Saat ini, aku hanya tinggal bersama dengan sahabatku di kos yang sederhana ini. Kebetulan kami mahasiswa di kampus yang sama. Malam itu aku sedang duduk santai dengannya.
“Dia selingkuh.” “Sudah ada bukti? Tahu dari mana?” Jawabku “Nih temenku ngirim fotonya dia sama cowonya, benar dugaanku dari kemarin.” sambungnya “Yaudah sabar aja, kalau mau lanjut silahkan, saranku mending udahan aja.” ujarku, mencoba menenangkan sahabatku. Seseorang yang selalu gagal dalam masalah percintaan. Aku sangat mengenal dirinya. Ia merupakan laki-laki yang tabah dalam setiap cobaan. Panggil saja dia Reza
“Mau kopi? Atau minuman lain?” Tanyaku “Seadanya aja, hemat uang, belum ada transferan juga dari ayahku.” jawab Reza “Baiklah kalau begitu.” aku menuju ke dapur kecil kami berdua. Mengaduk secangkir kopi sambil menikmati aromanya.
“Nih kopinya, masih hangat.” sambil menaruh secangkir kopi di samping Reza “Makasih ya, terkadang aku berfikir sahabat saja sudah lebih dari cukup daripada punya pacar.” ucap Reza “Sudah buruan diminum.”
Usai itu aku mengerjakan tugas dari kampus yang tidak kunjung habisnya. Sampai larut malam aku mengerjakan ditemani Reza yang sibuk dengan laptopnya.
“Besok temenin aku ngelabrak dia sama pacarnya ya.” ucap Reza “Emang besok dia ketemuan sama pacarnya? Kalau ketemuan dimana?” Tanyaku “Kita ke kosnya dulu saja.” “Baiklah aku ikut.”
Esok harinya aku pergi ke kampus seperti biasa dengan Reza. Kamis itu sangat melelahkan, tidak seperti biasanya. Banyak kegiatan di kampus. Malam harinya aku pulang dengan muka lelah.
“Gimana jadi apa tidak?” Tanyaku memastikan “Siap-siap aja dulu sana.” Jawabnya “Baiklah, makan di luar aja ya, mie lagi kosong.”
Ia diam seribu bahasa. Tampak seperti orang yang sangat marah. Sudah siap menghabisi siapapun yang berani mengusiknya. Kemudian aku dan Reza meluncur menuju ke kos pacar Reza.
Usai sampai disana, aku hanya mematung di depan pintu. Reza langsung mendobrak pintu, dan benar saja pacarnya sudah berduaan dengan lelaki lain. Tak kusangka Reza ternyata membawa celurit. Namun lelaki itu juga tidak surut, malah berani menantang reza dengan tangan kosong. Reza menendangnya sampai terjatuh. Kemudian ia membacok lelaki itu dengan celurit tanpa henti. Pacarnya berteriak histeris. Hingga pada akhirnya lelaki itu tewas.
Aku tidak pernah melihat ia sesadis itu sebelumnya. Ia hanya berteriak ke pacarnya “Kita putus!” Reza langsung mengajakku kembali ke kos. Dengan menangis ia mengendarai sepeda motor sambil memboncengku.
“Sudah jangan menangis, ini keputusanmu kan?, bukankah biasanya adalah jalan terbaik?” Ucapku, ia tidak menjawab satu katapun. Usai sampai di kos kami. Reza mencuci tangannya dan membungkus celurit itu. Ia mandi kemudian tidur. Aku hanya diam, aku tau perasaan dia sedang hancur.
Menjelang pukul 10 malam, aku membaca buku. Sambil bersandar di kursi belajarku. Aku masih terbayang-bayang dengan ulah Reza tadi.
“Bangun, sudah pagi” ucap Reza sambil membangunkanku “Ehh aku belum sholat” jawabku sambil bangkit dan turun dari dipan kasurku. Usai sholat aku mencoba mengajak berbicara Reza.
“Za, mau makan apa?” tanyaku “Lagi males makan, mending nanti aja di kantin.” Jawabnya “Yaudah, aku buatkan kopi mau?” “Boleh, whitecoffe ya”
Aku menuju ke dapur membuatkan kopi untuk diriku sendiri dan Reza. Sementara Reza menyapu lantai dan membereskan kasur. Setelah selesai kami ngopi bersama di depan kos.
“Kau kenapa?, masih belum bisa move on dari mantanmu itu?” tanyaku “Aku belum bisa melupakan kebahagianku dengannya.” jawab Reza “Lupakan saja, itu tidak penting, yang penting sekarang kau fokus sama masa depanmu.” sambungku “Tidak semudah itu, kebahagian tidak seperti asap dari kopiku ini yang menguap lalu menghilang lenyap.” ucap Reza sambil menyeruput kopinya “Terserah kalau begitu.”
Usai ngopi bersama, kami berangkat ke kampus seperti hari-hari biasanya.
“Za makan dulu yuk ke kantin.” ajakku “Iya ayo, sudah keroncongan nih perut.” jawabnya
Kemudian aku dan Reza menuju ke kantin. Reza sarapan dengan lahap, seperti orang yang belum makan berbulan-bulan. Aku hanya tersenyum melihatnya. Hari itu aku pulang sendirian, karena Reza masih ada urusan dengan temannya. “Cekrek” ada seorang yang membuka pintu, aku terbangun dan ternyata itu Reza.
“Sudah pulang?” tanyaku “Ya udah lah, terus aku siapa kalau bukan Reza.” jawabnya “Hehe basa basi aja kali.” “Aku mau keluar lagi, jalan-jalan ke sawah, ikut tidak?” “Oke, aku ikut.”
Saat tiba di sawah, aku mencari tempat yang nyaman untuk duduk santai. Sore itu kami menikmati sang surya yang tenggelam. Sungguh indah senja ini.
“Kau galau lagi za?” “Masih sulit melupakannya.” “Cewe kaya gitu tidak pantas untukmu, sudah sekarang nikmati senja ini.” “Seperti halnya menyukai senja yang tak perlu kujelaskan. Aku suka segala tentangnya, terlebih saat caranya menatap diriku.” “Sok jadi anak indie kau.” “Bentar aku kebelet.”
Ia meninggalkanku dan mencari tempat yang aman agar tidak terlihat orang. Setelah cukup lama. Aku membuka HP tampaknya sudah menjelang magrib. Aku mencari Reza yang hilang entah kemana. Dari kejauhan aku melihat seorang yang terbaring di rerumputan. Aku mengecek dan ternyata itu Reza. Ia bunuh diri dengan menusukkan pisau di dadanya. Aku tidak menduga hal seperti ini akan terjadi.
Cerpen Karangan: Fadel Akbar Fadel Akbar IXH/14 (SMPN 1 PURI) Ig: ledav.07