Hujan turun membasahi kota Surabaya, kutatap langit yang gelap itu dari jendela kamarku. Hai den, apa kabarmu? Aku disini merindukanmu. Aku rindu tutur katamu yang lembut, canda tawamu, dan tingkahmu yang membuat perutku tergelitik. Disini aku sendiri tanpa dirimu, kudengar lagu kesukaanmu. Masih sama, kan? Lagu dari Adele – Love In The Dark. Lagu yang biasa engkau dengarkan bersama diriku, sekrang aku mendengarkannya sendiri, tanpa dirimu.
—
“Rey, ayo main hujan hujanan, seger loh!” Teriak Caden dari bawah. Aku membuka gorden jendela kamarku sambil melihatnya dari atas “Ah ga mau, nanti ada petir terus kena gue gimana? Mau tanggung jawab gak lo?” “Elah gitu aja takut, udah ga ada petir disini ayo main” Teriaknya meremehkan “Maksa amat lo bocah, nanti gue sakit ah elah” Tolakku “Cemen banget lo rey, gini aja takut” Remehnya sekali lagi “Terserah deh” Jawabku kesal sambil menutup gorden jendelaku.
—
Aku tersenyum kecil saat mengingat percakapan kita hari itu. Caden, I’m here, I still here with our memorys. But.. where are you? You’re still in my heart. Aku berbisik sambil meneteskan air mata. Tetapi aku sadar, bahwa dunia tidak ada yang namanya bertahan selamanya, people come and go. Kutarik selimutku dan berbaring, lalu kupejamkan mataku.
Pagi itu… “Reysha, ayo bangun sayang sekolah” mama membangunkanku “Lima menit lagi maa” ujarku dengan mata tertutup “Yaudah kalau gamau bangun nanti telat mama ga mau ikut campur loh” ujarnya “Ck iya iya ma” balasku dengan malas
Aku bangun dengan malas, Kuambil handukku dan segera menuju kamar mandi yang ada di kamarku. Setelah mandi aku bergegas untuk keluar dari kamarku dan segera mengambil roti untuk sarapan.
“Makan itu sambil duduk nak, ga baik kalau sambil berdiri apalagi sama mondar mandir kayak gitu” ucap mama “Keburu jam tujuh mah, nanti rey bisa kekunci di luar gerbang sekolah” balasku “Makanya kalau dibilangin mamah tuh yang nurut, jangan malas malasan. Masa disuruh bangun malah molor trus” “ih iya iya mah” kataku sambil memekai sepatu. Aku bersalaman dengan mama lalu segera menuju ke sekolah
“Berangkat dulu ya ma, assalamualaikum” “Waalaikumsalam, hati hati” “Siap bos” kata terakhirku sebelm berangkat meningggalkan rumah.
Sesampainya di sekolah aku langsung menuju kelasku. Untung saja aku tidak terlambat, nasib baik sedang berpihak kepadaku saat ini. Saat di koridor sekolah tiba tiba…
“DORRRR…” “ADUH AYAM KAGET” “BHAHAHAHAHAHHAHAHAAAHA” “Dasar lu caden” ujarku kesal “Yaelah gitu doang kaget” ujarnya “Gitu doang gitu doang, jantung lu gue jual” ucapku kesal “wiii santai broo” balasnya “Nyinyinyinyinyi” terserah deh. “Hahahahaha lucu” ucapnya lalu merangkul pundakku
Aku mengabaikannya dan membiarkan tangannya merangkul pundakku, aku bersikap seolah olah tidak mempedulikannya tetapi di dalam hatiku aku berteriak sekencang kencangnya dan jantungku berdetak dengan sangat cepat. Iya aku menyukai caden semenjak dia dan sekeluarganya berpindah rumah ke samping rumahku. Awalnya aku merasa sangat kesal dengannya karena sering melakukan hal yang menurutku itu menggangguku, tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa dan rasa kesalku terganti menjadi rasa suka. Aku tau ini sangat tidak masuk akal, tapi siapa sih yang gak tergoda dengan cowok tampan kayak bias kamu sendiri?
