“Aku sudah Sholat Istikharah… yang hadir nama Satria… bukan kamu Ryan..” ucap Ririn sambil terisak Laki laki bernama Ryan itu hanya terdiam… tubuhnya sedikit kaku, dia bingung harus menjawab apa… untuk berbicara pun lidahnya terasa kelu dan kerongkongannya terasa tercekat.
Ryan menghela nafas panjang, berusaha mengontrol segala macam perasaan yang berkecamuk di dadanya. Sampai akhirnya dia menguasai keadaan dan suasana hatinya sendiri dan berani berucap. “Manusia pasti bisa salah rin… sedang Tuhan tidak…” Ucap Ryan Pelan. “Kamu sudah tanyakan pilihanmu pada Tuhan… dan sudah temukan jawabannya Rin…” lanjut Ryan lagi dengan suara bergetar. “Tapi aku mencintaimu Ryan…” balas Ririn dan tangisnya mulai pecah. Ryan berusaha tersenyum menenangkan walau terlihat kaku dan sedikit dipaksakan, Laki laki itu merangkul tubuh mungil wanita yang bernama Ririn itu dan membelai lembut rambutnya, smabil sesekali mengecup keningnya. “Kamu bisa tetap mencintai Rin… di dalam sini…” Ucap Ryan sambil menaruh jari telunjuknya di dada Ririn.
Ririn memeluk tubuh Ryan kian erat, seolah didera rasa takut kehilangan yang amat sangat, dia sandarkan kepalanya di dada Ryan sambil sesekali terdengar isak tangisnya. “Tapi walau aku sudah dengan Satrio… aku masih bisa bertemu kamu kan Ryan?” ucap Ririn pelan sambil menggenggam erat jemari Ryan. Laki laki itu hanya diam dan tak berkata apapun, balasannya hanya genggaman erat di jemari lentik milik wanita manis tersebut.
Ryan berhenti sejenak di depan sebuah gedung, di gerbang terpasang sepasang janur sebagai tanda akan dilangsungkannya acara resepsi pernikahan di minggu pagi yang dingin setelah semalaman kota Jakarta diguyur hujan lebat.
Laki laki itu menatap nanar dari kejauhan, tangannya mengepal meredam emosi yang seakan mau meledak dari dalam tubuhnya.
Lima menit kemudian, Ryan kembali menyalakan sepeda motornya lalu bergumam sebelum berlalu dari tempat itu, “Selamat Tinggal Rin… Semoga kamu dapatkan kebahagiaanmu” Ryan terpekur di bebatuan karang tepi pantai, tatapannya kosong seraya menatap buih-buih ombak yang datang silih berganti seolah mengejek kesendiriannya.
Ingatannya melayang beberapa tahun silam, cintanya pun terhempas karena wanita yang dicintainya pergi dan menikah dengan pria lain, sekarang kedua kalinya dia harus alami hal serupa, hanya bedanya Ririn tidak berdusta dan katakan padanya sebelum dia memutuskan pilihan hidupnya dan melangsungkan pernikahan.
Amarah laki laki itu yang ditahannya sejak lama dan tadi, tiba tiba keluar meledak saat itu… Ryan berdiri kearah lautan luas, dan berteriak sekuat kuatnya. Luapan amarahnya… kerasnya teriakan laki laki itu, tertelan suara gemuruh buih ombak dan juga berisiknya celoteh segerombolan camar laut yang berterbangan kesana kemari.
Laki laki itu merasa hatinya tiba tiba membeku, amarahnya yang dia sendiri tidak tahu harus dia lampiaskan pada siapa, berubah jadi rasa benci yang teramat sangat. Benci kepada dua wanita yang pergi tinggalkannya? Tidak… dia benci dengan rasa cinta yang dia punya. Benci telah mengagung-agungkan kata CINTA dan sepenuh hati dalam memberikan cinta yang ia punya.
CINTA dan BUIH OMBAK, dua hal atau kata yang Ryan benci dan anggap sama, Selalu datang berkali kali walaupun setiap datang, mereka tahu akan terbentur karang tajam dan meninggalkan luka.
Cerpen Karangan: Andri Rendra Putra Blog / Facebook: andrirendra