Sejak gagal nikah, Devi menjadi orang yang sering marah-marah. Apalagi kalau dia teringat Aryo, mantan calon Suaminya. Mereka gagal nikah karena Aryo ketahuan selingkuh seminggu sebelum akad pernikahan mereka. Sementara saat itu undangan sudah tersebar, gedung sudah disewa, souvenir sudah dibeli. Namun pernikahan mereka batal karena ada orang ketiga. Bagaikan ditusuk sembilu, begitulah sakitnya hati Devi saat itu.
Sakit hatinya bertambah saat mama Devi meninggal karena serangan jantung setelah mengetahui pernikahannya dengan Aryo batal. Devi sangat sedih sekali. Pernikahannya batal, mama meninggal. “Semua ini gara-gara Aryo!” dengus Devi kesal sambil mengepalkan tangannya, geram. Devi mengatur nafasnya.
Sebulan setelah kegagalan pernikahannya, Devi baru mulai aktif lagi bekerja. Karena sejak pernikahannya batal, ditambah lagi dengan kepergian mama yang tiba-tiba, Devi jadi jatuh sakit dan sempat dirawat di rumah sakit selama 2 Minggu.
Hari pertama kembali kerja ia terlambat bangun. Karena sudah telat, ia berjalan menuju kantor dengan tergesa-gesa. Saat sampai di kantor, Devi menabrak seorang laki-laki yang berbadan kekar berjalan berlawanan arah di hadapannya
“Braaak…” “Aduh, aduh mas maaf tadi saya buru-buru tidak melihat jalan” ucap Devi merasa bersalah. Berkas-berkas yang tadinya berada dalam dekapannya kini berserakan di lantai. Devi sibuk mengutip berkas tersebut.
“Devi? Kamu Devi, kan? Siswi SMA DARMA JAYA yang ambil jurusan IPA itu, kan?” tanya laki-laki itu sambil memperhatikan wajah wanita yang menabraknya. Merasa namanya disebut, Devi menengadahkan wajahnya lalu berdiri. Kini wajah mereka saling berhadapan. “Kamu mas Agung? Mantan ketua OSIS SMA DARMA JAYA itu, kan?” kini Devi yang kembali bertanya. “Yap!” jawabnya mengangguk sambil tersenyum. “Kamu apa kabar? Dah lama ya kita gak jumpa. Hemm … (tangan kanannya memegang dagu seperti sedang mikir) Kira-kira sekitar 7 tahun kalo tidak salah,” tebak Agung. “Hah, iya ya… Sekitar segitulah kita gak jumpa. Lama juga, ya?” Devi tertawa kecil. “Oh, iya aku lupa,” Devi menepuk jidatnya, gerakannya yang spontan membuat Agung kaget. “Hari ini aku ada meeting jam 08.00, maaf ya aku pergi dulu!” pamit Devi. “Oh, ya oke!” Agung memberi tanda jempol. “Selamat bekerja, semoga kita bisa ketemu lagi!” Agung melambaikan tangannya. Devi menoleh ke arah Agung, mengangguk tersenyum kemudian membalikkan badannya berlalu meninggalkan Agung. Devi kembali berjalan menuju kantornya.
Sore setelah pulang kerja, Devi dan beberapa teman kerjanya singgah ke Mall. Temannya bermaksud untuk menghibur Devi. Memang benar, kawan adalah orang yang tepat berbagi suka dan duka. Devi akhirnya bisa tertawa lepas apalagi mendengar ocehan konyol Lola, sahabat terlucu Devi. Ketawa Devi berhenti saat ia melihat pemandangan yang paling dibenci berpapasan dengannya.
