Di bawah guyuran hujan sore itu, kita sama-sama memandang pada bulir air yang jatuh berserakan di depan halaman sekolah. Kau bersenandung lirih menunggu hujan berhenti. Sedang, aku suka sore ini. Ia memberiku kesempatan untuk bersama dua hal yang paling kucintai sekaligus kubenci, Hujan dan Kau.
Udara segar memenuhi rongga dadaku, membuatku sekali lagi jatuh cinta padamu. Jatuh artinya sakit dan cinta artinya tabah meski menerima luka-luka, serta padamu artinya pada setiap lekuk jiwa-ragamu.
Diam-diam aku melihat ke arah bola matamu yang bening itu. Ia berbinar-binar memancarkan cahaya. Ingin sekali aku menatapnya terang-terangan di hadapanmu. Namun, aku tau batasanku.
Hujan ini membuatku jadi bertanya-tanya, selama bersamaku, adakah kau ingin menatap bola mataku juga? Adakah satu titik dimana kau ingin meleburkan debu-debu luka itu menjadi harapan baru yang paling terang? Di dalam netra itu, tolong biarkan bintang yang mati terlahir kembali. Tolong lepas lukamu dan mulailah meraihku.
Semenjak tadi kau di sampingku, namun jiwamu menerawang entah kemana. Ada perasaan sakit yang menggelayuti jantungku ketika aku tersadar bahwa kau belum bisa sepenuhnya melupakan sosok masa lalumu. Jika suatu hari nanti semesta mempertemukan jalanmu dengannya, apakah kau akan meninggalkanku sendirian? Apakah membantumu berdiri sama saja dengan menggali lukaku sendiri?
Kumohon jangan jadikan aku pelampiasan. Sejak awal, tolong jangan jadikan aku pelampiasan. Aku tahu paras cantik, lembut suara, dan hari-hari indah musim hujan yang ada di ingatanmu adalah miliknya. Bukan milikku. Dan lagu yang kau nyanyikan sembari menangis, hanya ditujukan untuk sosoknya, masa lalu yang tetap tinggal dalam dadamu meski Ia sudah jauh entah dimana. Meski, kau telah membawaku ke dalam hidupmu. Kau belum melupakannya.
Ucapan selamat ulang tahun darimu adalah hal pertama yang membuatku menyukaimu. Lantas, yang kedua, ketiga, dan seterusnya adalah senyummu dan matamu dan hujan di sore kali pertama kau memboncengku dan setiap waktu kau memberiku perhatian.
Ucapan maaf karena kau masih menyukai sosok masa lalu darimu adalah hal pertama yang membuatku membencimu. Lantas, yang kedua, ketiga, dan seterusnya adalah perihal kau jadi lebih sering meratapi kepergiannya diam-diam dibelakangku. Dan hanya dua alasan itu, tapi bagiku sudah seperti seribu pisau menghujam perasaanku yang sedang melambung tinggi.
Tolong selesaikan dulu masa lalumu sebelum menghampiriku. Sejak awal aku mencintaimu dengan sungguh, namun kau menjadikanku pelarian semata. Cinta yang pincang tidak akan membawa hubungan kita kemana-mana. Jangan memintaku untuk bersabar lebih lama lagi. Seperti kau, aku juga ingin dicintai sosok yang kucintai.
Rintik perlahan berhenti. Halaman sekolah dipenuhi genangan, memantulkan warna pelangi. Dan disinilah, saat pantulan warna-warni itu jua menyelusup ke dalam netramu. Kuberanikan diri untuk terang-terangan mengatakan perasaanku padamu, “Maaf, aku tak bisa bersabar lagi untukmu.”
Kau hanya tersenyum pilu, aku menangis tersedu. Selepas hujan sore itu, aku jadi lebih sering menangis. Aku tahu, kau sakit. Namun, ketahuilah bahwa orang-orang yang hanya kau jadikan pelampiasan menanggung rasa sakit yang jauh lebih berat. Seperti pelangi di matamu, semoga kelak ada sosok yang lebih tabah dariku, yang mampu membawa lagi warna indah dalam hidupmu. Semoga kau bisa mendapatkan apa yang kau cari, dicintai orang yang kaucintai.
Cerpen Karangan: Pipit Imelia Blog: pipitimelia.blogspot.com