Delva sangat membenci saudaranya. Baginya pengalaman buruk harus dialami. Mereka satu rumah tapi tidak akur. Sampai di mana Delvo menyukai cewek yang sama dengannya.
Rafa menghampiri Delva. “Kalau lo suka sama Trixxie dekatin.” ucap Delva berkata. “Gue bukan cowok munafik yang suka kejar cewek buat narik perhatian.” Menaruh earphone di lapangan. Cowok itu berjalan pergi ke ruangan musik.
Suaranya begitu merdu memainkan lagu Afgan. Kemudian Delva menghentikan permainan kala seseorang menghampiri. “Gue liat lo Trixxie.” Diam-diam Trixxie menghampirinya tanpa perlu disuruh. Membuka pintu ruangan musik cowok itu menyuruhnya masuk. “Kamu sering main musik, aku suka cowok yang kayak gitu romantis kamu ingat kita kan satu-” Menutup mulut Delva tersenyum. “Gue tau lo pasti suka dibaperin, tapi gue tanya satu hal bisa gak lo nyanyi?” “Suaraku biasa aja, aku kurang bisa bernyanyi.” jawab Trixxie menundukkan kepala.
Semua orang pernah mengalami namanya terluka. Dan itulah Delva rasakan. Sulit menyembuhkan layaknya boneka telah dipatahkan tidak bisa dimainkan lagi.
Kini Trixxie bernyanyi dan Delva memainkan musiknya. Ada hal disadari oleh cewek itu perubahan sikap Delva yang dulu manis kini menjadi jutek. Jarang menyapa tapi baru kali ini Delva mengajaknya berbicara.
“Lo tau piano segalanya buat gue seperti Ibu.” ujar Delva. “Ibu?” “Setelah lo pergi pas selesai tk, gue ngerasa kehilangan kemudian ada masalah.” “Masalah apa?” tanya Trixxie sedikit ingin tahu. Alisnya terangkat satu. “Gue belum bisa cerita.” Delva terdiam menyentuh tutsnya kemudian ia berhenti bermain. “Ya udah gak papa.” Mengacak rambut cowok itu. Sepasang bola mata menangkap kemesraan keduanya. Memandang penuh amarah, cemburu membuatnya kesal. Sampai tak sadar menendang sesuatu hingga menimbulkan keributan.
Pertanyaan terus muncul di benak Lavina Alzeanna. Yakin kalau pertengkaran kakak adik itu hubungannya dengan masa lalu mereka yang buruk. Di kelas Pak Muhidin sedang mengajar namun Trixxie malas memilih tidur. Sampai bel bunyi dan pulang sekolah mampir ke toko kosmetik. Mempercantik diri kebiasaan terbaiknya.
Supaya wajah putihnya tetap awet. Sepulang dari sana Trixxie bertemu sama Delvo. Delvo dengan cueknya memegang bola basket. Lalu bandana diikat di kepala menampilkan aura tampan bercampur parfum aroma cowok.
“Trixxie gue tadi nyari eh malah hilang!” “Iya aku langsung pergi, soalnya mau beli ini.” Menujukkan lipstik, skincare. Menujukkan belanjaan Trixxie yang begitu banyak. “Buat menarik perhatian kakakku kan Kak Delva, bedak itu, lo tetap cantik kalau gak pake itu.” ucap Delvo meninggalkan Lavina bersemu merah.
Jarang seorang cowok memuji dengan tulus. Berjalan menaiki bus Trixxie tidak sabar pulang. Tapi sesampainya di rumah kosong Mama pasti bekerja di luar. Sedangkan Papa masih jadi supir di rumah orang kaya. Trixxie masuk ke dalam membersihkan muka pake tissue basah dan pelembap wajah.
Ponselnya berdering dari Yasmin. Bunga juga ada di sana. “Yuk movie marathon di genflix!” Yasmin memanggil Lavina malah terdiam lama. “Malas, gue mau di rumah aja Yasmin sorry aku lagi pengen istirahat.” Berbicara sembari mengigit bibir.
