“Kau yakin, kau baik-baik saja?”
Aku hanya membalas pertanyaan itu dengan anggukan kepala. Angin dingin yang berhembus dengan kencang menusuk pori-pori kulitku. Aku merekatkan jaket berbahan wol berwarna hitam yang sedang kupakai.
“Kau sudah harus baik-baik saja. Semuanya telah berlalu. Ingat, kisahmu dengannya memang sudah usai. Tidak bisa kau ulang dengan cara apapun. Kau harus merelakan semuanya. Apapun yang terjadi, life must go on.”
Aku kembali mengangguk. Kali ini, kutambah dengan senyuman simpul yang terpampang di wajahku. “Aku baik-baik saja dan aku tahu kalau hidupku akan terus berjalan apapun yang terjadi. Terima kasih atas sarannya Julie dan kumohon untuk kau segera pergi,” kataku sembari mendorong temanku agar pulang karena ia sudah diklakson oleh kekasihnya sejak tiga menit yang lalu.
“Baiklah. Ah, iya, satu lagi. Dia tidak akan senang jika kau bersedih seperti ini. Buatlah pengorbanan dia menjadi sepadan,” ujar Julie lalu pergi menjauh hingga menghilang dari pandanganku.
Sendiri lagi. Akhirnya. Aku terdiam menunggu di lobi perusahaan. Haruskah ku nekat untuk pulang tanpa jemputan atau tidak. Salju pertama turun pada malam ini. Turun dengan sangat lebat sampai-sampai orang yang melintas jalanan harus menggunakan payung agar tidak tertimpa lebatnya salju.
Selebat dan semengganggu apapun, salju tetaplah salju. Pemandangan indah bagi banyak orang. Turunnya salju juga menandakan bahwa kita sudah berada di penghujung tahun. Semua hal yang terjadi di tahun ini akan dibungkus dengan rapi bersama salju di akhir tahun.
Aku memandangi langit malam gelap bersamaan dengan jatuhnya butiran es berwarna putih. Senyumku mengembang kembali. Walaupun aku bingung, haruskah aku tersenyum atau menangis setiap melihat salju turun. Banyak kenangan indah yang terjadi di musim dingin. Namun, semua hal yang menyakitkan juga terjadi pada musim yang sama.
Meskipun tanpa payung atau alat pelindung lainnya, aku memutuskan untuk menenggelamkan diriku bersama salju pada gelap dan dinginnya malam ini. Entah mungkin karena hari ini adalah hari libur nasional meskipun aku baru saja pulang dari kantor, jalanan terasa ramai. Aku merasa tenang dengan fakta itu. Berjalan sendirian tidak akan terlalu terasa kesepian.
Aku terus berjalan sembari sesekali menjulurkan telapak tanganku untuk meraih butiran salju. Dingin. Tentu saja. Itu adalah es. Kini aku memasuki jalan yang tidak terlalu ramai banyak orang. Aku pun tersenyum kecut. Keramaian adalah satu-satunya cara agar otakku tidak melakukan wisata kenangan secara mendadak.
Namun, terlambat sudah. Otakku dengan sendirinya memutarkan berbagai kenanganku dengan dirinya. Aku tersenyum sepat mengingat kenangan itu. Kenangan-kenangan indah yang tidak aku sangka akan menjadi seperti ini akhirnya.
“Kau… baik-baik juga disana, kan?” batinku dengan harapan akan ada jawaban dari pertanyaanku ini karena disini aku benar-benar tidak baik-baik saja.
Tetesan air mata hangat jatuh di pipiku. Aku terduduk lemas di trotoar jalanan. Aku tahu, aku tidak akan kuat menjalani kehidupan baruku dengan membawa semua kenangan ini. Rasa sesak di dada mulai naik menggerogoti tenggorokan yang mulai terasa tercekat.
Aku bertemu dirimu di saat musim semi hendak berakhir. Hari-hariku dipenuhi dengan dirimu di musim panas dan musim gugur. Ketika salju jatuh di musim dingin untuk pertama kalinya, aku harus berpisah denganmu.
Aku tersesat, tetapi itu sebelum aku bertemu denganmu. Kau membuatku tersadar akan betapa luasnya dunia ini. Kau juga membantuku untuk mencari tahu kemana arah hidupku sesungguhnya berjalan. Aku kembali menemukan diriku yang telah lama hilang karena bantuanmu. Kau membantuku menjadi orang dewasa yang lebih baik. Aku berharap, ketika itu menjadi mungkin, aku dapat bertemu denganmu yang telah tumbuh dewasa sepertiku.
Jika harus jujur, terkadang, aku merindukan masa dimana aku tidak bertemu denganmu di tahun itu. Aku merindukan waktu dimana aku tidak harus berada di keramaian hanya untuk melupakanmu sejenak. Setidaknya untuk beberapa jam. Aku rindu saat-saat dimana aku dapat tertawa bebas tanpa harus memikirkan bagaimana jika kau juga tertawa bersamaku saat ini. Aku menemukan diriku, tetapi aku kehilanganmu.
Tahun itu ketika aku bertemu denganmu terasa seperti mimpi yang indah, namun menyayat hati. Semua cerita bahagia yang kita miliki akan sempurna jika akhir yang kita jalani bisa berbeda. Jika saja akhirnya dari cerita kita bukanlah tentang kau yang akan meninggalkanku dalam kesendirian.
Cerpen Karangan: Nadhyra Keisha