Pekalongan, kota yang sangat indah dengan banyak kenangan disetiap sudutnya berpapasan dengan itu di kota inilah waktu yang mengenalkan salah satu diantara lainnya seorang yang tinggal di kotamu ini, jika diceritakan lebih detail mungkin dia seseorang yang biasa saja tanpa kekurangan dan juga tidak benyak memiliki kelebihan. Memang sedikit agak lucu cara mengenal dia tanpa kesengajaan hingga akhirnya saya pernah menetap di lubuk hatinya sampai ingin keluar dari sisinya itu rasanya sudah tidak mungkin lagi.
Dia bukan wanita yang pertama kali saya kenal tetapi dia orang pertama yang sudah membuat saya mengenal apa itu artinya kenyamanan dari seseorang yang saya temui selain dari sosok seorang ibu. Tanpa saya menceritakan lebih banyak dari persoalan yang sedang saya hadapi justru dia selalu memberikan semangat ketika saya menganggap bahwa hidup tidak akan baik-baik saja jika dilalui sendirian. Bagi saya dia adalah seorang wanita yang sudah saya anggap sebagai motivator terbaik ketika permasalahan hidup selalu menghantui.
Saat kaki tak mampu untuk melangkah lebih jauh dari biasanya dia memberikan kata-kata terindahnya yang belum saya dengarkan sebelumnya, mencintai dia tidak cukup hanya dengan satu hari, tiap harinya adalah petualangan setiap detiknya adalah kerinduan hingga sempat berpikir hidup tidak akan lebih baik jika tanpa dia.
“Semua permasalahan hilang dengan sejekap jika sudah memandang parasnya dengan senyum tipis yang mampu melelehkan keadaan dan mengorak-arik isi hati” ungkap saya ketika sedang bersama dia mengelilingi kota sembari menikmati terbenamnya sang fajar yang memangkas separuh dari keseluruhannya.
Sebagaian hidup saya menjadi lebih menyenangkan bisa menganal dia sampai tidak ada sedikitpun hati berucap untuk sedekar pergi dari sisinya jika bisa dikatakan sehari tidak cukup untuk sekedar bertemu lalu menikmati keindahan yang sudah disuguhkan oleh sang pencipta.
Hingga suatu ketika waktu yang tidak saya inginkan itupun terjadi yaitu waktu dimana harus merelakan dia pergi dan mengikhlaskannya melangkahkan kaki kehidupanku. Pada waktu itu kami berantem hebat hingga salah satu diantara kita tidak bisa membendung ego masing-masing hingga kata yang tidak ingin saya dengarkan dari mulutnya ialah “putus”. Kata itu bagi saya sangatlah menyedihkan ketika harus berpisah dengan seorang gadis yang sudah merubah hidup saya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Cerpen Karangan: Khoirul Fatihin Blog / Facebook: Khoirul Fatihin Penulis ini merupakan seorang mahasiswa disebuah universitas swasta di Pekalongan, menulis cerpen hanya untuk mengisi kekosongan saja diwaktu luamg