Namaku adalah Mika, seorang karyawan kedai kopi sederhana yang menetap disamping jalan. Setiap pagi, kegiatanku sudah penuh dengan jadwal yang padat. Setidaknya, suara bising kendaraan menjadi kunci untuk membuatku tersadar dari dunia mimpi. Aku selalu menjadi yang pertama kali datang di kafe itu. Keheningan ruang-ruang penuh dengan aroma kopi membuatku merasa tenang, hingga satu-persatu orang mulai berdatangan.
Namun diantara mereka, seorang laki-laki selalu duduk di tepi dinding kaca yang menembus huru-hara lalu lintas. Dia hanya memesan sebuah kopi yang sama setiap pagi, sambil memandangi sebuah toko pakaian di seberang jalan. Terkadang dia bergurau dengan candaan yang tidak terlalu menawan, namun ada sebuah harapan dibalik setiap kata-katanya. Sebuah kursi yang memandangi sesosok perempuan diluar kaca. Tentu saja, laki-laki itu melihat seorang perempuan yang anggun sembari menata kemeja di seberang jalan.
Rasa penasaran ini tumbuh dengan sendirinya, berharap bahwa laki-laki itu berani mengungkapkan perasaannya. Sesekali, dia akan mengeluarkan smartphone miliknya untuk mengambil gambar di luar sana. Ketika waktu mulai berubah menjadi siang, dia akan pergi dan kembali keesokan paginya. Sebuah rutinitas yang sederhana, namun dia memilih untuk tetap diam. Tak terasa, aku selalu memandang dirinya dibalik sebuah kenyataan. Lingkaran kehidupan memang tidak pernah lepas dariku.
Sepertinya aku sudah lupa, kapan pertama kali laki-laki itu datang ke tempat ini. Waktu memang kejam, dia menghapus sebagian dari ingatanku. Terkadang aku merasa kesal sendiri, namun hujan merupakan hal paling menjengkelkan. Pagi itu gerimis jatuh dan membasahi segelintir orang yang berada di jalanan, begitu juga dengan laki-laki yang datang menggunakan mantelnya. Dia masih duduk di tempat yang sama, namun dengan nuansa yang berbeda. Sebuah buku catatan kecil dikeluarkan dari saku bajunya, jari-jemarinya mulai menuangkan tulisan di selembar kertas.
Mungkin dia sudah menyerah dengan harapan itu, ketika perempuan di seberang jalan didampingi oleh orang lain. Tatapannya kosong, melihat gerimis diluar bingkai kaca yang membatasi perasaannya. Mungkin ini yang mereka bilang dengan sandiwara. Sebuah drama kecil untuk melengkapi hidup seseorang. Ketika waktu mulai menjadi siang, laki-laki itu beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu. Sebelum ia melangkah keluar, dia melihat diriku yang sedang berdiri dibelakangnya dengan sebuah senyuman. Mungkin itu adalah senyuman terakhir yang ia berikan secara tulus.
Pagi hari dengan cahaya matahari yang cerah, memasuki rongga-rongga kehidupan. Aku memulai hari ini dengan membersihkan sudut-sudut ruangan. Namun laki-laki itu tak kunjung tiba. Perasaan resah mulai menyelami pikiranku dan berharap bahwa dia baik-baik saja. Langkah kaki ini membawaku untuk duduk di tempat rutinitasnya selalu ada. Kini wajahku memandang jauh melintasi kendaraan di ujung jalan. Ketika aku ingin segera meninggalkan tempat ini, secarik kertas tertindih diantara vas bunga. Mungkin ini adalah goresan kecil dibalik cerahnya pagi.
“Mika aku menyukaimu…”
Cerpen Karangan: Imam Nurhaqi Terimakasih sudah membaca… Imam Nurhaqi
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com