Di sebuah kafe yang lumayan ramai. Ditemani langit hitam dipenuhi bintang dan disinari oleh bulan purnama. Angin malam yang beradu dengan suara bising jangkrik.
Disana. Di meja 07. Tepatnya di pinggir pohon yang dihiasi lampu kerlap kerlip. Menambah suasana itu menjadi romantis. Dua gelas kopi itu tersaji rapi dengan obrolan obrolan yang malam itu sedikit mencengkram.
“Ya kamu tau sendiri kan, aku pulang malem juga capek. Aku butuh kamu, tapi kamu selalu aja gak ada waktu itu. Kamu kemana sih?” tanya perempuan berambut pirang itu. Pria itu mendesah kecil. “Sayang. Kamu tau kan? Dunia aku enggak cuma kamu. Harus-.” “Iya aku ngerti. Tapi kalau kamu anggep aku sebagai prioritas harusnya kamu tau kan? Lagian aku gak butuh waktu lama lama kok. Cuma butuh waktu aku bener bener capek dan kamu ada. Itu aja. Permintaanku ini gak aneh kan?” Perempuan itu dibuat lelah pasangan didepannya. Pria itu sabar, lalu tersenyum. “Iya, gak aneh kok.”
Perempuan itu mengulung rambutnya. Tiba tiba suasana menjadi canggung. Tak ada obrolan lagi diantara mereka. Pria didepannya itu asyik dengan segelas kopi. Namun, suasana itu menjadi berbeda ketika lagu berputar dengan keras merobohkan hati perempuan itu.
“Kutemukan arti cinta. Diwaktu hidup denganmu yang tak terduga. Seperti nadimu yang slalu denyutkan setia….”
Lagu itu mengingatkan kembali, kepada seseorang di hidup perempuan itu. Ia tak sengaja menitihkan air matanya.
“Sayang kamu kenapa?” Khawatir pria itu. “Ah enggak.” Perempuan itu mendongak. Berusaha untuk air matanya tidak jatuh ke pipi. “Aku ke toilet dulu ya.” Pria itu mengangguk. Membiarkan pasangannya pergi ke toilet.
Sampai di toilet yang beberapa orang keluar. Perempuan itu langsung masuk ke dalam salah satu bilik. Air matanya tumpah. Seketika dadanya sesak. Ia memukul mukul tembok untuk melampiaskan.
Lagu itu. Lagu favorit perempuan itu dengan orang yang lama. Lagu yang selalu diingatnya karena hanya itu yang dia punya sekarang. Sekarang, rasanya sakit.
Orang baru. Tadi orang baru yang baru saja masuk ke dalam hidupnya, ternyata … dia tidak seperti orang lama.
“Ihhh kamu kapan ada waktu?” Orang lama itu mencubit hidung kecil perempuan di depannya. “Ngambek mulu kayak bocil.” “Ishhh. Aku serius.” Orang lama itu terkekeh. “Iya, waktunya buat kamu semuanya. Aku kasihkan ke kamu.”
Lagu itu kembali berputar dengan isakan tangis perempuan itu.
“Bila waktu izinkan kita menua bersama. Dimataku indahmu tetaplah sama.”
“Hiks. Aku kangen kamu. Aku gak bisa lupain kamu.” Tangisan itu semakin menambah. Badannya merosot menyentuh lantai dingin toilet. Rasanya ada sesuatu yang ingin diluapkan tapi orangnya sudah tidak ada lagi.
“Lu sempurna, Nadhira. Jangan nangis.” Kata penenang dari orang lama, yang selalu perempuan itu kenang.
Cerpen Karangan: Nadia Luthfita Faadhillah Blog / Facebook: Nadia Luthfita