“Aku bentar lagi ke rumah,” pesan yang dia kirimkan untukku. “Ngapain?” balasku. “Kangen,” balasnya. “Mau nitip apa?” balasnya lagi. “Hati-hati aja” balasku. “Iya syapp,” jawabnya.
Aku yang dari tadi merebahkan diriku diatas Kasur, membayangkan dirinya, aku sangat beruntung mempunyai dirinya yang selalu disampingku, menjadi sandaran terbaik dari yang terbaik bagiku. Meskipun dia bukan cinta pertamaku dia adalah orang yang paling menyayangiku dari pada orang-orang yang sebelumnya.
“Aku didepan,” pesan yang muncul dilayar handphoneku, lalu aku berlari menuju pintu. “Kan aku udah bilang gak usah bawa gini,” ucapku kesal melihat dia menyerahkan dua kotak martabak manis. “Gak disuruh masuk dulu nih,” jawabnya sambil tersenyum. “Masuk,” jawabku.
“Sini, kamu mau kemana?” tanyanya yang melihatku menjauh darinya menuju dapur. “Bikin minum,” jawabku. “Aku kesini mau ketemu kamu,” jawabnya. “Iya tau bentar,” jawabku. “Gak sini gak ada bentar-bentar,” jawabnya lalu berjalan kearahku, dia memelukku. “Aku kangen sama kamu, kangen banget,” ucapnya memelukku. “Aku juga,” ucapku sambil membalas pelukannya.
Malam itu kami bertukar cerita tentang apapun yang ada di kepala, aku sangat nyaman saat bersamanya, aku merasakan hal yang tak bisa kurasakan di diri orang lain, aku selalu merasa istimewa saat didekatnya, hangat peluknya yang dia berikan seperti memberi kekuatan untukku, genggam tangannya yang selalu meyakinkanku bahwa aku pasti bisa melewati semua masalah yang aku hadapi, selain menjadi kekasih terbaik yang aku punya, dia adalah pendengar terbaik disaat masalah menerpaku, dia yang selalu memberiku pundaknya untuk bersandar.
Hari ini dia mengajakku makan malam di rumahnya, “Mama kangen sama kamu katanya,” ucapnya diatas sepeda motor. “Mama atau kamu?” tanyaku bercanda. “Mama gak percaya banget sama aku,” jawabnya sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit kita melakukan perjalanan kita sampai di rumahnya, sejuk. Banyak bunga-bunga disini, ini adalah tanaman mamanya, itu yang mempertemukan kita pertama kali, dia sedang menemani mamanya untuk membeli bunga, tak sengaja aku dan kakakku juga sedang membeli bunga yang dipesan oleh ibu, disitulah awal pertama kita kenal dan tak disangka, kami sekarang menjalin hubungan sebagai seorang kekasih.
Rumah yang sejuk itu berwarna putih dengan berbagai macam bunga didepannya, rumah ini yang selalu mengingatkanku dengan masa kecilku dulu, kesejukan, kasih sayang dan terdapat kedamaian didalamnya, tidak seperti sekarang, hampa. Tapi setelah dia datang dalam hidupku seperti langit yang didatangi pelangi setelah menjatuhkan tangisnya ke bumi, akan memunculkan pelangi yang indah, hariku menjadi lebih berwarna dari sebelumnya, dia memberiku semangat, memberiku dukungan, hal ini yang tak pernah aku dapatkan dari keluargaku.
“Mama ini nih tiara,” jawabnya sambil menggandeng tanganku menuju ke ruang makan. “Mama kangen banget sama kamu ra,” jawab mamanya lalu memeluk tubuhku, aku merasakan kasih sayang seorang ibu, selama ini ibuku hanya memikirkan pekerjaannya tak lagi diriku, dia hanya memberiku uang tidak dengan kasih sayang. “Aku juga kangen sama mama,” jawabku sambil membalas peluknya. “Mama udah masak makanan kesukaan kalian loh, ayo makan,” ucap mama mengajak untuk kita memulai makan malamnya. “Ayo ra,” ajak Ferro sambil menarik kursi untuk aku duduk. “Makasih,” ucapku berterimakasih kepada Ferro. “Gimana kerjaanmu ra??” Tanya mama Ferro. “Baik ma,” jawabku. “Alhamdulillah kalo gitu,” jawab mama Ferro.
Kami menikmati makan malam ini sambil berbicara tentang pekerjaanku dan Ferro, seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia, penuh ketentraman, penuh kasih sayang, sempurna, ini yang aku harapkan sejak dulu, sebuah keluarga yang harmonis, bukan rumah megah namun tidak ada kasih sayang didalamnya.
“Kealun-alun yuk??” ajaknya padaku diatas sepeda motor. “Ayoo,” jawabku.
Setelah beberapa menit kita menempuh perjalanan kami sampai ditempat itu, banyak muda-mudi disana saling bergandengan tangan, banyak juga penjual, lampu lampu yang berkelipan menambah indahnya malam ini, hambusan angin malam menambah kesan yang tak akan perah tergantikan, hari ini begitu indah untukku.