“Papa,” tegur Devi. “Devi,” jawab papanya gugup tiba-tiba melepaskan gandengan tangan perempuan yang ada di sampingnya. “Perempuan ini siapa, pa?” jari telunjuk Devi mengarah ke perempuan yang dimaksudnya sambil menaikkan satu alisnya. “Oh, ya Dev, kenalkan ini Linda. Teman papa!” “Linda,” ucap Linda sambil mengulurkan tangannya. Devi tidak menggubris. “Teman?” Devi menaikkan alisnya tidak percaya. “Kalo teman kenapa dia menggandeng tangan papa? Perempuan macam apa dia? Kalo perempuan baik-baik gak bakalan mau jalan sama papa sampai gandengan tangan gitu.” Devi mencibir. “Devi!” Bentak papa dengan suara keras. “Baru sebulan mama meninggal, papa udah jalan sama cewek ini. Semudah itu ya papa melupakan mama!” Devi menangis. “Semua laki-laki itu sama. Gak papa, mas Arya sama aja. Pantang lihat cewek cakep dikit, hatinya berpaling.” ucap Devi membara. Lola dan dua temannya yang sedari tadi hanya diam saja, kini mereka berusaha menenangkan Devi.
“Hey, perempuan jalang. Apa maksudmu mendekati papaku?” “Plaaakk…” Sebuah tamparan mendarat ke pipi mulus Devi. “Hah? Karena perempuan jalang ini papa tega menamparku?” Linda tersenyum puas merasa dirinya dibela. “Plaaakk…” Devi menampar Linda, kesal. “Papa membela perempuan ini berarti papa lebih memilih dia daripada aku. Okey, baik. Mulai sekarang jangan anggap aku anak papa, aku sudah gak punya papa lagi!” Devi pergi meninggalkan teman-temannya, papa dan perempuan jalang itu. “Dev,” teriak papa. Lola dan kedua temannya berlari mengejar Devi. Namun kehilangan jejak.
Hati Devi hancur. Ia merasa tidak sanggup menerima kenyataan hidupnya. Arya lelaki yang dicintainya tega selingkuh, mama meninggal dan papa… Ya Tuhan, begitu berat kurasa beban hidup yang harus kujalani, keluh Devi. Ia masih menangis saat keluar dari Mall tanpa mempedulikan tatapan orang-orang terhadapnya.
“Devi?” sapa seseorang saat Devi tiba di parkiran. Devi mengusap air matanya. “Agung,” “Kamu kenapa menangis?” “Aku gak papa, hanya kelilipan aja tadi.” jawab Devi bohong. “Dev, jangan bohong!” Kedua tangan Agung memegang pipi Devi.
Karena terus didesak, akhirnya Devi cerita semua masalahnya. Ingin sekali Agung memeluk Devi, gadis yang dicintainya saat masih SMA. Namun ia urungkan niatnya karena ia tahu Devi tidak mencintainya. Agung pun sadar bahwa cinta tidak harus memiliki. Akan tetapi ia juga tidak tega melihat perempuan yang dicintainya sedih karena cinta. Agung masih bingung, apakah ia menyatakan kembali cintanya atau tidak. Ah, sudahlah. Biarlah waktu yang menjawab.
Esoknya, Devi kembali tidak masuk kerja. Lola yang mengetahui masalah Devi sangat prihatin dengan masalah yang dihadapi sahabatnya. Ia menyempatkan dirinya datang ke rumah Devi untuk memastikan sahabatnya itu baik-baik saja. Akhirnya ia pergi ke rumah Devi dengan ditemani Rita.
Sesampai di rumah Devi, mereka melihat pagar rumah Devi digembok. Kata tetangga yang punya rumah sedang tidak ada di rumah, belum pulang dari semalam. Kemana Devi, ya? Lola dan Rita saling beradu pandang.
Malam setelah Devi dan papanya ribut di Mall, Devi tidak pulang ke rumah. Ia melampiaskan kekesalannya dengan minum alkohol. Yah, Devi mabuk. Sementara tanpa sepengetahuan Devi, Agung mengikutinya dari belakang. Ia merasa khawatir karena Devi pergi dalam keadaan menangis. Ia terus mengikuti Devi.