Setiap malam Delvo selalu menyimpan in haeler penyakit asma suka kambuh belum lagi penyakit jantung. Selama ini Delva selalu menganggap dia salah sehingga kebenaran tertutpi. Peristiwa di mana Ibu menyelamatkan dirinya kemudian terjadi musibah. Airmata jatuh Delvo terus saja emosi. “Ini semua salah gue, gara-gara gue Ibu meninggal.” menyalahkan diri sendiri. Rasa sakit menjalar jantungnya perih.
Belum lagi asma diderita, Delvo membutuhkan tabung untuk bernapas memasukkan ke mulutnya. Lalu berjalan ke dapur mengambil air dan obat. Delvo dibantu sama Bi Sumi. Bi Sumi bagaikan Ibu kedua merawatnya dari kecil mengerti semua keinginan Delvo mereka bisa saling memahami. Delva masuk menemukan Delvo meminum obat yang sama. “Dasar penyakitan!” ujar Delva menghina Delvo.
Jarang akur begini pertengkaran kedua saudara. Sebenernya harapan bisa akur itu ada, hanya saja jarak keduanya semakin menjauh. Masuk kamar sang cowok membanting pintu kasar. Selalu marah. Baru juga pulang.
Di kamar Delva akan memutar musik keras lagu apa saja. Tanpa bernyanyi cuma mendengarkan musiknya. Kadang Delvo juara kelas merasa risih terganggu, tidak bisa belajar. “Berisik!” Kali ini suara kencang Delvo mengetuk kamar cowok itu. Malah mengamuk menyeduhnya membuka pintu. “Woy budeg, gue bilang buka… ya buka…” terbayang jika Delva membuka pintu. Dan benar saja cowok itu keluar dari dalam kamar malah mengeluarkan pakaian kotor. “Suruh Bi Sumi cuci, sekalian jangan ketuk kamar gue gak sopan.” jawab Delva tanpa senyuman wajahnya datar. Dipikir dia pembantu apa? Menaruh pakaian sembarang di tempat mesin cuci. Sementara Lavina terlihat sibuk menyusun kata-kata melakukan chat terhadap seseorang dikagumi. Berbaring di kasur lantas menarik napas. Kaki tiarap dan diangkat berdiri kebelakang. Posisi memegang bantal guling.
Bi Utami membawa susu coklat. Ditaruh di atas meja pertanyaan sama kembali muncul. “Papa Mama mana?” “Belum pulang Non, mungkin besok baru sampai ke Jakarta.” Kerja di Jepang membuat kedua orangtuanya sibuk dan melupakan dirinya.
Belum menemukan kata pas memilih mengirim pesan ke salah Bunga. Bunga dikenal encer otaknya matematika saja dia jago. Sedangkan Yasmin paling pintar bahasa Inggris, kalau matematika bisa dapat merah.
“Bantuin aku dong pr matematika!” Bunga membaca pesan sedang bermalam di rumah Yasmin membalas cepat. “Giliran pr cepat banget, giliran ke sini jarang ngumpul.” Muka Bunga berubah cemberut. Apalagi Rafa belum menyatakan cinta pada Bunga.
Nurul anak pemilik ibu kantin sedang mengantarkan makanan untuk tuan muda Rafa pemilik Alaska Grup. Orang terkaya di sekolah. Mata Nurul tidak bisa berhenti menatap ketampanan Rafa. Sayang ada orang lain lebih dulu melotot kepadanya. Memilih untuk fokus membawa semangkuk bakso.
Hati siapa tidak retak saat melihat cowok disukai malah hampir mencium anak ibu kantin padahal niatnya cuma mengambil daun melengket di kepala. “Sudah!” Tersentak kaget jantung Nurul jadi berdetak kencang.
Bisa mati muda kalau cuma karena cowok Nurul jadi salah tingkah. Bunga marah meninggalkan kantin mendengar pertengkaran Delva dan Delvo.
