Aku tertawa terbahak-bahak, tawaku meluncur sampai sakit perut. Banyak cerita lucu dibagikan kepadaku semasa Rintik di panti. “Apa kamu tidak mencari orangtuaku?” Muka pucat ditunjukkan. “Dia mengajakku pindah ke rumah tapi aku belum siap.” “Kenapa?” Tanyaku penasaran. “Aku mau hidup bebas, tanpa perlu kekangan aku suka mengekpresikan diri dalam tulisan, cerpen, sajak, novel aku bahagia dengan caraku sekarang..” Kutatap matanya lekat. Degup jantung berdebar kencang aku merasakan kalau aku memang mencintainya dan sulit lepas darinya.
Aku terus berdoa jika takdir bisa menyatukan kami dalam perasaan yang saling sama-sama mencintai. Sampai di rumah aku duduk berselonjor kaki di kamar banyak hal ingin aku ceritakan kepada Ifah tapi aku tahu bahwa temanku ada acara keluarga. Memilih memendam sendiri.
Terdengar suara di luar aku mendengar Mamaku terjatuh di lantai. Segera aku hampiri dan aku membawanya berbaring di sofa. Panik aku memanggil supir membawa Mama ke rumah sakit Rs. Kencana. Dalam perjalanan malam aku bertahan untuk tak mengeluarkan sebutir airmata.
Tiba di koridor rumah sakit aku merunung memegangi wajah dengan kusut. Dokter Bram keluar memberitahu kondisi Ibu. Hanya kelelahan saja. Pasti akibat Ibu mengurus butiknya yang kian laris demi menanggung biaya hidup sekolahku.
Setelah dokter melepas stateskop aku masuk ke dalam ruangan Ibu. Kondisinya dipasangi infus. Aku berusaha kuat. “Jangan nangis Nak, Mama baik-baik aja…” Suara itu mengarah sama aku. Ibu membuka kedua bola matanya lalu perlahan merengkuh tubuhku walau Ibu terlihat lelah.
Suasana rumah mulai tak ada yang seperti dulu. Aku merindukan di mana Ayah selalu ada bersamaku menemani di meja makan. Ibu sibuk bekerja sekarang semua sunyi. Hingga aku terpaksa menjauh dari rumah bertemu Rintik kami mengobrol di kosan masalah fiksi.
Dan ternyata novel Rintik sudah akan di pinang penerbit. Bercerita tentang gadis yang broken home suka sunyi dan bertemu lelaki penyuka senja persis denganku. Bahasa digunakan juga tentu fiksi ada sentuhan magnet mengapa aku bisa suka padanya? Itu dia sikapnya berbeda dari orang kebanyakan suka bergaya kuno delapan puluhan. Berambut gondrong dan juga tidak bertingkah laku playboy seperti cowok lain.
Bastian kebetulan lewat daerah rumah Rintik merekam dan mengirimkan WhatsApp seseorang. Aku tidak melihatnya karena aku sibuk memandangi wajah Rintik. Ponselku berbunyi. “Pulang kamu sekarang!” Ayah marah besar padaku.
Dari mana Ayah tahu kalau aku bersama Rintik. Aku benci dan marah padanya memaksa aku pergi dari kosan Rintik. Katanya aku tak pantas bergaul dengan orang miskin. Ayah belum tahu saja jika Rintik anak terpandang dia cuma… belajar hidup mandiri tanpa bantuan orangtua. Aku salut.
“Kalau gak pulang, Ayah bisa suruh anak Buah Ayah untuk seret kamu dari sana!” Sangat sarkas. Aku akhirnya menuruti permintaan Ayah.
“Aku pamit, Ayah minta aku pulang.” Rintik berkata padaku, “ya sudah hati-hati.” Setelah lama di rumah aku merasa gelisah sudah tiga Minggu aku tak bertemu Rintik hatiku di rundung rindu teramat dalam.
Aku mulai bosan belajar, bermain ponsel menonton mv aku mau bertemu lelaki itu. Aku memutuskan kabur dari rumah tanpa menbawa ponsel, melewati sudut jendela kamarku. Ternyata tiba di kossan Rintik sudah tak ada rumahnya kosong melompong. Seorang tetangga muncul menceritakan semuanya.
“Nak… Rintik pindah ke rumah orangtuanya, saya lihat dia antar supir waktu saya tanya katanya sih Ibunya sakit keras.” Masya Allah? Aku terkejut.
Ibuku juga pernah sakit tapi kini sudah membaik setelah ditangani Dokter. Sewaktu hari aku bertemu Ayah tengah bersama seseorang di kafe sepertinya mereka akrab dan lelaki itu menatap lurus ke Ayah.