Agung makin prihatin dengan keadaan Devi. Iya akhirnya mendatangi Devi. “Dev!” Devi cengar-cengir saat namanya dipanggil. “Dev, apa yang kamu buat ini bisa merusak hidupmu!” “Apa kamu ngatur-ngatur hidup aku, eh? Hidup aku sudah rusak sebelum aku minum alkohol ini,” “Dev, aku gak mau lihat kamu begini. Aku sayang sama kamu, Dev!” “Apa?” “Aku sayang sama kamu, aku cinta kamu, Dev!” “Haha… Cinta? Aku udah gak percaya lagi dengan yang namanya cinta. Karena cintalah hidup aku hancur, mama meninggal. Dan aku juga gak percaya lagi dengan laki-laki. Mereka itu semuanya sama.” “Kamu salah Dev, tidak semua laki-laki itu sama. Harusnya kamu jangan hancurkan diri kamu dengan cara seperti ini, Mas Aryo itu yang bodoh telah menyia-nyiakan ketulusan cinta kamu. Biar kamu tau Dev, bukan cinta yang membuat kamu hancur. Tapi mereka yang tidak mengerti memahami arti cinta sesungguhnya. Dev… Dev, yea, malah tidur.”
Karena Devi tidak sadar lagi akibat terlalu banyak minum, Agung membawa pulang ke rumahnya karena ia tidak tahu dimana rumah Devi. Sesampainya di rumah, dengan hati-hati ia menggendong tubuh mungil Devi menuju kamar Agung. Untuk sementara Devi tidur di kamarnya dan dia tidur di kamar sebelah.
Paginya Agung dikagetkan dengan suara teriakan Devi. Cepat-cepat Agung berlari menuju kamar. “Ada apa, Dev?” tanya Agung panik dengan napas yang masih tersengal-sengal. “Aku berada di mana ini?” tanya Devi bingung. Matanya menyapu ruang kamar dengan cemas. “Di rumahku” jawab Agung datar. “Apa yang kamu lakukan semalam sama aku?” “Ih, aku gak ngapa-ngapain kamu kok. Kamunya yang kenapa semalam minum alkohol sampai mabok dan gak sadar aku bawa kemari,” Devi terdiam, lalu menangis. “Lah, malah nangis. Begitu ya cewek kalo ada masalah pasti nangis. Kamu gak mikir, kalo seandainya tadi malam saat kamu mabok berat gak ada aku? Terus ada lelaki hidung belang di sampingmu, apa yang terjadi?” Devi masih diam.
“Karena aku khawatir dengan kamu makanya aku ikuti kamu terus. Dan karena kamu udah mabok berat dan tidak sadarkan diri lagi, aku bawa kamu ke rumahku.” “Kenapa kamu sebegitu pedulinya sama aku?” “Karena aku sayang kamu, Dev! Meski aku tau kamu gak bakalan menerima cintaku. Karena cinta kamu sudah mati. Tapi aku akan tetap mencintaimu, aku rela menjagamu walaupun kamu bukan milikku. Karena cinta tak harus memiliki,” “Maafkan aku, mas Agung. Aku masih trauma dengan yang namanya cinta.” “Iya aku paham. Aku harap suatu hari nanti perasaan kamu bisa berubah!” Devi menundukkan kepalanya.
“Dev, jangan pernah membenci cinta. Karena cinta tidak pernah salah. Merekalah yang salah dalam menilai cinta. Kamu masih bersyukur, diluar sana banyak perempuan yang hilang kehormatannya karena salah menilai cinta. Aku harap kamu bisa dewasa mendeskripsikan tentang cinta. Jadikanlah semua yang terjadi ini adalah pelajaran berharga. Kamu merasakan bagaimana sakitnya kecewa, jadi jangan sampai kamu kecewakan orang lain karena cinta!”
“Mas Agung… aku minta maaf, Aku belum bisa mencintaimu!” “Iya, aku ngerti perasaan kamu. Ya, sudah kamu istirahat dulu. Tenangkan pikiranmu. Dan ingat, jangan kamu ulangi hal bodoh seperti tadi malam. Semua masalah pasti ada solusinya, hadapi dengan dewasa bukan dengan alkohol”. “Siap 86 Mas Agung!” jawab Devi semangat sambil tertawa renyah.
Agung tersenyum melihat Devi sudah kembali ceria. Meskipun ia masih sedih dan kecewa karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Yah, mau bagaimana lagi. Karena jatuh cinta itu tidak bisa dipaksa. Dan ia berharap suatu hari nanti ia menemukan seseorang yang tepat yang bisa menggantikan posisi Devi di hatinya.
Cerpen Karangan: Masliana Savitri Blog / Facebook: Putri Atau Pitri
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 14 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com