“Gue berhak marah sama lo,” Delva mendorong tubuh Delvo tersungkur di lantai. “Tapi nyokap gak pergi karena gue, itu udah takdir.” Mencoba membuka mata hati Delva. “Gak bisa balikan Ibu, gue rindu sama Ibu.” Menatap tajam wajah cowok di depannya. “Gue harus rekam semuanya.” Bunga merekam memasukkann ke dalam facebook sehingga viral menjadi bahan olokan. Mereka sudah tau alasan sebenarnya.
Bahkan Trixxie mendapatkan firasat buruk setelah menonton video tersebut. Mereka babak belur muka merah lebam. Dan dibawa ke ruangan guru. Keduanya masih ramai dibicarakan bahkan dari sekolah lain. Merasa perlu membantu cewek itu berjalan ke ruangan kesehatan membersihkan luka dari Delva.
Delva keluar menatapnya memegang kotak obat. Menepis kasar tangan Trixxie. Airmata bercucuran tidak boleh menyerah dia berlari menyusul sang pujaan hati teman tknya.
“Aku gak akan nyerah, karena kamu cinta pertamaku.” Trixxie mengusap bulir airmata.
Di sana Delva duduk memainkan piano. Nada jadi berantakan tidak seperti biasanya. Trixxie masuk membersihkan luka Delva dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja jangan khawatir ada dirinya memberikan rasa aman. Delva yang semula dingin susah dijangkau menyentuh tangan Trixxie. kemudian membenarkan rambut berantakan.
“Gue bisa, cuma gue dalam kondisi lemah…” “Kenapa karena Ibu gak ada?” “Ibu pergi cuma ke Surga, nanti kalian bisa kumpul kembali.” “Tau apa lo tentang Ibu?” Berontak Delva keluar.
Kabar kalau Delvo masuk rumah sakit kondisi kritis. Selama ini telah salah sering bersikap jahat sama saudaranya. Di tengah ruang ugd Delva menatap sang adik. Bi Sumi datang membawa perlengkapan pakaian Delvo. Menceritakan suatu hal.
“Den Delvo dia sakit jantung, dari kecil ibunya Den Delva kasih perhatian ekstra karena selain asma dia sering mengeluh sakit di dada.” Bi Sumi menangis membahas tentang ini. Delvo merahasiakan karena tidak mau semua orang khawatir.
Dokter keluar memberi tahu jika Delvo membutukkan donor jantung. Bersedia menjadi pendonor malam ini juga. Setelah operasi selesai Delvo membuka mata. Perlahan tersenyum memeluk Delva.
“Kok sok manis sih, lo gak usah drama di depan gue.” “Siapa yang drama dibaikin salah? Dasar cowok lemah, kepiting rebus.” “Kok kepiting?” “Suka merah mukanya kalau diperhatiin, kek sekarang.” Trixxie masuk membawa bungkusan plastik berisi makanan sembari tersenyum lebar. “Dimakan ya sih kembar.” Langsung saling menatap mereka sudah akur rupanya.
Sore itu di taman sekolah Delva membawakan sesuatu dari kantin rupanya satu mangkuk bakso dimakan berdua. Dari jauh Delvo berusaha mengikhlaskan diri memilih pergi malah menabrak Yasmin.
“Apaan sih minggir bau belum mandi ya ke sekolah?” “Lebih parah elo bau ketek, belum cuci muka ya mata lo ada tahinya.” Yasmin murka melempar tasnya sampai membuat cewek itu memukul pantat menggunakan tas. Mereka saling berkejaran. Pak Adi datang memberi tahu kalau kelas free jadi bebas melakukan asal tidak bolos. Dan guru sedang melakukan rapat penyusunan pembangunan sekolah dari donatur.
Rafa mendekati Bunga mencoba meminta maaf. Kemudian bercerita banyak hal mereka malu-malu tapi sekarang sudah resmi jadian menjadi sepasang kekasih. Berbeda sama Delva yang berniat menata masa depan nanti saja berpacaran.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz Nama panggilan: Titin Akun wattpad: @titinstory akun lama @titinghey tidak bisa login Akun Novel Toon: Titin Kahar