Jodoh itu ada di tangan Tuhan, sebagai manusia kita wajib berusaha dan berdo’a agar selalu diberikan yang terbaik olehNya. Ya, itulah ajaran nenekku sebelum beliau tutup usia. Kau tahu, dari sekian banyak cucu nenekku hanya akulah yang tak punya pacar. Kalau dibilang jelek sih, aku nggak jelek-jelek amat, kalau dibilang judes ya enggak juga terus kenapa ya aku nggak punya pacar? Kadang, hal itu tersirat di pikiranku tapi segera kuusir biar aku nggak pusing. Entah apapun penyebabnya itu, aku selalu berdo’a semoga aku mendapat suami yang baik untukku.
“Lagi liat apa, Dik?” “Itu si Mira. Enak kali ya direbutin dua cowok, nggak kayak aku. Jangankan direbutin cowok, satu cowok aja aku nggak punya” “Ya udah, besok Kakak rebutin kamu ya tapi sama kucing. Hehehe” “Kak Rama apaan sih?” “Habis kamu lucu. Kamu kira direbutin cowok gitu enak? Apa kamu nggak kepikiran kalau kamu diam-diam udah bikin susah orang lain? Belum lagi kalau mereka bertengkar sampai terluka kan kasian Dik”
Dia adalah Kak Rama. Kak Rama adalah kakak kelasku yang paling baik dan paling dekat denganku. Kami seringkali jalan bareng, belajar bareng dan yang paling sering adalah jajan cilok bareng. Lucunya, Kak Rama itu sama denganku jomblo. Hehehe
“Daripada bengong di sini mending jajan cilok yuk” “Ayo Kak” “Oh ya, ngomong-ngomong kamu kok kenal sama Mira Dik? Padahal dia itu kan top model yang jarang bicara apalagi sama cewek kayak kamu” “Dia itu teman sekelasku kakak. Hayo, jangan-jangan Kak Rama diem-diem naksir sama Mira yaaa” “Idiiiih nggak ya. Dia itu bukan tipeku dik” “Terus tipe kakak yang seperti apa?” “Yaaa, dia yang mau ngertiin aku sih, mau tak ajak hidup sederhana, nggak banyak coment mau jajan yang murah atau yang mahal” “Ooo gitu ya kak. Kok Kakak suka sama cewek yang sederhana gitu sih?” “Dik, cewek yang sederhana itu kalau diajak hidup bareng pasti akan memikirkan anak dan suaminya bukan egois mikirin kecantikannya sendiri. Doyan dandan maksud kakak” “Ooo..” “A o a o melulu dari tadi neng? Kenapa? Mau daftar ya? Hahaha “Tuh kan.. Kak Rama mulai lagi” “Kamu lucu Dik kalau bilang ooo gitu” “Kok gitu kak?” “Iya, wajahnya sama buletnya kayak huruf o. hahaha” “Kak Rama nakal. Awas nanti. Hiihh”
Ting, ting, ting “Hpku bunyi? Ada Wa dari siapa ya?” gumamku Kuambil Hpku kemudian kubuka dan seperti dugaanku ternyata kak Rama. Entahlah, sepertinya ada yang memberi tahuku sebelum kak Rama Wa. Lagi apa Dik? Nggak ngapa-ngapain Kak? Dik, punya buku cetak bahasa Inggris kelas 1 nggak? Ada donk. Kenapa kak? Boleh pinjam? Please, Ehemmm boleh tapi bayar ya per hari 50 rb Dik, kamu kok gitu se sama kakak?? Boleh2 kak, jangan ngambek donk. Besok aku bawakan ke sekolah yaa Ok
“Dielus-elus biar mulus” “Resek lu. Ganggu orang lagi seneng aja” “Emm aku tahu, itu pasti bukunya Sinta yaa?” “Tumben kamu pinter Tom?” “Eh, resek lu ya? Gue kan emang dari sononya udah pinter Ram. Udah, buruan tembak dia Ram, ntar kalau kelamaan disabet orang looo” “Iya.. ya, tapi dia mau nggak ya sama aku?” “Hei Ram, kalau dia nggak mau sama kamu terus ngapain dia mau kamu ajakin jalan bareng bahkan sampai sekarang dia masih jomblowati. Itu berarti kan dia nungguin kamu, lagian kamu sendiri yang bilang kalau Sinta itu cewek yang pernah datang ke mimpimu bukan? Udah Ram buruan tembak” “Ok. Aku akan buruan nembak dia”
