Ini pasti bukan cinta. Runtukku kesal. Aku sudah kebal dengan kisah cinta yang seperti itu. Tidak. Itu bukan cinta. Hanya perasaan kagum saja. Rasa tertarik, dan jika dibiarkan akan tumbuh subur.
Pagi tadi, jantungku berdegup tidak karuan. Pasalnya ada penjaga kasir baru di supermarket langgananku. Aku kenal dengan semua karyawan disana. Wajah itu. Senyuman itu. Sial. Kenapa hatiku jadi seperti ini? Aku seperti merasakan rasa yang sama seperti dulu.
Cukup. Aku menelungkupkan wajah ke bantal. Menangis. Menangis? Iya. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama. Aku harus mengubur dalam-dalam perasaan ini. Benar. Pasti hanya rasa kagum saja. Inikah kehidupanku? Bertemu orang baru-kagum-tertarik-suka-pergi. Terus sampai sekarang. Dan ini adalah saat dimana aku harus mengubahnya. Aku akan membakar sampai ke akar. Tapi Aku mengusap wajah. Mataku pasti merah. Kenapa aku menangis? Simple. Aku tahu tidak akan pernah sanggup melakukannya. Ini berbeda. Hari ini, tidak lepas dari sedetik wajah itu hilang. Aku seperti menyukainya.
Aku meremas kertas bertuliskan daftar belanja. Apa aku akan baik-baik saja? Jawabannya tidak. Sejak melangkah keluar rumah jantungku sudah tidak normal lagi. Apa aku harus periksa ke dokter?
Sampai. Aku masuk dengan wajah tertunduk. Satu-dua karyawan menyapaku. “Hanna! Bu Rin ada pesanan lagi ya? Butuh kardus kah?” Aku hanya mengangguk, tersenyum. Tanpa menatap karyawan tadi. Dengan cepat aku menuju rak bahan kue. Mamaku pembuat kue. Itulah alasan kenapa aku sering kesini.
“Hanna, ya? Kata Mbak Sri gak usah nyari, suruh kasih kertas belanja aja. Entar langsung dikardusin.” Orang itu mendekat. Aku menoleh. Suara itu… Penjaga kasir yang baru! Wajah ini merah seketika. Aku mengangguk patah-patah. Kikuk menyerahkan kertas, menunduk. Jaraknya dekat sekali!
“Ditunggu di situ aja.” Si penjaga kasir baru menunjuk kursi di pojok rak. Aku segera kesana. Tapi Si penjaga kasir baru itu memegang lengan bajuku. Aku menoleh. Kenapa? Jangan-jangan. Tidak. Pikiran buruk memenuhi kepala. Aku menepis tangannya. Menunduk. Hilang sudah kekaguman itu. Tapi Si penjaga kasir baru itu malah tersenyum, “Kau lupa padaku?” Aku terhenyak. Mulai menatap lamat-lamat. Lupakan pikiran buruk itu dan rencana untuk menghilangkan perasaan. 10 detik lengang. Aku mengusap wajah.
“Kau sudah ingat? Cepat sekali aku dilupakan olehmu. Mengecewakan.” Suaranya terengar sedih. Aku terdiam, menunduk. “Hanna,” Aku mengangguk pelan. Ya. Aku mengingatnya. Kenapa aku tidak kenal dengan Si penjaga kasir baru itu saat pertama kali melihatnya? Tapi hati ini tidak berbohong. Debaran ini sama seperti dulu. “Kau, tidak. Hanna…” Suara itu bergetar. Aku hanya diam mematung. “Maafkan aku. Lihat. Aku sudah kembali.” Dia tersenyum menatapku. Aku mendengus. Apa lagi ini?
“Hanna-” “Lebih baik kita lupakan itu semua. Aku terlalu naif. Kalau kau masih berpikir aku orang yang sama, itu tidak akan pernah terjadi.” Aku berseru pelan. Membalikkan badan. Ini sudah lebih dari cukup. Orang itu tidak mungkin mencegahku.
Mau kuceritakan? Aku dulu pernah menjalin hubungan dengannya diam-diam. Saat itu umurku 15. Hubungan itu bertahan 2 minggu, lalu dia pergi entah kemana. Aku jelas sakit hati. Dia adalah orang pertama yang membuatku berdebar. Aku sudah lama menyukainya, hingga rasa itu terbalaskan.
Bangkit, aku mulai menggunakan orang lain. Hanya pelarian. Aku terus mencari foto laki-laki tampan di medsos, berharap hati ini kagum, lalu melupakan sakit itu. Terus hingga sekarang. Dan ini saatku merubah. Aku tidak akan pernah seperti itu. Aku terus berlari. Tidak peduli Mbak Sri memanggil. Aku akan pergi dari semua kisah konyol itu. Dan pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Lupakan kertas belanja. Aku harus menjauh dari supermarket itu.
5 menit, aku menoleh. Terlihat supermarket jauh di belakang. Sama seperti semua kenangan itu.
Cerpen Karangan: Nazai