Langit malam semakin kelam sepi tak bercahaya, tak ada secuilpun cahaya yang menyinari, hanya gumpalan-gumpalan salju putih membawa hawa dingin yang menyelimuti. Semakin aku berjalan, semakin kurasakan hawa dingin yang membalut. Kupercepat lajuku sebelum tulang-tulang tuaku membatu oleh dinginnya salju. Keretaku berhenti di depan sebuah losmen milik Tuan George. Losmen itu tidak mewah namun pelayanannya memuaskan, baru saja aku masuk ke losmen itu kedatanganku sudah disambut oleh receptionistnya.
“Ada yang bisa saya bantu tuan?” ucap receptionist itu sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya nampaknya ia berusaha menahan dinginnya malam. “Selamat malam, apakah ada kamar kosong?” tanyaku sopan “Ada Tuan kamar kami yang kosong tinggal nomor 14 dan 20, tuan ingin check in di kamar mana?” ucap receptionist itu dengan ramah “Saya check in di kamar nomor 14 saja” jawabku sambil menahan dingin “Baik tuan. Boleh saya tahu identitas tuan?” “Iya, ini identitas saya” ucapku sambil memberikan kartu pengenalku pada receptionist itu “Baik tuan, akan saya catat” ucap receptionist itu dan iapun mulai menulis identitasku di sebuah buku tamu.
Setelah selesai mencatat, receptionist itu mengembalikan kartu identitasku dan memberikan kunci kamarku. “Mari Tuan saya antar ke kamarnya dan kopernya boleh saya bawakan?” ucap pria tampan berbaju sama dengan receptionist itu, rupanya pria tampan itu adalah bell boy di losmen ini. “Silahkan” ucapku sambil mengulum senyum
Pria itu mengajakku menaiki tangga, menyusuri pintu-pintu kamar nomor 1-10. Rupanya, pemilik losmen ini telah mendesign setiap lantai ada 10 kamar. Kamarku terletak di lantai 2 tepatnya nomor 2 dari ujung ruangan. Sesampai di depan pintu kamarku, pria itu membukakan pintu kamar dan mempersilahkanku masuk. “Silahkan masuk tuan, semoga tuan senang dengan kamarnya” ucap pria itu dengan ramahnya dan kujawab dengan anggukan dan sebuah senyuman.
Akupun masuk ke kamarku dan menutup pintu itu, kurebahkan badanku di ranjang tanpa melepas sepatu ataupun menata koperku di lemari. Kutarik selimut coklat yang ada di ranjang itu dan segera kupenajmkan mataku.
Keesokan harinya pintu kamarku diketuk oleh pelayan tampan yang kemarin mengantarkanku ke kamar. Seperti kemarin, ia masih tetap menyapaku dengan ramah dan memberiku senyuman indah.
“Selamat pagi tuan. Bagaimana tidur anda?” sapa pelayan itu dengan ramahnya “Pagi. Kemarin aku kedinginan sehingga aku langsung tidur tanpa melepas sepatuku, mungkin sekarang ranjangmu sedikit kotor” ucapku “Tidak masalah tuan, menjaga kebersihan losmen adalah tugas kami, yang penting pelanggan senang menginap di sini” ucap pelayan tampan itu “Iya, itulah mengapa saya suka menginap di sini, pelayanan di losmen ini sangat bagus dan memuaskan” timpalku
“Oh iya tuan, saya ada susu hangat untuk tuan. Diminum ya?” ucap pelayan itu sambil menyodorkan segelas susu hangat untukku “Kau baik sekali anak muda. Terimakasih ya” jawabku sambil menerima susu itu Pelayan itu pamit kepadaku, katanya ia masih harus mengisi absen pelayan dulu sebelum shift kerjanya habis.
Sepeninggal pelayan itu, aku menutup pintu kamarku lagi dan pergi mandi dengan air hangat. Seusai mandi, akupun berganti baju bersiap untuk check out dari losmen ini namun sebelum check out, terlebih dahulu aku menikmati pemandangan di depan losmen lewat jendela kamarku. Di sana kulihat ada sebuah rumah besar dihiasi taman mawar di halamannya. Bunga mawar, aku jadi teringat akan seseorang yang pernah ada di hidupku 30 tahun yang lalu.