Back to topic aku sudah berada di kelas dan bersiap untuk mata pelajaran yang aku benci, Matematika.
Kringg… Bel istirahat mulai terdengar, aku bersiap menuju ke kantin dengan teman temanku, mereka adalah Giselle, Wina, Karina, dan Naya. Kita berteman sudah sangat lama, bahkan sudah menuju delapan tahun.
“Cuy kalian mau apa? Biar gue yang traktir, untung untung sedekah bagi kaum jelata” kata Giselle dengan nada mengejek “Ngejek lo anjir, gue pesenin bakso sama es teh deh” sahut Naya “Yaelah gitu gitu lo mau juga kan, kalau kalian apa?” kata Giselle “Samain aja kayak Naya” Ucap wina yang di angguki oleh Karina dan aku “Siap dicatat” balas Giselle sebelum ia pergi memesan
Setelah memakan bakso kita semua kembali ke kelas sambil mengobrol kecil kecil sesekali Naya dan wina bercanda dan aku hanya menanggapinya dengan tertawa.
Dari kejauhan kulihat Caden sedang bercanda gurau dengan teman secirclenya, terlihat disana ada Renja, Aji, Mahen, Haksa, Adinata, dan Jaydan. Mereka dulu tidak sedekat itu, namun setelah dibuat grup band sekolah mereka menjadi sedekat itu dan mereka berada di kelas yang sama denganku.
Kuperhatikan mereka dari jauh, tiba tiba ada seorang wanita menghampiri mereka aku menyipitkan pandanganku, terlihat wanita tersebut adalah Sellia yang memberikan satu kotak yang berisi makanan tersebut ke Caden. Sempat kudengar Sellia berusaha mendekati Caden, tetapi Caden hanya bersikap acuh dan tidak tertarik dengan wanita tersebut. Entah apa yang merasukinya tetapi aku baru kali ini melihat seseorang yang menolak Sellia. bagaimana tidak ada yang nolak, orang Sellia itu cantiknya kebangetan, kulit putih, tubuh bak jam pasir dan bibir hati yang menawan, ia kerap disebut sebagai dewi. Terlepas dari itu Caden tetap menolaknya, dan memintanya untuk membawa kembali makanannya. Meskipun begitu Sellia tetap tersenyum dan meminta izin untuk kembali kekelasnya. Kulihat dia menoleh ke arahku dan tersenyum hangat lalu kembali berjalan menuju kelasnya. Aku sedikit kaget tetapi aku berhasil menyembunyikannya.
Kringg… Bel masuk kelas pun sudah berbunyi, semua siswa kembali ke kelasnya masing masing, tak terkecuali aku. Aku memasuki kelas bersama teman se circle ku dan bersiap untuk pelajaran yang akan datang. Kutatap meja pojok ada Caden yang memandangi jendela dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya. Indah, batinku.
Sekolah sudah selesai, semua siswa berhamburan untuk pulang. Beberapa ada yang masih di dalam, mungkin karena tugas osis ataupun sebaginya aku tidak terlalu mempedulikannya. Aku berjalan menuju halte bus untuk menunggu bus yang akan mengantarkanku untuk pulang, disana aku melihat ada beberapa anak sekelasku yang menunggu bus sama sepertiku. Aku mengambil tempat duduk disana dan memasang earphoneku, sesekali aku diajak ngobrol oleh teman sekelasku dan aku menanggapinya dengan senyuman dan membalasnya singkat.
Tiba tiba ada mobil mewah yang berhenti di depan halte bus, mobil tersebut mengalihkan perhatian semua orang yang ada di halte, tak terkecuali aku. Aku sudah tau itu mobilnya siapa tetapi aku bersikap acuh dan kembali bermain handphone.
