Duduk di kafe yang sama memandangi seseorang. Seperti menunggu tanpa kejelasan. Hujan tidak akan tahu cappucino yang Zila hisap sangatlah enak. Aroma menyembul ke kafe. Usia Zila sudah sangat matang untuk menikah. 27 tahun. Namun Maizila belum juga menemukan jodoh.
Gadis itu menatap lembaran kertas berserakan di bawah meja belum terbaca sama sekali. Membukanya langsung saja Zila terkejut. Jelas sekali kata-kata puisi bahwa orang ini sedang menggambarkan rasa galau. Pada setiap sajak yang ia tulis kemudian dibuang begitu saja. Benar-benar menusuk saat Zila membaca tak terasa air matanya basah. Dan seluruh hati pikiran mendadak jadi galau. Harusnya ini tidak terjadi. Tapi tulisan tanpa nama membius lewat kalimat, tutur kata yang ditulis.
Tanpa Nama
Senyumnya adalah kebahagian terindah… Perlahan menjadikan aku kuat, Namun senyumnya telah pudar… Setelah langit mulai menghitam… Sementara dia yang indah Telah pergi bersama kata Perpisahan…
Senja yang semula menarik Kini tampak tak menarik Tak ada lagi aku jalan bersamanya Menatap sang surya tenggelam Berpegangan tangan romantis Penuh kebahagiaan…
Kini cerita telah berakhir Mengenang masa lalu penuh sendu… Di batas kota di tempat kami Bersemi sebagai sepasang kekasih Yang pernah memadu indahnya cinta…
Aku adalah serpihan luka… Yang akan terus mengenangmu di lembar sanubari…
Kelak jika takdir Mempersatukan kita di dalam Surganya… Maka kita adalah cinta sejati Yang tak akan pernah mati
Setelah membacanya kemudian memasukan ke dalam tas. Lalu membayar dengan jumlah uang seratus ribuan.
Di hari sama datang ke kafe Almond. Kafe dengan gaya yang modern dan memutar musik jazz dan indie. Sabana nama laki-laki yang sering memainkan musik sendu. Selesai penampilan menghampiri salah meja mengajaknya mengobrol. Kagum akan sosok Sabana menaruh pada lembar kertas menuliskan kalimat.
Aku ingin berkata kalau aku kagum Sayangnya aku tidak bisa bibirku berat terkunci—unknown
Sudahlah jangan berharap bisa berkenalan dengannya. Akhirnya di suatu sore di tengah perjalanan pulang kerja. Sabana muncul menenteng kantung berisi belanjaan, bermaksud membantu baju terkena cipratan motor. Mata memandang lurus ke arahnya.
“Kamu?” “Kamu?” “Aku…” “Hm…” Pertanyaan terus dilontarkan mata Sabana menatap plastiknya kemudian berjalan. Sepanjang jalan hanya hening tanpa suara. “Astaga puisi itu,” Sabana terkejut harusnya tadi di buang di tempat sampah. Tapi Sabana terlalu lupa meminta kertas tersebut. “Sebaiknya sampah tersebut dibuang saja.” “Please… jangan aku suka mau aku simpan.” “Tapi—” Terdiam menggaruk kepala Sabana malu kalau mengaku di depan gadis itu jika itu miliknya.
Di suatu hari cerah Zila kembali ke kafe yang sama. Menemukan lembaran kertas menarik perhatian. Dan Sabana ada di sana. “Ini punyaku…” jawab ia jujur. Akhirnya terungkap sudah.
Di saat memesan makanan di kasir sebuah tulisan komputer menyala. Tulisan itu begitu indah. “Si Sabana dia suka menulis bahkan novel ini hasil karangan sehabis bekerja dia akan luangkan waktu.” Tika salah satu pegawai memberitahu. Zila kagum pada sosok Sabana namun hanya sebatas itu. Puisi itu bahkan Zila pajang menjadi sebuah bingkai lucu sekali bukan. Tidak lama Sabana muncul menyerahkan mocca-mint. Kemudian pertanyaan muncul.
“Aku mau tau puisi galau itu untuk siapa?” Tersedak mendengarnya cowok itu lekas tersenyum. “Bukan siapa-siapa aku cuma menulis saja?” Seseorang masuk dan mendekati Sabana. “Kiran ngapain kamu di… di sini?” ucap Sabana terkejut. “Aku minta maaf Pandu tidak sebaik yang aku kira, dia sering melakukan kdrt ini dia… belum jadi suami dia sudah main tangan, aku nyesel hiks…” “Penyesalan sudah tidak ada artinya, mendingan kamu pulang.” Zila memilih mencari tempat lain. Sementara gadis itu memperhatikannya.