Wanita itu bernama Marry, ia adalah istriku yang pertama dan yang terakhir. Sebagai seorang istri, ia adalah istri yang baik. Setiap hari ia berusaha melayaniku dengan sigap. Apapun yang aku inginkan selalu jadi kenyataan bahkan akupun sering tidak memikirkan apakah Marry keberatan atau tidak, yang penting aku terpuaskan.
Pernah aku meminta semangkuk sup kepadanya, waktu itu ia masih sibuk dengan pekerjaan dapurnya. Ia mengatakan akan memberiku sup dalam 10 menit lagi namun masih 7 menit ia sudah datang dengan semangkuk sup. “Kau lama sekali!!” ucapku sambil menumpahkan mangkuk itu ke lantai Prang.. “Oh tidak, kau menumpahkan supnya. Kenapa kau menumpahkannya? Bukankah aku datang kurang dari 10 menit?” ucap Marry sambil menitikkan air mata “Dasar perempuan bodoh! Aku sudah lapar tapi kau tak mengerti!” ucapku sambil memukulnya dengan kayu.
Kejadian-kejadian seperti itu sering kali terulang setiap hari sampai suatu ketika aku melihat Marry sedang menyiram bunga mawarnya di taman. Tanpa banyak kata, aku langsung menjambak rambut pirangnya, menyeretnya ke kamar sambil memaki-makinya.
“Kau ini kenapa? Kenapa kau bertambah kejam kepadaku? Apa salahku?” ucapnya “Dasar wanita murahan! Kau diam-diam telah berselingkuh di belakangku” bentakku “Kau benar-benar sudah tidak waras Nicholas! Selama ini aku masih bisa mengalah dengan sikap kasarmu namun lama-kelamaan kau bersikap seperti orang gila. Kau boleh saja membenciku dengan sejuta alasanmu namun aku masih punya harga diri! Meskipun aku tak pernah mendapat cintamu namun aku tidak pernah mau berselingkuh dengan siapapun!” ucapnya
“Lalu siapa itu Daniel?” tanyaku padanya “Daniel adalah saudara sepupuku. Ia adalah anak dari bibi Monica. Puas kau sekarang!” jawabnya “Bohong! Sekarang kau pergi dari sini!” bentakku “Baik. Aku akan pergi sekarang juga” ucap Marry
Beberapa menit kemudian Marry keluar dari kamar dengan membawa 2 buah koper coklat kesayangannya. Ia pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata perpisahan padaku dan akupun membiarkan itu berlalu.
Tok.. tok.. tok Pintuku di ketuk oleh seseorang, ketukan itu membuyarkan lamunan muramku. Kubuka pintu itu dan kulihat ada seorang pelayan berada di depan pintuku. “Selamat pagi tuan, tadi saya dapat pesan dari David kalau tuan akan check out pada pukul 09.30” ucap pelayan itu dengan ramahnya “David? Siapa dia?” tanyaku “Dia adalah kawanku, pelayan yang kemarin mengantar tuan ke kamar ini. Boleh saya bawakan kopernya?” ucap pelayan itu “Tentu, kau boleh membawanya. Oh iya, kalau boleh tahu rumah besar dan bertaman mawar itu milik siapa?” tanyaku “Oh.. itu rumah Tuan George, pemilik losmen ini tuan. Ada apa tuan?” Tanya pelayan itu lagi “Taman mawarnya sangat indah, saya suka” ucapku sambil mengulum senyum
Pelayan itu membantuku membawakan koperku, kemudian kami berjalan menyusuri lorong lantai 2 dan ia pun juga mengajakku menuruni tangga losmen itu. Saat aku menuruni anak tangga, kulihat seorang anak laki-laki. Anak itu kira-kira berusia 3 tahun namun wajahnya mirip sekali dengan Marry. Kupandangi anak itu, entah mengapa anganku jadi melayang jauh di atas awan. Seandainya aku bisa hidup bahagia bersama Marry mungkin cucuku seumuran dengan anak itu.