“Sini duduk,” ajaknya “Malam ini indah banget Fer,” ucapku sambil menatap bintang-bintang indah dilangit, cuaca hari ini juga sangat cerah sampai bintang-bintang di langit terlihat begitu sangat jelas. “Iya, malam ini indah banget,” jawabnya lalu mengalihkan pandangan kepadaku, dia menatap lekat wajahku. “Kenapa ngeliatin aku kayak gitu,” tanyaku. “Cantik,” ucapnya yang masi belum memalingkan wajahnya, masih menatap wajahku yang sudah memerah. “Alay,” jawabku cuek, padahal hatiku sangat merona dibuatnya. “Nanti kalo aku gak ada, kamu kangen gak ya sama aku,” ucapnya tiba-tiba yang langsung mengubah suasana. “Kenapa bilang gitu,” ucapku. “Gapapa,” jawabnya lalu mengalihkan padangannya kedepan.
Setelah satu jam kita menghabiskan waktu dialun-alun kota, kita memutuskan untuk pulang, angin malam yang mengenai tubuhku membuatku merasa kedinginan, dia yang menyadari hal tersebut memakaikan jaketnya untukku. “Makasih,” ucapku. “Iya,” lalu dia menggandeng tanganku, hal ini yang aku rindukan dari dirinya, kehangatan yang dia berikan padaku.
Setelah menempuh jalanan malam yang mulai sepi, akhirnya kita sampai di rumahhku. “Gak mau mampir dulu Ferr??” tanyaku sambil memberikan jaketnya. “Udah malem, lain kali aja ya,” jawabnya. “Jaketnya buat kamu aja,” jawabnya lagi. “Kok gitu?” tanyaku. “Biar kamu inget aku terus,” jawabnya sambil mengelus rambutku. “Aku bakal inget kamu teruslah,” jawabku kepadanya
Malam ini aku sedang menatap beberapa foto masa kecilku, ada sebuah senyum yang indah disana, aku sedang digendong oleh ibuku dan ada ayahku disampingnya sambil menggendong kakakku, sebuah kebahagiaan dan keharmonisan terlihat disana, aku rindu semua itu, rindu kebersamaan dengan mereka, sejak ayahku meningggalkan ibuku semuanya berubah, kebahagiaan itu hilang, tak terasa air mataku itu menetes, membasahi kedua pipiku.
Tok tok… “Turun ada ayah didepan,” pinta kakak didepan pintu. “Iya,” jawabku lalu aku bangkit dari dudukku. “Kenapa ayah kesini?” tanyaku pada ayah. “Ayah cuman mau kamu hadir diacara pernikahan ayah,” jawabnya sambil menyodorkan sebuah undangan pernikahan, tiba-tiba dadaku sakit dibuatnya, aku masih berharap keluargaku dapat kembali seperti dulu, namun setelah mendengar semua itu rasanya harapan itu hancur seketika. “Iya jangan khawatir aku bakal dateng,” jawabku lalu meninggalkan ayah.
Hatiku benar-benar sakit dibuatnya, rasa kecewa dan marah campur aduk, aku menangis sejadi-jadinya di kamar, tubuhku rapuh, perkataan ayah tadi menghancurkan semuanya.
“Aku di ruang tamu,” pesan muncul di handphoneku yang dikirimkan ferro untukku, aku melangkahkan kakiku dengan berat, mataku juga bengkak karena manangis tadi, dia menghampiri diriku memelukku. “Aku ada disini,” ucapnya sambil memeluk tubuhku. “Ayah jahat ferr,” ucapku lalu menagis sejadi-jadinya. “Aku yakin kamu kuat ra,” jawabnya yang masih tetap memeluk tubuhku. Dia memberiku sebuah energi yang tak bisa aku dapatkan dari keluargaku, dia adalah segalanya untukku, sebuah pelangi di dalam hidupku, dia yang mewarnai hari-hariku yang sebelumnya kelabu.
Siang ini aku sedang makan di ruang makan sendiri, tiba-tiba sebuah telepon masuk, terdapat nama mama Ferro disana “Halo ma kenapa??” tanyaku “Ferro kecelakaan ra,” jawab mama Ferro sambil menangis “Dimana ma, kecelakaan dimana??” tanyaku, tanganku bergetar dibuatnya. “Kecelakaannya tadi pagi ra, Ferro sempat sadar, mama mau hubungin kamu, tapi Ferro ngelarang, dia kecelakaan di jalan mau ke rumah kamu, dia mau ngasih kejutan dihari ulang tahun kamu, dia meninggal ra jam 12 lebih 2 tadi,” jawab mama Ferro sambil menangis.
Tubuhku ambruk dibuatnya, hatiku terasa sakit seperti ditusuk-tusuk oleh pisau, kenapa tuhan mengambil dirinya, dirinya yang selalu menjadi sandaran terbaik untukku.
Aku hadir di pemakaman Ferro dengan didampingi oleh kakakku, aku sempat pingsan saat melihat tubuh Ferro yang sudah kaku, sosoknya yang selalu memberiku semangat, memberikan sebuah kasih sayang kini dia telah tiada, tangisku makin pecah saat melihat jasad Ferro dimakamkan.
“Iklasin ra, dia udah bahagia disana,” ucap kakakku.
Sejak saat itu aku lebih sering berdiam diri di kamar, beberapa kali juga Ferro datang dalam mimpiku, dia tersenyum sambil berkata, “Kamu adalah wanita yang kuat setelah mama ra, kamu pasti bisa lewatin semuanya,” ucapnya lalu menghilang begitu saja.
Sampai kapanpun dia adalah pemenangnya, sosok yang tak akan tergantikan, laki-laki yang selalu menjadi rumah untukku, menerima diriku dengan segala kekurangan yang aku punya, meskipun kini dia telah tiada namun dia tetap ada didalam hatiku, aku akan terus mengingatmu, Ferro.
Cerpen Karangan: Ajeng Laraswati