Sesekali pandangan tertuju pada mereka kelihatan asyik berdebat. Mencoba untuk mengalihkan diri Zila membuka ponsel. Melirik Instagram. Banyak hal membosankan gosip artis kawin cerai, ditangkap narkoba, dan kasus lainnya. Bosan Zila menyeruput minuman terburu-buru lalu pergi. Percuma kembali semuanya sia-sia. Gadis itu berjalan dengan airmata dia menubruk Zila. Langsung mengucapkan kata “maaf.” Lalu menjauh begitu saja. Manik mata tertuju padanya. Lekas saja masuk ke dalam mobil. Memilih pulang di apartemen seperti biasa selalu sunyi. Merebahkan tubuh sembari menatap bingkai terpanjang di tembok. Cinta begitu rumit sekali banyak luka, itulah alasan lain mengapa Zila memilih singgle seperti sekarang. Lebih baik begini daripada terluka.
Sosok Ayah yang dirindukan Zila muncul ingin sekali pulang ke kota pempek tapi waktu belum pas. Kota Palembang penuh kenangan termaksud kenangan bersama cowok itu. Cuma Reksadana yang membuatnya sulit berpaling. Sayang Reksa seakan menggantung dirinya. Malah jadi ghosting.
Di masa putih abu-abu Reksa berdiri di atas rooftop membacakan tulisan jeleknya, sudah kayak cakar ayam. “Aku berjanji akan terus menjadi sahabat terbaik Zila,” Zila menandatangi kemudian mengambilnya sampai sekarang disimpan rapi di lemari. Namun Reksa backpaker itu memilih berkelana mengelilingi seluruh Indonesia dan juga dunia. Dia juga punya channel YouTube isinya liburan. Setiap ada notifikasi Zila membukanya. Dan kini notifikasi itu muncul.
Video Reksa ada di Labuan Bajo. Rindu sekali Reksa menyentuh dada berharap pulang dan menemuinya. Reksa biasa tidur di mana saja? Rumahnya ada di mana-mana yang penting makan tercukupi. Sebenernya asli Palembang cuma hobi jalan sulit dilewatkan. Reksa cuma kuliah sabtu minggu itu pun melalui laptop. Jadi bebas bepergian ke mana saja Hidup sederhana adalah mottonya makan di pinggir jalan ditambah kerupuk dengan sambel menjadi kebiasaan Reksa. Hujan turun deras bergegas mengangkat jemuran.
Di sebuah supermaket ada sesosok cowok mengambil kornet yang sama. Tinggal satu. Memilih mengalah saja daripada berdebat lagi pula orang tersebut sangat terkenal. Dan gadis itu masih banyak pertanyaan di benaknya. Sampai di kasir cowok itu malah menyerahkan kornet itu ke troli. Sedangkan dia cuma mengambil mie instan berserta sosis. “Maaf aku akan makan nugget dan juga bumbu nasi goreng hari ini, kamu makan saja.” Zila mengulumkan senyum. “Aku juga akan makan mie instan dan sosis kelihatan enak di cuaca dingin seperti ini.” Melihat senyumnya Zila jadi meleleh. Berbeda dari biasanya. “Baiklah kornet di batalkan saja,” Menaruh kornet ke tempat lain. Sekarang tidak ada menu daging di dalam makanan yang akan di buat Zila. Sepertinya itu lebih sehat.
Pulang ke istana kecilnya Zila memasak menu sembari di bantu pembantu. Ada sebuah pesan masuk. Ternyata dari cowok yang dirindukan. Segera membaca.
Reksa: Aku akan kembali bertemu denganmu salam dariku untukmu Zila: Ini beneran gak bohongin aku kan? Reksa: Aku gak bohong
“Non masih sama cowok non muslim itu? Non cari aja yang seiman.” Benar Reksa memang Kristen. Tapi apalah daya cintanya begitu kuat.
Maka pada sore hari mereka bertemu di sebuah kafe dan membicarakan apa pun. Banyak hal mulai dari masa sekolah. Tidak ada perubahan dari wajah cowok itu malah senyuman tercipta. Reksa berkata bahwa perjalanan bertemu Tuhan semakin dekat. Dia merasa Yesus ada di mana-mana termaksud saat mengunjungi Manado ada patung besar di sana dan berdoa. Itulah ketakutan terbesar dari gadis itu di mana Reksa membahas tentang agamanya.