“Tuan, mana kuncinya?” Tanya pelayan itu “Oh.. maaf. Saya terlalu asyik menatap anak laki-laki itu. Ini dia kuncinya” jawabku sambil menyodorkan kunci kamar 14 “Dia adalah Michele, cucu tuan George” jawab pelayan itu “Ooo.. anak yang sangat tampan, mungkin tuan George setampan anak itu” jawabku
Akupun segera ke meja receptionist untuk membayar sewa losmen dalam semalam dan juga mengambil kartu identitasku. Setelah membayar, kubalikkan badanku dan kuraba saku jasku sepertinya aku punya sebatang coklat untuk anak itu. Kuaduk-aduk sakuku dan ternyata benar di dalam sakuku masih ada 2 batang coklat. Kuambil coklat itu dan keberikan padanya.
“Hai Michele, kau mau coklat?” tanyaku padanya “Mau. Mana.. mana” ucap Michele kegirangan “Ini coklatnya, ambillah tampan” ucapku “Telimakasih. Michele suka coklat” ucap Michele “Oh iya? Kalau begitu tunggu apa lagi, bukalah dan makan coklatnya” ucapku Kemudian Michele melakukan apa yang kuperintahkan, ia makan coklat itu sambil duduk di sofa losmen.
Tiba-tiba kudengar suara wanita paruh baya memanggilnya. “Michele.. Michele.. kamu dimana?” ucap wanita itu “Aku di sini makan coklat” jawab Michele
Wanita paruh baya itu berjalan ke arah kami, dari jauh kulihat sepertinya wajah itu tak asing bagiku. Semakin dekat semakin kukenali wanita paruh baya itu dan jantugkupun semakin berdebar kencang. “Marry? Kau ada di kota ini?” tanyaku agak gemetar “Iya. Kenapa? Kau sendiri sedang apa di losmenku?” Tanya Marry dengan sinisnya “Aku menginap di sini semalam, sekarang aku mau check out. Jadi kau adalah nyonya George?” Tanyaku “Iya, kenapa? Kau kaget?” Tanya Marry masih sinis “Dan anak ini siapamu Marry?” tanyaku “Dia adalah cucuku” jawab Marry singkat “Apa? Kau bisa membangun rumah tangga selama itu? Bahkan sampai memiliki cucu?” tanyaku heran “Iya, karena George lebih menghargai aku sebagai manusia tidak kejam sepertimu. Oh iya ngomong-ngomong pasti tidak ada wanita yang mau menjadi istrimu bukan?” “Kau benar Marry, tidak ada wanita yang mau menjadi istriku. Jujur, aku takut berumah tangga lagi” jawabku “Ya, itu karena kau tidak bisa memperlakukan wanita sebaik mungkin. Tapi, bukankah kau tak bisa membedakan antara manusia dan binatang?” ucap Marry masih setia dengan nada sinis
“Marry, aku tahu kau masih sangat marah kepadaku tapi ketahuilah sejak kepergianmu, aku sadar kalau aku telah berbuat salah bahkan waktu itu aku telah menyusulmu ke rumah ibumu namun rumahnya kosong dan ketika aku melewati gereja dekat rumahmu di sana kulihat ada pesta pernikahan, dan ternyata itu adalah pesta pernikahanmu” ucapku panjang lebar “Iya, kemudian George membawaku ke sini dan kamipun hidup bahagia sampai sekarang” ucap Marry “Syukurlah Marry, aku senang kau bahagia dengan pernikahanmu. Kalau begitu, aku pamit dulu Marry, ini sudah siang. Oh iya.. maafkan aku Marry” ucapku sambil berlalu meninggalkan Marry
Kulangkahkan kakiku keluar dari losmen, akupun segera menuju keretaku yang telah kuparkir di halaman losmen. Kunaiki keretaku dan kupacu kudaku agar kudaku melaju dengan cepat. 3 jam kemudian, aku telah sampai di rumahku. Rumah dimana Marry pernah ada di sini untuk beberapa waktu. Sesampai di rumah, kuparkir keretaku di tempat biasanya dan akupun langsung mengurung diri di kamar.
“Marry.. maafkan aku. Dulu saat kau hidup bersamaku, aku tak pernah menghargaimu sebagai seorang istri namun aku sadar kalau pria sekasar aku tak pantas menerima cintamu. Marry andai kau tahu alasanku menyendiri selama ini, masihkah kau akan marah padaku?” gumamku sambil mengusap foto pernikahanku dengan Marry
Cerpen Karangan: Hamida Rustiana Sofiati Facebook: facebook.com/zakia.arlho