah, tampan dan juga pengertian. tapi setelah berpacaran dia tidak seperti Gilang yang aku kenal.”
Aku kembali tersenyum mendengar perkataannya “kamu itu hidup di dunia nyata bukan di drama. Jadi cobalah untuk menghadapi dunia yang penuh dengan kejutan.” “Kejutan?” dia menatapku dengan kerutan di dahinya. “Iya kejutan, bukannya gilang yang kamu suka itu pernah jadi pria idaman kamu. Lalu, tiba tiba berubah menjadi gilang yang sebenarnya. Itu bisa disebut kejutan kan?” ucapku, menatap kedua bola matanya yang masih menatapku kebingungan.
Beberapa saat kami hanya saling menatap. Dia mungkin tak punya kata-kata lagi untuk menjawab pertanyaanku.
“mmm, jadi kita akan terus duduk di sini?” tanyaku mencoba menormalkan suasana aneh yang terjadi antara aku dan dia yang saling menatap. Dia menatap lurus ke depan. Sesekali dia menutup matanya menikmati angin yang berhembus cukup kuat kearahnya “tunggu sebentar lagi. Aku masih menikmati suasana serta anginnya.”
Hari ini, angin memang bertiup cukup kencang. tak seperti beberapa bulan lalu saat aku dan dia datang kesini. Beberapa kali aku melihat rambutnya yang panjang berkibar dengan indah. membuatnya semakin terlihat cantik, itu adalah hal yang paling aku suka. melihat wajah sampingnya yang indah saat mendengarkan cerita hubungan dia dengan kekasihnya, meski sebenarnya cerita itu menyakitiku, tapi aku tetap senang masih bisa bertemu dan memberikan bahu untuk bersandar saat dia sedang rapuh.
“Fajar. Kamu masih menyukai cinta pertamamu itu?” tanyanya, tanpa menatap ke arahku. Tiba-tiba saja dia menanyakan hal itu. Hal yang tidak pernah lagi dia tanyakan sejak empat tahun lalu saat kami masih sma, saat berumur 18 tahun. Sebenarnya wanita yang aku suka itu adalah rindu. Tapi, dia tidak mengetahui semuanya. Yang dia tahu wanita itu bernama putri, wanita paling populer di sekolah saat itu.
“Iya” Aku mengangguk pelan sambil menatap kearah matanya yang tertuju pada sesuatu. “Selama itu? sejak kita kelas tiga sma kamu masih menyukainya? Kenapa kenapa kamu bisa selama itu menyukainya?” kali ini dia mengubah posisi duduknya. Wajahnya kini tepat di sampingku. Dia terlihat sangat antusias ketika menanyakan hal itu. Aku menatap matanya yang berbinar itu “kamu tahu cinta pertama itu sulit dilupakan, terlebih aku masih menyukainya sampai sekarang. Bagiku dia selalu membuatku jatuh cinta setiap kali aku menatapnya.”
Rindu mengangguk lalu tersenyum, entah kenapa pipinya memerah, tapi biasanya aku melihat dia tersenyum seperti ini saat dia melihat adegan romantis di sebuah drama favoritnya. Rindu memang wanita yang aneh. Dia bisa tiba-tiba tersenyum setelah menangis seperti itu, tapi itulah kenapa aku menyukainya.
“Lalu, kenapa kamu tidak pernah menyatakan perasaan itu jika masih menyukainya?” Aku menarik nafas panjang “waktu yang selalu membuat aku tak bisa mengatakannya.” “Waktu?” “iya waktu, waktunya selalu tidak tepat. ketika aku memberanikan diri untuk mengungkapkannya dia selalu dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.” Dia memegang wajahku, lalu mengarahkannya tepat di depan wajahnya membuat jantungku berdetak tak beraturan “kamu tahu, Itu hanya alasan kamu saja.”
Selama beberapa detik aku terdiam menatap wajahnya yang kini begitu dekat dengan wajahku. Dia selalu melakukan itu ketika aku tak percaya diri. Dia bilang aku hanya akan tersadar dan mulai percaya diri ketika dia melakukan itu. Sejujurnya perkataannya itu benar. Entah kenapa perlakuannya itu bisa membuat aku percaya diri.
Aku menggelengkan kepala, lalu melepaskan tangannya dari wajahku “itu bukan sebuah alasan, itu fakta yang aku dapatkan. jika aku mengutarakan perasaanku pada seorang wanita yang sedang tidak baik-baik saja, itu tidak sopan bukan? Lagi pula, kemungkinan aku ditolak oleh dia lebih besar. karena mungkin saja dia berpikir aku tidak bisa mengerti kondisi perasaannya.” “itu kan hanya pikiran dan ketakutan kamu saja, mungkin dia punya pikiran yang berbeda. Mungkin juga dengan mengutarakan perasaan kamu itu membuat dia jadi lebih baik dan mungkin kehadiran kamu itu yang paling baik buat dia.”
Aku tak bisa berkata apapun, Rindu memang benar. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang dia rasakan, apa yang akan terjadi jika aku mengatakan perasaanku padanya ketika ada kesempatan? lagi pula, jika aku terus menunggu waktu yang tepat, mungkin dia akan memiliki kekasih baru lagi.
Aku membenarkan posisi duduk, mengatur nafas dan mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengatakan perasaanku. Aku membuka ponsel, mencari gambar sebatang bunga mawar, karena hari ini aku tidak merencanakan untuk menyatakan perasaanku kepadanya seperti bulan-bulan lalu, maka hanya itu saja yang aku bisa. Memberikan dia bunga mawar secara virtual.
Aku memberikan ponselku padanya dan memperlihatkan setangkai bunga mawar merah memenuhi layar ponsel. “apa ini?” “Itu mawar.” Dia tertawa “iya aku tau ini gambar mawar, tapi untuk apa?”
“Rin. sebenarnya aku menyukaimu bukan putri. Aku mengarangnya agar kamu tak curiga. aku selalu mencoba untuk mengungkapkan perasaanku setiap kali kita datang ke tempat ini. Tapi, aku selalu takut rin. Takut membuat kita jauh, takut kamu pergi dan hubungan kita menjadi runyam hanya karena aku jatuh hati padamu. Jadi, hari ini aku mencoba mengungkapkannya seperti katamu dan itulah kenapa aku memberimu bunga mawar virtual itu” aku memejamkan mata. Aku tak berani menatap wajahnya. Aku takut melihat ekspresi wajahnya. Aku juga takut dengan apa yang akan dia ucapkan. “Aku tahu” jawabnya singkat. Jawaban yang tidak pernah aku kira sebelumnya, padahal selama ini aku kira dia percaya aku menyukai putri, lalu kenapa dia mengatakan bahwa dia tahu selama ini aku menyukainya. Aku menatap matanya, tak ada yang bisa aku katakan selain menatapnya dengan wajah bingung.
Cerpen Karangan: Ajrun Blog / Facebook: Ajrundadhim[-at-]yahoo.co.id
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 29 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com