Pagi pada hari itu terasa berbeda, ruang kelas yang biasanya hanya terdengar suara jangkrik dan burung, sekarang sedang penuh dengan kicauan keras dari teman sekelasku. Apakah sesuatu yang besar terjadi? Begitu pikirku dan melanjut kan berjalan ke kursi milikku “Haahh kurasa suasana yang berbeda juga tidak apa apa sekali kali”
Saat aku sedang tenggelam dengan anganku sendiri aku melihat bayangan teman sekelasku muncul di samping “Umh permisi” “Eh ya ada apa?”
Hmm ini aneh aku mungkin apa yang biasa kalian sebut penyendiri tapi bukan berarti aku tidak menyukainya tapi teman sekelas yang menyapaku di pagi hari bukan apa yang terjadi biasanya
“Rama kamu tinggal di bukit dekat rumah besar kosong itu kan?” “Hmm? Iya kenapa emang? Ohh aku tau pasti tentang cerita hantu lagi kan?”
Oh ya kenalin semua aku rama anak kampung yang bisa ditemuin dimana aja, ngomong ngomong di kampung kami lumayan banyak cerita mistis dan sejenisnya, cerita hantu di dekat rumahku pun salah satunya ekhem biar kuceritain
Dulu pada masa penjajahan kampung ini ada dibawah kekuasan seorang pemimpin yang asalnya dari belanda dia pemimpin yang adil lagi tegas pemimpin yang jarang pada masanya, ia memiliki seorang putri perempuan yang memiliki paras yang sungguh cantik meski begitu ia menderita sebuah penyakit, sang putri mempunyai hobi memainkan biola kesayangannya, namun pada suatu hari sang putri tiba tiba tewas saat memainkan piano, meski ia punya penyakit tapi penyakit itu belum mencapai tahap yang bisa mengancamnya ada yang bilang dia diracuni dan sebagainya.
Sejak hari itu terkadang pada mala hari terlihat seorang gadis rupawan memainkan piano tapi anehnya suara dari alat musik tersebut tak bisa didengar sama sekali, dan rumah tempat tinggal orang belanda itu ada di belakang rumahku, kira kira begitulah cerita singkatnya.
“Nah iya katanya bapak bapak yang ngeronda dekat situ nggak cuman ngeliat, tapi kali ini ada suaranya bayangan yang dia liat punya rambut panjang yang entah mengapa bercahaya gitu, jadi lu pernah dengar suara piano gitu gak malam malam apa gak seram tinggal disana?” “Hmm ada suaranya kah? Jadi agak beda dari cerita aslinya dong, kalo masalah pernah dengar ato nggaknya keknya nggak sih, jugak tinggal disana nyaman asal kau tau” “Heh jawabannya gak asik ah, ya udah makasih ya da” “Dah” Hmm jadi penasaran, apa malam coba datang aja ya? Bapak sama ibu juga baliknya bakal lama.
Malam pun tiba, malam hari ini ditemani bulan purnama dan bintang yang bersinar redup, saat berjalan sambil setengah melamun aku tersadar saat tiba di halaman rumah tua itu, rumah itu memiliki desain khas eropa serta ada sedikit sentuhan khas budaya indonesia disekitar dinding nya “Sungguh rumah yang mewah” begitu gumamku.
Ada satu ruangan yang menjadi tujuanku hari ini ruang itu berada di lantai dua paling ujung dengan jendela yang terbuka itulah ruang tempat disimpanya piano yang dibicarakan, di seberang jendela tersebut ada dahan dari pohon besar yang terlihat indah karna terkena sinar rembulan, sungguh malam yang tenang, aku mungkin bisa masuk ke ruangan itu jika memanjat pohon ini.
Rasa penasaran dan adrenalin mengalir di badanku aku terus memanjat pohon tua itu, namun saat aku sampai di dahan di seberang jendela itu… Alunan musik mulai terdengar satu nada menjalin nada lainnya dengan sangat halus serta memiliki suasana melankolis saat dimainkan ini membuat tubuhku terasa seperti dimandikan sinar bulan purnama, nadanya mulai berhenti dan perasaan familiar membanjiriku “Hmm kupikir aku tau lagu ini”
Aku semakin maju ke ujung dahan untuk melihat lebih jelas siapa yang memainkan musik ini, saat melihat rupa seorang gadis tubuhku terasa seperti membeku, kulit putih seputih porselen dan dua buah kelereng biru yang terlihat hampa diikuti rambut perak yang tergerai dan disinari bulan, pemandangan itu terlihat seperti lukisan ini seperti melihat malaikat secara langsung.
