Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Burung-burung beterbangan menuju sarangnya. Rerumputan bergelayut mengikuti arah angin. Bunga-bunga tersenyum manis di tempatnya. Semilir angin memberikan kesan sejuk di sekitarnya. Namun, kala sore itu. Aria sedang bersedih. Ada apa? Aria kesulitan mendapatkan informasi tentang kekasihnya. Aria tak tahu kabar kekasihnya saat ini.
“Kamu ke mana? Sampai kapan kamu menghilang dari aku? Salah aku sama kamu apa?” tanya Aria.
Ariana Kartika Putri biasa dipanggil Aria. Aria salah satu mahasiswa terbaik di kampusnya. Aria memegang peranan penting di kampusnya yakni, sebagai donatur tetap. Aria memiliki sifat rendah hati, ramah dan mudah tersenyum. Di usianya yang masih muda, Aria berhasil menorehkan prestasi. Salah satu prestasinya yakni, Aria berhasil lulus dengan IPK tertinggi di kampusnya. Prestasi lainnya, Aria berhasil membangun perusahaan ternama di negeri ini.
“Aria!” teriak Anne—sebagai sahabat Aria. Anne mau menceritakan kejadian tadi pada Aria.
Aria dengan Anne sudah bersahabat selama sepuluh tahun lamanya. Mereka berdua pernah mengalami suka maupun duka bersama. Mereka berdua sering mengalami pertengkaran hebat seperti, pertemanan pada umumnya. Namun, hubungan persahabatan mereka tak pernah berakhir sedikit pun. Karena mereka saling sayang satu sama lain, dan mereka tak ada niatan untuk mengakhiri hubungan persahabatan ini.
“Ada apa?” tanya Aria bingung dan heran. “Gue lagi kesel sama seseorang.” Aria menaikkan ke dua alisnya secara bersamaan. Aria menanyakan lagi, “Sama siapa?” Aria sedang menerka-nerka orang yang dimaksud Anne. Ya, siapa lagi kalau bukan Damar. Damar salah satu mahasiswa favorit di kampus ini. Damar memiliki wajah yang tampan—sebelas dua belas dengan kekasihnya. “Sama Damar.” Aria mengembangkan senyuman manis. Entah mengapa, Aria merestui hubungan Anne dengan Damar. Karena di saat mereka bertemu rasanya mereka memiliki kecocokan.
“Kok, senyum.” Anne memasang wajah cemberut. Anne tak menyukai reaksi Aria seperti itu. Sampai kapan pun, Anne tak akan menyukai Damar. Damar bukan tipe idealnya. Tipe ideal Anne seperti Dennis—kekasih sahabatnya. Namun, Anne tak ada niatan untuk merebut Dennis dari Aria. “Kamu itu cocok tahu sama Damar.” Anne mencubit lengan atas Aria sebagai reaksi. Sedangkan, reaksi Aria setelah dicubit oleh Anne yaitu, menjerit kesakitan.
Belum beberapa menit, Damar menegur Aria dan Anne. Damar mau menanyakan sesuatu soal Dennis—sahabatnya. Hampir berbulan-bulan Dennis menghilang. Damar sudah menanyakan ke orang-orang terdekat Dennis, tetapi mereka tak tahu sedikit pun. Seolah-olah Dennis tak mau muncul di hadapan mereka sejak kasus itu.
Ya, beberapa bulan yang lalu. Keluarga Dennis tertimpa masalah. Ayahnya dituduh menggelapkan uang perusahaan. Seluruh harta kekayaan keluarga Dennis disita. Hingga sekarang pengadilan belum memutuskan perkara ini—siapa yang salah maupun benar. Pihak pengadilan masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
“Aria, lo udah dapat kabar belum tentang Dennis?” Aria menggelengkan kepalanya. Aria menundukkan kepalanya. Hancur. Hatinya hancur berkeping-keping. Air matanya mulai berjatuhan dari pelupuk. Semua kenangan bersama Dennis terputar di benaknya. Aria tak tahu keadaan Dennis sekarang. Apakah Dennis baik-baik saja di sana? Apakah Dennis sedang tersesat dengan pikirannya? Apakah Dennis sedang membutuhkannya saat ini?
