Senja di kota Besuki. Gadis sederhana itu duduk bersama kakeknya di pelataran belakang rumah. Mereka sibuk melihat-lihat album foto semasa SMP sang cucu.
“Ndok… ini siapa?” sang kakek bertanya pada cucunya seraya menunjuk foto seorang gadis cantik “Itu Diyah kek, temenku yang paling feminin di kelas” “kalo yang ini?” tanya sang kakek lagi “ini Fauzan. Orangnya kocak abis, Pokoknya kalo bareng dia dijamin gak bakal pernah galau deh” jawab sang cucu ceria. Pikirannya melayang pada masa 3 tahun silam. Mengingat sosok Fauzan yang benar-benar paling konyol diantara semua teman-temannya.
Sang kakek terus melihat-lihat, membuka lembaran demi lembaran Album foto milik cucunya, Ria. Dan tak lupa sang kakek menanyakan satu-persatu orang yang berada di Album itu.
Sampai di halaman berikutnya sang kakek mendapati foto cucunya bersama gadis muda yang ia kenal sebagai sahabat dari cucunya, Dhea.
“Dhea sudah lama tidak main ke rumah kita ya Ndok…” “iya kek, sekarang kan Dhea sibuk dengan kuliahnya di Jakarta” “Padahal kakek kangen sama dia” Ria tersenyum. yach, kakeknya begitu menyayangi Dhea seperti beliau menyayangi dirinya, mereka sudah seperti keluarga satu sama lain.
“Ria juga kangen sama Dhea kek” “kita doakan saja yang terbaik untuk Dhea Ndok” Sang kakek tersenyum “iya kek” Ria membalas senyum kakeknya
Senja sudah hampir pulang seutuhnya, namun sang kakek tetap melanjutkan aktivitasnya. “kalo yang ini siapa Ndok?” tanya sang kakek lagi. Kali ini beliau sudah sampai di halaman terakhir Ria terdiam, kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wajahnya murung. Dan tatapan matanya berubah nanar.
“Ndok…” Panggil sang kakek seraya mengelus pucuk kepala cucu kesayangannya. “Dulu, saat almarhumah nenekmu masih hidup Dia adalah wanita yang kuat, tegar, sabar dan selalu menampakkan bahwa dirinya selalu baik-baik saja, meski kenyataannya hidup tidak selalu begitu Ndok, nenekmu pernah bilang bahwa yang namanya cinta tidak selamanya hanya tentang memiliki, ada saatnya kita harus belajar melepaskan, merelakan sampai pada akhirnya kita harus melupakan…”
Ria menoleh kearah kakeknya, ada kerinduan yang teramat sangat dalam terpancar di mata teduh sang kakek, kerinduan yang sekian lama tertahan untuk seorang wanita yang teramat dicintainya, yaitu sang nenek.
Kakek tersenyum menatap cucunya. Senyum yang mampu membuat hati Ria merasa lebih nyaman dan tenang. “Kamu sangat mirip dengan almarhumah nenekmu, Kamu gadis yang kuat Ndok, kamu gadis yang tegar. Kakek yakin kamu bisa melewatinya Ndok ” “Tapi kek, Ria masih mengharapkan Dia kembali…” “Satu hal yang harus kamu tau Ndok, Sesuatu yang pergi setelah kembali tidak akan pernah sama lagi. Sudahlah, lebih baik kamu ikhlaskan Dia. Cari kebahagiaan kamu sendiri Ndok. Karena jika seandainya Dia kembali bukan tidak mungkin jika Dia menyakiti hatimu lebih parah dari yang pernah ia lakukan sebelumnya.”
Ria merenung. Apa yang dikatakan kakeknya benar. Kadang kita memang harus belajar ikhlas. Karena Tuhan selalu lebih tau apa yang terbaik untuk hambanya.
“Dia siapa Ndok…?” tanya sang kakek lagi
Ria terdiam cukup lama, ia menarik nafas berat sebelum akhirnya menjawab dengan suara parau. “Dia… Yang Terdalam Kek…”
Ladang Pengabdian
Sukorejo, jumat 19 Januari 2018
Cerpen Karangan: Ria Maurer Blog / Facebook: Ria Maurer