“Dik, bukunya udah. Makasih ya” “Oke Kak, sama-sama” “Oh iya Dik, coba kamu cek dulu bukunya siapa tahu ada yang ketinggalan di situ” “Apa yang tertinggal Kak? Foto cewek Kak Ram ya? Hehehe” “Kamu ini, godain kakak terus nanti kecantol tahu rasa kamu” “Hahaha kak Ram.. Kak Ram, bercanda Kak. Iya, nanti aku cek. Sekarang aku buru-buru mau masuk kelas kan bentar lagi jam istirahat udah habis kak” “Oke” “Dada kak Ram” “Da da da”
Sore itu, kupandangi pak Man yang sedang merawat tamanku dari balik jendela kamar. Mama dan papaku memang suka dengan bunga apalagi lili. Kau tahu, di rumahku ada banyak bunga lili dengan beraneka ragam warnanya. Pikiranku jadi melambung tinggi, seandainya saja aku duduk di taman itu dengan kak Ram pasti hatiku akan bahagia. Jujur, sejak dulu aku ingin mempunyai pendamping seperti kak Ram. Dia lebih dewasa, baik dan tampan lagi tapi apakah kak Ram mau dengan gadis tomboy sepertiku? Secara, kawan-kawan kak Ram satu angkatan banyak yang cantik. Jadi, mana mungkin dia memilihku. Aku rasa akan lebih baik jika rasa cinta ini kupendam saja. “Hei, kenapa aku jadi begini sih? Niatku kan memandangi taman untuk mencari inspirasi untuk lomba menulis cerpen minggu depan, kenapa jadi mikirin kak Ram?” gumamku “Aha! Aku dapat ide!”
Sekarang hari senin, seperti senin senin sebelumnya rutinitas siswa dan siswi adalah upacara bendera, tapi senin kali ini sangat beda. Aku tak pernah mengira hal ini akan terjadi padaku. Saat itu, bapak Kepala Sekolah sedang memberikan nasihat kepada kami kemudian..
“Anak-anakku yang saya banggakan, pagi hari ini bapak sangat bahagia karena ternyata secara diam-diam ada kawan kalian yang telah mengharumkan sekolah kita lewat bakat menulisnya. Jadi, sabtu siang kemarin bapak mendapat telfon dari panitia lomba menulis cerpen tingkat provinsi. Beliau bilang, kalau ada siswa bapak yang menjadi juara 1 lomba menulis cerpen tingkat provinsi yaitu atas nama ananda Sinta Rahmawati dari kelas X-3. Untuk itu bapak memanggil ananda Sinta” Aku tersentak kaget, rasanya seperti mimpi bisa meraih juara menulis cerpen tingkat provinsi. Akupun pergi ke podium memenuhi panggilan bapak kepala sekolah.
“Jadi, ini yang namanya Sinta?” “Iya pak, saya Sinta” “Jadi anak-anak Sinta adalah pemenang lomba menulis cerpen dengan kategori cerpen romantis. Tapi nak, apa kamu sudah bertemu?” “Bertemu siapa pak?” “Rama. Kalau dalam pewayangan ada sebuah cerita tentang Rama dan Sinta. Nah, karena bapak sudah tahu kalau di sekolah ini ada Sinta berarti kan tinggal Rama nya yang belum” Aku tak bisa menjawab apapun hanya saja rasanya mukaku memanas belum lagi riuh tepuk tangan kawan-kawan dan kakak kelas yang membuat wajahku tambah panas. “Sinta, kemarilah nak. Ini hadiah dan juga piagammu” “Terima kasih pak”
Aku masih terngiang-ngiang upacara tadi pagi, rasanya aku jadi malu mau ke kantin atau tempat keramaian sekolah. Entah mengapa rasanya seperti ada banyak mata yang mengawasiku. Belum lagi candaan bapak Kepala Sekolah tadi rasanya aku semakin rindu pada kak Rama tapi malu. Akupun berusaha mengendalikan diriku sendiri, mencoba tenang dan rendah hati.