Anne mencubit pinggang Damar hingga meninggalkan bekas. Sedangkan, Damar hanya bisa memekik. Seolah-olah, Damar tak mengerti perasaan Aria—bagi Anne. Tak seharusnya Damar menanyakan hal tersebut ke Aria. Karena emosional Aria sedang tak karuan. Tatkala Aria menangis tersedu-sedu, dan tatkala Aria berusaha tersenyum walaupun rapuh.
“Kekurangan aku apa, Dennis?” Aria mengacak-ngacak rambutnya.
Anne memeluk Aria dari arah samping. “Jangan bersedih lagi, ya. Doakan aja, supaya Dennis bisa kembali, ya.” Aria mengangguk mengiakan. Aria tak tahu, apakah Dennis akan kembali atau tidak? Namun, sejauh ini Aria berharap, ada keajaiban yang datang untuknya.
Seluruh masjid mengumandangkan azan. Ayam jantan mulai berkokok di tempatnya. Sang mentari menyapa penghuni bumi melalui sinarnya. Burung-burung berkicau di batang pepohonan sambil menggoyangkan kepalanya. Bunga-bunga melakukan pergerakan yang mengikuti semilir angin. Embun pada dedaunan mulai berjatuhan ke tanah. Aktivitas manusia mulai kembali.
Aria tergesa-gesa. Saking tergesa-gesa, Aria menabrak seorang pria berbadan kekar dan tinggi. Aria mengamati dari bawah sampai atas pria tersebut. Seketika Aria kesulitan bernapas. Apakah ini sebuah mimpi? Apakah di hadapannya benar-benar Dennis? Apakah ini hanya halusinasi semata-mata?
“Aria,” sebut Dennis. Dennis terkejut bisa melihat gadis yang sangat dicintainya.
Aria menundukkan kepalanya. Tanpa berlama-lama, Aria memeluk Dennis dan melepaskan segala kerinduannya. “Kamu ke mana aja, sih? Aku kangen sama kamu.” Dennis membalas pelukan Aria, lalu berusaha menenangkan Aria. Dennis tak mau Aria bersedih. Dennis mau melihat raut wajah kebahagiaan Aria.
Banyak sekali yang tidak bisa diceritakan oleh Dennis. Dennis menghilang karena satu alasan. Alasannya? Dennis tak mau melibatkan Aria dalam masalahnya. Aria terlalu baik untuk disusahkan oleh orang lain. Maka dari itu, dia terpaksa untuk menghilang sementara. Selama dia menghilang, dia selalu mencari bukti tentang tuduhan papanya. Ya, Dennis berhasil membersihkan nama papanya di pengadilan.
“Kamu jangan khawatir sama aku. Aku gak apa-apa. Oh iya, bagaimana kabar kamu?” tanya Dennis penasaran. “Aku baik-baik saja. Kalau kamu?” Dennis mengangguk mengiakan.
Aria melepas pelukannya diikuti oleh Dennis. “Kamu ke mana aja? Aku cari kamu tahu.” Kerinduannya mulai terbalaskan. “Aku gak ke mana-mana. Aku lagi membutuhkan waktu sendiri demi menyelesaikan masalah ayahku.” Aria mengangguk paham. “Sekarang masalah ayahku sudah usai. Aku mau menemui kamu lagi. Aku juga rindu sama kamu.” Aria tersipu malu. Seketika pipinya dipenuhi blushing.
Arti bahagia itu sangat sederhana bagi Aria. Hanya dengan seperti ini, Aria merasakan arti bahagia yang sesungguhnya. Begitu pula dengan Dennis. Tuhan memang penyayang terhadap hamba-Nya. Jika kedua insan itu sudah ditakdirkan berjodoh, Tuhan akan tetap mempertemukan mereka di dalam keadaan tak terduga.
“Kamu harus janji sama aku. Kamu gak akan pergi dari aku lagi, ‘kan?”
Dennis mengulurkan jari kelingkingnya. Aria mengeratkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Dennis. Mereka berdua tampak bahagia setelah berbulan-bulan tak bertemu sedikit pun. Akhirnya inilah kisah Aria. Aria berhasil melaluinya dengan kesetiaan. Kesetiaan itu membuahkan kebahagiaan tak dapat dilontarkan oleh Aria. Aria tak lupa mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.