Sang pemilik mobil membuka kaca mobilnya dan memanggil namaku. “Woy rey ayo naik” katanya Aku menoleh dan mengahadap sang pemilik mobil “Ga mau ah mending gue nunggu bus dulu” sahutku “Yaelah busnya masih lama ntar lo dicariin sama emak lo” “Halah bilang ae lo mau modus ke gue den” ucapku
Yap orang yang membawa mobil mewah itu adalah Caden. Tak heran, karena hanya beberapa anak orang yang kaya saja yang membawa mobil mewah ke sekolah. Orangtua caden termasuk orang yang penting di kota ini, ayahnya merupakan CEO perusahaan besar, ibunya merupakan designer brand ternama dan memiliki Mall terbesar ke 2 di kota ini. Kakaknya mengikuti jejak ayahnya yang menggeluti dunia perbisnisan.
“Elah udah ayo ikut gue aja cepet” katanya “Ck iya iya sabar” dengusku Aku akhirnya mengalah dan menaiki mobil Caden.
“Lo mau dengerin lagu bagus gak?” “Halah lagu bagus apalagi yang lo suka kecuali love in the dark” “Hehe tau aja lo” “Ck gada yang lain gitu biar gue gak bosen” “Gada dah lo diem aja”
Akhirnya aku memilih untuk mengalah dan memviarkannya untuk memutar lagu itu. Setelah sampai di depan rumah dan aku bersiap untuk turun, Caden menahanku dan menatapku dengan tatapan yang menurutku itu serius. Aku bingung, kenapa dia seperti ini? Itu sedikit membuatku takut.
“Gue mau bilang sesuatu rey” ucapnya dengan nada serius “Iya, bilang apa?” tanyaku sambil menatapnya “Nanti setelah gue beli sesuatu, lo turun dulu nanti gue datang ke rumah lo” dia memasang ekspresi wajah yang sulit di tebak “Oke…” jawabku dengan nada yang sedikit heran
Aku sebenarnya tidak mengerti, tetapi perasaanku sedikit tidak enak, jantungku berdetak dengan cepat. Aku tidak tau apa yang terjadi denganku. Meskipun begitu aku tetap menunggunya, aku berbaring di kamarku dan bermain HP, di luar masih hujan, hujannya begitu deras.
Tiba-tiba mamah berteriak dari bawah yang membuat aku dan ayahku turun ke bawah untuk mengeceknya, ternyata mamah melihat berita di tv yang menampilkan sebuah kecelakaan mobil yang memakan korban jiwa. Tapi tunggu, aku kayak pernah melihat mobil itu, terlihat tidak asing bagiku. Aku terus berfikir sedangkan mamah sibuk menelfon seseorang, mamah terlihat panik dan ayah mencoba untuk menenangkannya. Aku teringat akan sesuatu, “Itu kan mobilnya Caden…” Lirihku
Kakiku lemas seketika, aku tersungkur di lantai rumah. air mataku mulai berjatuhan, aku menangis sekencang kencangnya. Mamah dating dan langsung merangkulku, begitupun dengan ayah. Aku ga nyangka, orang yang selama ini aku harapkan untuk hidup bersama ternyata meninggalkanku duluan. Aku merasa bersalah atas kejadian itu “Harusnya tadi aku ngelarang.. harusnya aku ngelarang Caden untuk pergi..” batinku
—
Sampai saat ini aku merasa putus asa, aku merasa seperti tidak berguna lagi untuk hidup. Setiap aku melihat hujan, aku selalu teringat dengan Caden. Hujan yang menjadi favoritnya dan hujan yang menjadi malapetaka baginya. Dia juga tidak sempat untuk memberitauku apa yang ingin dia katakana pada saat itu, aku sangat terpuruk atas kejadian itu. Andai aku bisa memutar waktu, mungkin aku akan melarangmu untuk pergi pada waktu itu. Tapi, apa boleh buat? Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Tetapi aku akan tetap disini dengan bayanganmu. Selamat jalan Caden, aku akan selalu mendoakanmu dari sini, tidur yang nyenyak ya? Aku pamit dulu. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya.
Cerpen Karangan: Ratih Dwi Rahayu Blog / Facebook: ra.thdr