Siang itu begitu terik. Juwita memilih untuk duduk santai sejenak di warung terdekat kampusnya, ia menyeruput es jeruk yang ia beli tadi. Tiba tiba handphonenya berbunyi, ia mendapatkan telepon dari Tama. di kantin tadi Tama menawarkan untuk bertukar nomer agar komunikasi mereka lancar, Juwita langsung mengangkat telepon tersebut. “Halo tam” “Halo Ju, mau pulang bareng sama gua ga?” “boleh deh, kebetulan ayah sama bunda lagi ga bisa jemput.” “lo dimana biar gua samper, nanti kita ke parkiran bareng” “di warung deket kampus itu loh, tau kan. nanti gue kasih fotonya deh” “Oke ju” Tama mematikan telfon–nya dan langsung jalan menuju warung yang baru Juwita beri tahu tadi.
Setelah sampai langsung ia mengajak Juwita untuk langsung pulang ke rumah, karna ia tahu cuaca hari ini sangat panas. Bisa bisa kulit mereka gosong. Tama membuka kan pintu untuk Juwita terlebih dahulu “makasih Tam, hehe” ucap Juwita sambil tertawa manis “yaaa Ju, bukan masalah besar” sudah menjadi kebiasaan Tama akan membukakan pintu untuk perempuan terlebih dahulu.
Selama di perjalanan Tama dan Juwita asyik berbincang lagi. Tiba-tiba, tanpa ada alasan apapun Juwita bertanya pada Tama “eh tapi nih ya, lu tuh pernah suka ga sih sama gue? Dulu kita SD tu bareng sampe SMP. 9 Tahun kita bareng” “pertanyaan lo ju apa deh” “sensi amat pak Boss, nanya doang. Pernah kagak?” “kalo gua jawab iya lo kaget ga?” “serius lu Tam” “pernah Kamila Juwita” “IH KAPAANNN?? LO KOK GABILANG?!!” “ada deh, soalnya waktu itu gua denger dari Mila lo ada deket sama orang. Yaudah gua ga jadi nyatain perasaan ke lo Ju” Mila, sahabat kedua Juwita. Ia selalu berbagi ceritanya kepada mila ia tak akan segan–segan membagi cerita banyak ke Mila, karna Juwita tahu hanya Mila yang dapat menenangkan hati Juwita dikala ia sedih.
“Astaga Tuhan milaa, kapan dia bilang Tam?” “waktu kita masih 8 SMP ju, kelas 8 awal semester gua mulai suka sama lo, eh keterusan sampe lulus. Tapi sayangnya kita lost contact” “lo serius Tam?” “ya iye gua serius ngapain bercanda sama lu.” “Astaga Tuhanku, sorry banget Tam. Gua waktu itu bener-bener ga tau kalo lo suka sama gua. Tapi tenang aja gua sekarang udah move on dari cowok tai itu, dia brengseknya minta ampun Tam” “iyakah Ju” Juwita langsung menganggukan dagunya, yang artinya Iya. Tama merasa lega, karna pertama kali ini ia berbicara langsung perihal perasaaannya kepada Juwita. Ia senang karna ia bisa bertemu lagi dengan Juwita setelah sekian lama ia lost contact.
Tidak terasa lama berbicara mereka sudah sampai di rumah Juwita. Tama membuka pintu miliknya, dan sekali lagi. Ia membuka kan pintu untuk Juwita lagi. Juwita berterimakasih karna ia sudah di antar ke rumah dengan selamat dengan Tama
“Sorry ya ju gua ga bisa mampir dulu, masih ada acara lagi sama temen” “gapapa ah tama, kapan kapan main kesini ya. Ngobrol, ketemu sama ayah, sama bunda juga” “iya Ju, siap. Gampang itu mah” Tama membuka pintu mobilnya, dan langsung menyalakan mesin mobil “hati hati Tama, dadah!” Juwita melambaikan tangannya ke arah mobil itu, Tama hanya mengklaksonkan mobil, yang artinya ia pergi dulu.