Saat nada benar benar berhenti sang gadis berdiri dan membungkuk ke arah piano tersebut, ini sungguh hebat pemandangan yang sangat indah sungguh, saat diriku tenggelam dalam pikiran tak sengaja aku menginjak salah satu ranting dan membuat suara “Ah sial” begitu gumamku, sang gadis sadar akan keberadaanku dan bertanya dengan suara agak serak dan sedikit basah “Siapa disana dan apa yang kau mau”, sial aku menakutinya “Umh aku minta maaf karna tiba tiba menerobos ke rumahmu tapi aku tidak memiliki niat buruk sungguh, aku hanya sedang berjalan pulang ke rumahku dan mendengar suara piano jadi tentu itu membuatku penasaran aku sungguh tidak punya niat buruk” aku tersenyum lemah, aku lanjut melihat ekspresinya ia masih terlihat waspada dan sedikit takut, apakah ada cara untuk memperbaiki suasana aneh ini, oh tunggu aku tau
“Hei musik yang kau mainkan… Moonlight sonata benar kan?” Ia mengendurkan ekspresinya dan terlihat sedikit terkejut “Cukup luar biasa ada seorang anak dari kampung ini yang bisa mengetahuinya hanya dengan sekali dengar” “Aku hanya pernah mengikuti sedikit les piano dan itu karya mozart favoritku dan kau memainkanya dengan sangat bagus sekali sungguh itu menakjubkan” “Terimakasih atas pujiannya kurasa?” dia tersenyum sedikit saat mengatakan itu “Nama mu rama bukan? Anak yang tinggal di rumah itu bukan?” ia menunjuk rumahku yang tepat berada di depan rumahnya “Kau tahu namaku?” “Aku biasa melihat ke depan rumah dari ruangan ini dan terkadang aku melihatmu dan merasa sedikit iri pada orang orang yang bisa pergi keluar dengan bebas dan berteman dan memiliki berbagai hubungan, kau tau aku adalah orang yang sudah jelas kapan akhir waktuku jadi aku takut betapa perihnya perasaan perpisahan yang akan dirasakan jika aku memiliki hubungan, jadi aku memutuskan untuk terus sendiri” saat mendengar ini tentu wajahku sedikit menegang, saat ia melihat ekspersiku ia lanjut bicara “Uhh maaf aku terlalu banyak bicara padahal kita baru bertemu” ia berkata seperti itu dengan mata yang sedikit digenangi air dan matanya semakin terlihat kosong.
Sungguh cara hidup yang menyedihkan menurutku meski perpisahan pasti menyakitkan tapi… Waktunya yang sementara dan sangat berharga dihabiskan hanya dengan diisi kesendirian hanya penyesalan yang menantinya nanti pada akhir hayatnya aku tau karna pernah melihatnya sendiri, “Hei bukankah itu cara hidup yang buruk jika kau melanjutkannya kau akan menyesalinya kau tau bagaimana jika aku menjadi temanmu, meski kau punya alasan dan sebagainya tapi itu cara yang buruk untuk hidup” ia memasang ekspresi terkejut “Maaf tentu kau terkejut tapi aku sungguh ingin jadi temanmu” suara terdengar sedikit menyedihkan saat mengatakan itu “Hahahhha seseorang menerobos rumahku dan menasihatiku tentang cara hidupku sungguh tidak sopan… Tapi aku cukup penasaran dengan caramu melihat cara hidup orang lain jadi aku terima tawaranmu” suaranya menjadi sedikt keras dan tawanya terdengar lembut tentu aku senang bukan main karna jawabanya “Bersiaplah aku akan terus mengganggu kehidupanmu, mulai dari besok hingga seterusnya” ucapku dengan semangat “Tolong jangan terlalu sering datang aku masih butuh istirahat kau tahu?” katanya dengan senyum kering “Yah terserahlah yang penting sampai jumpa besok dan seterusnya” “Ya aku menantikan hari esok dan seterusnya”.
Jblakk “Arghh sakit terhantuk dengan meja sungguh cara bangun yang luar biasa” “Rama kamu ga papakan nak?” “Gapapa ma cuman ga sengaja ketiduran” “Yaudah cepat siap siap katanya nanti malam mau pergi” “Iya ma”
Sudah 6 tahus sejak aku bertemu gadis itu, aku menepati janjiku untuk menikmati membuatnya menikmati waktunya yang singkat itu atau begitulah yang gadis itu bilang saat perpisahannya denganku dan dunia itu sendiri akan terjadi “Rama kamu yakin gak pulang” suara hangat darinya membuatku tersadar dari lamunanku, penyakit sang gadis semakin parah dan sabit kematian bisa menyentuhnya kapan saja “Iya kebetulan besok libur daripada ngelamun sendiri mending ada teman yang nemanin kan?” “Dasar kau sungguh merepotkan, kau tahu” Kata katanya terhenti sebentar jantungku berdetak kencang karna aku tau apa yang ingin dia bicarakan “Waktuku sudah dekat kau tau” air mata mulai mengalir dari matanya yang berwarna biru itu “Aku hanya ingin mengatakan terimakasih kau menunjukkan betapa berharganya waktuku walau dengan cara yang sedikit aneh tapi sungguh aku senang sangat senang karena dirimu terimakasih sungguh” air matanya tak berehenti hingga ia terlelap karena lelah menangis, sungguh sang malaikat baru saja menangis, aku senang karena telah menepati janji ini.
Sama seperti cara sang putri pemimpin pergi secara tiba tiba, sang malaikat berpisah pada malam itu ketika tertidur “Pergi tanpa perpisahan yang layak huh sungguh kau.. Kau…”.
Ingatan tentang hari perpisahan dengan sang malaikat mengalir di pikiranku, saat ini aku berdiri di depan rumah tua dengan desain khas eropa dan sedikit sentuhan khas nusantara, di samping rumah itu ada pohon tua dengan daun dan dahan nya yang rindang disinari sinar rembulan dan dibawahnya ada batu nisan serta beberapa bunga “Malam yang sungguh tenang huh” aku masuk ke dalam ruangan tempat janji itu dibuat serta tempat menyimpan alat musik tua itu.
Aku duduk di depan piano itu dan hanya satu musik yang cocok untuk dimainkan pada malam ini kupersembahkan ini kepada mu sang malaikat serta temanku “Alene” Nada satu menjalin nada lainnya seperti kalung mutiara yang sedang disusun, air mengalir dari mataku “Sungguh ini aku orang yang menyedihkan tapi lagu ini untukmu Moonlight Sonata”.
Cerpen Karangan: Eblok Blog / Facebook: Bob Roxx