Disore hari kala menuju senja ada hal yang aku ingat, yaitu berakhirnya kisah kita. Aku ingat, betapa sedihnya dirimu saat itu, perlahan air matamu mulai menetes membasahi pipi indahmu. Terasa hatikupun mulai bersedih sesaat setelah ucapan itu selesai hingga tak terasa aliran air matakupun juga mengalir.
Kala sore itu yang aku tak mau ingat lagi dengan tiupan angin dari sudut jendelamu di akhir September dengan usikan pandemi. Pada sore itu, dari kamar kosmu menjadikan koneksi dan pertemuan awal kita menjadi taaruf cinta yang akan mengalir hingga benar-benar rasa seakan semakin nampak pada aliran rasa yang makin melekat pada sosok wanita yang polos dan menjadikan aliran cintaku semakin berkembang dan menyatu dengannya. Seiring dengan berjalannya waktu menjadikan kisah aku seakan berada di persimpangan dan tak menentu arah kemana yang ditempuh selanjutnya. Harapan dan doa akan terus kupanjatkan demi rasa akan berlabuh kemana setelah ini.
Akhir tahun 2020, merupakan waktu yang sangat sial bagi kita dan kisah kita, dimana pertemuan aku dengan dirimu yang selalu jadi kebanggaan sudah sangat dikhianati oleh jarak dan waktu. Dengan begitu jembatan komunikasi denganmu hanyalah lewat koneksi yang menjadikan rindu terobati dengan hitungan menit.
September 26, 2020. Itulah hari sacral bagi ikatan rasa dan cinta aku denganmu mulai menyatu. Dengan tuturan kata dari untuk mengeja diksi akan mulai dari mana aku mengungkapkan perasaan cinta. Waktu terus berputar kitapun mulai mengkristalkan rasa kita dan bahkan ucapan-ucapan janji akan selalu saling setia dan menjaga demi hubungan dua insan yang berbeda menjadi satu menjadikan rasa dengan pelan-pelan menerima dengan kasih yang melekat.
Waktupun berlalu kisah aku dan kamu menyimpan banyak kenangan. Akhir desember jadi hal buruk bagi hubungan kita, dimana jarak dan waktu kini berkuasa dan mengkhianati pertemuan kita. Awal januari 2021 menjadi hal buruk yang menghampiri kisah yang tak pantas untuk diingat.
Ingin rasanya aku mendapatkan kembali kenangan-kenangan yang dulu kita bina, susah, sedih, senang, marahan, gelisah, khwatir takut dan banyak hal lain yang menyangkut rasa kita alami bersama-sama. Aku sering menggandeng tanganmu disaat kita menyusuri jalan menuju kediamanmu kala kita selesai merajut cinta di taman kota. Dengan dibiasi cahaya-cahaya lampu jalan menambah romantisnya kita berdua. Kala bersama diwaktu dan tempat manapun perhatianku untukmu menambah orang sekitar terharu. Detik demi detik kita lewati bersama waktu demi waktu kita lalui bersama dan pada saat itu aku tak henti-hentinya bersyukur oleh karena kebahagiaan yang engkau berikan sangat berarti.
Setiap pagi ketika aku bangun, hal yang paling dulu terlintas dalam ingatanku adalah namamu, aku mengirimkan pesan selamat pagi dan bahkan memanggil lewat whatsapp karena kamu sering lambat bangun. Harapanku kala itu bahwa akulah penyebab senyum pertamamu di pagi itu. Setiap hari yang kita lalui begitu berarti kau menemaniku melewati hari demi hari dan kehidupankupun begitu berwarna.
Masa yang tak pantas hadir untuk kita telah tiba yaitu restu dari cinta tidak menginginkan kita bersatu. Berat rasanya menyampaikan kata itu, namun oleh karena keadaan yang semakin mengusik sehingga terpaksa ungkapan menuju final terjadi. Kita berada di puncak itu kala januari jadi saksi. Air mata seakan tak hentinya mengalir dengan kata-kata tak bisa keluar hancur dan hambar dari hati dan akhirnya kisah kita berakhir namun rasa tetap sama dan masih menginginkan harapan untuk kita dipertemukan jika kebahagian memang ditakdirkan untuk kita dan akan bersama selamanya. Yang sebenarnya selama ini tidak pernah terfikirkan untuk kita dipisahkan, namun apalah artinya semuanya sudah terjadi.
Kini, doa dan harapanku semoga aku dan kamu selalu memiliki kebahagian di sisa hidup yang kita jalani.
GUSTI SUHARDI Lahir di Kirak, 11 July 1997
Cerpen Karangan: Gusti Suhardi Blog / Facebook: Gusty Harry Kane