“Reksa bisa kita pesan makan aku sangat lapar hari ini?” ucap Zila membuka buku menu. “Zila… apakah kamu mencintaiku?” Terlontar jelas di wajah cowok berambut gondrong tersebut. “Iya aku mencintaimu, tapi aku tahu jalan kita bersatu sulit kecuali kamu mau masuk Islam seperti kataku barusan.” ujar Zila jujur pada perkataanya tanpa peduli pada hati. “Sejak kapan?” tanya Reksa kembali. “Sejak sma, dan aku tidak bisa berdusta padamu.” “Semesta sepertinya menolak kita bersama, karena aku dan kamu berbeda iman.” Airmata keluar dari bola mata gadis itu benar-benar hancur. Meninggalkan kafe Reksa merutuki dirinya sebenarnya dia juga mencintai Zila cuma saja banyak perbedaan antara mereka. Batasan itu seakan menjadi penghalang.
Setelah aksi kejar-kejaran berlangsung kemudian Reksa memeluk erat Zila. Mengeluarkan sesuatu. “Cincin ini aku beli di salah satu toko will you marry me?” Terdiam cukup lama. “Sepertinya kamu benar, kita harus berpisah terlalu berat jika di lanjutkan.” Berlari sekencang mungkin memasuki taksi. Pembantunya memberi cahaya untuk menghentikan kegilaan ini. Sempat merasa dighosting nyatanya cinta berbeda agama akan menyulitkan pada waktunya menyakiti kedua belah pihak. Berhenti di kafe Sabana sedang bernyanyi lagu amin paling serius.
Seusai bernyanyi Zila bertepuk tangan. Permainan piano cowok itu lumayan bagus juga.
Semakin hari rasa rindu terhadap sosok Reksa makin tidak tertahankan. Sebuah kertas yang diterbangkan dengan kerajinan pesawat. Tiba-tiba terlempar dan ditemukan oleh seseorang.
“Jika melepasmu adalah yang terbaik, aku ikhlas.” Kabar terakhir Zila dengar Reksa melakukan perjalanan ke Solo.
Cincin yang sempat disematkan ke Zila disimpan. Siapa tahu saja akan ada pendamping datang dan seiman dengannya? Perlahan ketika berjalan datanglah Sabana membawa kertas. “Ini punyamu?” “Kok tau sih?” menggaruk kepala Zila heran karena jatuh di Sabana. Pipinya merona. “Kita sama-sama galau dan kamu juga hari ini mungkin ini takdir bahwa akan ada hal baik buat kita berdua.” Kami berjalan di temani burung bertebrangan. Satu hal yang Zila rasakan ternyata bertemu orang senasib tidaklah selalu buruk. Mereka punya cara menyimpan luka, dan memperbaiki diri berusaha sembuh dari rasa sakit mendera.
Setahun kemudian… Zila membuka kotak nostalgia berubah jadi bahagia. Sekarang ia punya dua anak satu cowok satu lagi putri. Sedang berada di gendongan sang ayah mereka terlihat asyik bercengkrama. Dan menggambar. Sementara Zila sibuk pada sup ayam yang belum matang. Tinggal menambahkan penyedap rasa sebentar lagi siap di santap.
“Anak-anak sudah dulu mainnya, panggil Ayah makan yuk!” “Iya Bunda.” Panggilan Zila berubah. Seluruh keluarga muncul di meja makan. Riang menikmati semangkuk nasi dan sup lezat. Bibirnya sangat lahap menguyah.
Sabana menaruh piring di dapur ikut membantu mencuci. “Biar aku saja!” “Aku saja!” Mereka saling berdebat malah siram-siraman air. Adegan penuh romantis. Ada video masuk kiriman pernikahan dari Reksa bersama gadis pilihannya Catherine mereka sudah resmi menikah di katredal Bali. Cinta bersemi akibat lukisan Catherine yang begitu indah, dia juga pandai menari Bali. Akibat ibunya seorang penari. Banyak kisah di bagikan Reksa penuh canda tawa. Keputusan move-on adalah jalan terbaik dan memilih cinta seiman.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz Umur: 26 Tahun Akun Wattpad: @titinstory akun lama tidak bisa terbuka @titinghey Aku seorang Elf fans Super Junior Siwonest dan juga Massivers fans Rian Dmasiv sangat suka menulis novel dan juga mendesain baju, makan, dan terakhir menyanyi lagu Korea drakoran. Akun Novel Toon: Titin Kahar ada tulisan horror di sana misteri Kematian mantan