“Mau kemana Dik?” “Eh, kak Ram. Mau ke kantin kak jajan cilok. Hehehe” “Bareng yuk!” “Ayo” “Oh ya, by the way selamat ya udah jadi juara menulis. Rencananya, kamu nanti mau kuliah ambil jurusan apa Dik?” “Thanks ya kak. Mauku sih Sastra Indonesia kan aku hobi nulis” “Ehmm.. kamu dapat kalimat-kalimat romantis dari mana Dik?” “Ya.. baca buku kak terus dari situ aku bisa merangkai kata gitu” “Ehmm.. berarti nanti enak suamimu Dik bisa bikin toko baju” “Kok gitu Kak?” “Ya, kamu kasih gombalan terus nanti bisa dijual. Hehehehe” “Kak Ram. Hiiih” “Apa? Mau cubit kakak?” “Enggak mau. Kakak jelek belum mandi” “Emang Kakak nggak pernah mandi. Wekk” “Pantes bau asem”
Hubunganku dengan kak Rama berjalan seperti itu selalu, tak terasa sudah 9 tahun aku mengenal kak Rama sejak masih kelas 1 SMA. Dekat tapi tidak pacaran dan kamipun juga sama setianya pada status jomblowers. Tapi, hari itu semuanya berubah tepatnya di ulang tahunku yang ke 24. Waktu itu kak Rama mengajakku ke café Tulip dekat perempatan jalan perumahan. Kebetulan, Kak Rama selain kakak kelasku SMA juga tetanggaku di perumahan. Ya, meskipun kami sudah sibuk dengan profesi masing-masing tapi kami masih sering berhubungan.
“Dik, besok kan hari sabtu kakak lagi libur kerja. Main yuk” “Ayo kak. Kemana?” “Ke café tulip di perempatan jalan itu” “Wah.. ide bagus. Boleh-boleh” “Besok kakak jemput jam 9 ya” “Oke” Hp kuletakkan di atas tempat tidur, entah mengapa aku merasa bahagia bisa bertemu dengan kak Rama besok. Rasanya sepertinya besok aku akan mendapat kejutan dari kak Rama. Kak Rama apakah besok kau mau menerima cintaku?
Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, seperti janjinya kemarin kak Rama sudah datang ke rumah menjemputku. Kali ini kak Rama memakai kaos putih lengan pendek dan celana jeans biru pekat dan tak lupa minyak wangi khas kak Rama. Akupun sudah bersiap sebelum kak Rama datang. Sebelum berangkat, kami berpamitan dulu pada Mama.
“Ma, kita berangkat dulu ya” “Loh, mau berangkat kemana pagi-pagi? “Mau ke café Tulip tante, boleh?” “Boleh donk Ram, tante percaya kok sama kamu. Oh iya, ngomonng-ngomong kamu lagi libur Ram?” “Iya tante, kan sekarang hari sabtu” “Oh iya, tante lupa bank kan tutup hari sabtu dan minggu ya? Ya udah, hati-hati ya” “Iya tante”
Kami sampai di café Tulip pukul 09.10, kak Rama memesan 2 buah macha hangat, minuman favorit kita berdua. Akupun duduk di kursi nomor 24, kursi dengan posisi yang enak duduk sambil memandang taman tulip. Tiba-tiba kak Rama datang dengan membawa sebuah kotak berwarna pink, kupandangi kotak itu sepertinya aku tak asing dengannya.
“Sudah kuduga kau pasti akan memilih kursi nomor 24” “Iya donk kak. Kita bisa duduk, ngobrol santai ditemani barisan bunga Tulip” Kak Rama hanya tersenyum kemudian dia duduk di depanku, ia menatapku dengan tatapan yang berbeda, tak seperti kak Rama yang biasanya.
“Selamat ulang tahun. Ini hadiahnya” ucap kak Rama sambil menyodorkan kotak pink itu “Makasih kak. Apa ini isinya?” tanyaku terheran “Kalau pengen tahu ya dibuka donk Dik” Kubuka kotak pink itu dan betapa kagetnya aku isinya adalah Al-qur’an pink yang dibeli kak Rama dulu saat kita masih kuliah.
“Kak, ini kan Qur’an yang kakak beli waktu kita masih kuliah dulu dan kakak bilang kalau Qur’an ini akan kakak berikan pada seorang wanita yang pas di hati kakak” “Iya Dik dan wanita itu adalah kamu. Sejak dulu, kakak sayang sama kamu tapi kakak lebih suka menjaga kamu daripada jadi cowok kamu. Kakak takut dosa dik. Sekarang terserah kamu mau terima atau enggak” “Kak, aku mau ngajarin anak cucuku baca Al-qur’an pakai Al-qur’an ini. Boleh ya” “Boleh banget sayang. Hehehe” “Qur’annya bagus ya Ti?” “Iya Kung bagus” “Kok masih disimpan Ti” “Kan Uti dapat dari cowok ganteng Kung, ya Uti simpen hehehe” “Sekarang apa dia masih ganteng Ti” “Udah jelek Kung kan udah tua. Hehehe” “Uti nakal yaa tak cubit nanti” “Nggak mau, sakit Kung” “Ya udah, sini Ti” Kupeluk suamiku laki-laki yang dulu pernah melamarku dengan Al-Qur’an pinknya. Sekarang dia tidak hanya menjadi suami tapi juga bapak dan kakek. Kung Rama dan Uti Sinta