Pakaian berwarna jas putih tampan bertubuh tegap lumayan tinggi. Aku menyangka jika orang tersebut adalah kolega bisnis. Kudekati mereka dari jarak lumayan dekat. “Anakku sekarang kembali ke rumah!” “Memangnya kamu sudah menemukan anak kandungmu?” “Sudah dia tampan dan sangat pintar menulis aku dengar novelnya segera terbit, dia bilang ingin menjalani apa yang dia suka tanpa paksaan aku menerima itu semua.” Tutur kata begitu jelas aku bisa mendengar. Jadi aku langsung berstigma kalau Rintik pasti mengalami hal demikian.
“Namanya Zaga bukan aku ingat saat masih kecil aku datang menjenguk ke rumah sakit?” “Iya.” “Sayang pembantuku Sumarni menculik dan membawa kabur menaruhnya di panti asuhan.” “Sudahlah itu semua masa lalu?” “Jadi anda Ayahnya Rintik?” Kudekati dua pasang lelaki tengah berbicara. Ayahku kaget menemukan aku berdiri dengan muka sangat tegang. “Kamu kenal putraku?” “Aku berteman dengannya bahkan dia motivasi aku menulis kami punya hobi yang sama membaca fiksi dan menulis.” jawab aku tersipu malu. Sedangkan Ayah seperti menyesal, raut muka tak bisa dibohongi waktu kejadian beberapa tempo lalu sempat marah besar karena melarang berhubungan dengan lelaki miskin bernama Rintik. “Ayah minta maaf… Ayah tidak tahu,” “Jadi kalau Rintik orang miskin Ayah akan melarangku berteman dengannya,” “Bukan itu jadi seseorang teman kamu mengirimkan video kamu bersama Rintik di kosan katanya dia gembel dan sebagainya Ayah kaget dan takut putri Ayah kenapa-kenapa?” Kalimat terlontar dari Ayah membuatku sadar kalau ternyata Ayah cuma berniat untuk melindungi aku
Airmata aku jatuh basah secara perlahan kupeluk tubuhnya. Di hari weekend aku bertemu sama Rintik kami sedang liburan di pantai. Pemandangan indah menyejukkan mata. Aku sangat suka suasana di sini. Penuh dengan kebahagiaan. Kami piknik menikmati ikan bakar. Sementara para orangtua sibuk berbincang.
Rintik menatapku dan memberikan sebuah lembar kertas. Aku kaget kuliah Sastra di Tokyo. Apakah Rintik akan meninggalkanku? Aku mencintainya dan tak ingin jauh darinya.
“Aku hanya berkelana mengejar ilmu, ketika pulang aku akan melamarmu tunggu aku S2 di sana.” Rintik memberikan senyuman.
Aku memeluk tubuhnya erat. Perjalan cinta kami dimulai dengan kisah unik, tulisan sastra telah menyatukan kami. Setelah menjalani masa sebelum Rintik berangkat kami pergi berdua menonton film. Di sana aku bertemu Bastian cowok yang paling aku benci.
Bastian tidak sendiri bersama para gengnya sih perusuh menganggu saja. Aku mendekat kearahnya. Aku menampar mukanya. “Plakkk… berengsek kamu nggak pantas masuk ke hatiku, karena aku telah memilih Rintik sebagai kekasih.” “Rintik tidak ada apa-apanya dibanding aku pemilik yayasan sekolah, donatur, aku kaya punya segalanya tampan cakep kurang apa lagi? Aku vokalis Band Green 2.” Menyombongkan diri sekali. Aku malah ingin menghajarnya namun lelaki itu hampir menciumiku dan berbuat mesum. Sehingga Rintik menghajar terjadi perkelahian.
Semacam ini aku kurang suka, kulerai mereka. Tidak jadi nonton memutuskan ke timezone bermain apa saja? Di sana aku menikmati setiap waktu kami. Sampai suara dari perutku berbunyi.
Malu bisa ditangkap oleh Rintik mengajakku pergi ke kfc selain meneraktir makan. Rintik juga berulang tahun padahal aku belum memikirkan kado. Jadi aku memberitahu kabar gembira kalau tulisanku akan di bukukan ada ph mau mengangkatnya sebagai film. Kami sama-sama bersucakita.
“Selamat semoga kau senantiasa bahagia, dan aku akan memberikan sesuatu.” Sebuah gelang berwarna coklat couple. Memasangkan ke tanganku. Selesai makan kami belum pulang mampir sebentar ke seniman jalanan katanya ada hadiah akan diberikan padaku.
“Tada…” “Jika kau rindu selama aku di Tokyo pandanglah lukisan ini dan kau akan menganggap aku tetap ada bersamamu di depan.” Airmata tak sanggup aku tahan. Kuambil lukisan di depan kemudian aku peluk. Sangat indah, ukiran dari gambar menujukkan ketulusan cinta abadi dan sejati.
Selesai