Juwita membuka pintu rumah, ia mengecek apakah ada sesorang di rumah, ternyata rumah kosong, tidak ada siapa–siapa. Ayah dan ibunda Juwita sibuk bekerja. “hadeuh capek ya hari ini, untung ada Tama tadi mau nganterin. Kalo nggak gempor banget gua naik ojek dari kampus ke rumah, lumayan jauh juga. Pegel pantat gua” Juwita ngedumel sendiri, ia tahu kalau jarak kampus ke rumah-cukup jauh.
Ia mengambil handuk dan menyalakan musik untuk mandi. Ia sudah merasa rambutnya lepek sekali setelah seharian di luar rumah. Setelah mandi Juwita berbaring di kasur kesayangannya, ia mengecek chat Whatsapp milik–nya, mata ia tersayu-sayu. Tak lama kemudian ia sudah tidur terlelap.
Ia merasa ada sesuatu menggangu di muka–nya, ternyata itu air yang bunda cipratkan ke muka Juwita. Sejak pukul 6 pagi Juwita tidak bangun–bangun, bunda merasa kesal, akhirnya mengambil air dan mencipratkan ke muka anaknya “mimpiin apa sih sampai gak bangun bangun!” nada bunda sudah makin meninggi, daripada memperpanjang masalah Juwita segera bangun dari tidurnya.
Kejadian bersama Tama tadi hanyalah mimpi, ia masih berfikir keras mengapa ia bisa bermimpi tentang Tama? Sudah lama sejak kejadian itu, hidup Juwita sangat hampa. Teman sekaligus rumahnya sudah lama meninggal karena kecelakan yang merenggut nyawa milik Tama. Ia memang satu kampus dengan Tama, saat sudah di semester 4. Juwita mendapatkan kabar kalau Tama mengalami kecelakaan parah. saat perjalanan ke rumah sakit Juwita mendapatkan kabar dari ibu Tama, kalau Tama sudah tiada.
Air mata Juwita kala itu perlahan satu–satu, ia masih tidak menyangka kalau teman kecilnya sudah tiada. ia menangis sangat keras ia memukuli kepalanya sendiri dan mengacak ngacak kan rambutnya sendiri Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan kedepannya nanti, apakah dia akan gagal tanpa seorang Tama?
Pagi itu ia izin pada dosennya untuk tidak masuk kelas hari ini karena badannya tidak enak, padahal Juwita sedari tadi baik-baik saja. Ia hanya tidak kuat untuk melakukan kegiatan karna ia merasa sedih Tama datang kembali ke mimpinya setelah kematian sahabatnya tersebut.
Juwita duduk di atas rumput rumput hijau itu, ia mengelus batu nisan milik Tama. Air mata itu perlahan jatuh, ia sedih kalau mengingat kejadian itu “Tam gimana disana? Baik kan, pasti dong. Harus! Kan lo udah di surga, tempat terindah. Hari ini gua izin tam ga ikut kelas, gua lagi ga enak badan di tamba gua mimpiin lo lagi.” “kegiatan di kampus seru seru Tam, lo sih udah duluan. Oh iya gua sekarang aktif lo di organisasi atau kegiatan di kampus. Ipk gua lebih meningkat juga di banding semester lalu” “hidup gue gitu-gitu aja tam, hampa banget gaada lo. Gaada yang ngajak night ride lagi kalo gua lagi sedih. Bunda sama ayah aman tam, mereka malah lebih baik dibanding Tahun lalu.”
Air dari awan satu satu jatuh, langit sudah mendung waktunya ia balik ke rumah. Ia pamit kepada Tama, karna ia ingin segera pulang “gua balik dulu ya tam, udah gerimis nih. Bahagia ya disana. gua bakal berusaha bahagia disini. kalau ada lo makin bahagia gua Tam.” Juwita mengecup batu nisan milik Tama dan langsung meinggalkan tempat peristirahatan terakhir.
Cerpen Karangan: Faustina Alexis Cikal Tri Santoso Blog / Facebook: @ccikall_ Faustina Alexis Cikal Tri Santoso _ Smp Tarakanita 1 Jakarta