Siang ini tidak terlalu terik, dengan malas Keira melangkahkan kaki keluar kamarnya. Raut wajahnya keruh dan seluruh tubuhnya seakan ingin meluruh. Ke lantai. Gadis berusia 17 tahun itu memegangi kepalanya yang berdenyut, sudah sejak kemarin kepalanya pusing luar biasa, suhu tubuhnya juga sangat tinggi.
Keira berjalan tertatih menuju pintu utama, kemudian menutupnya dengan rapat. Dia paksakan berjalan ke apotek di depan komplek perumahan. Di rumah sedang tidak ada orang, Bunda dan Ayahnya sedang ada urusan diluar kota. Di rumah Keira juga tidak ada pembantu, hanya ada pak Dipto-tukang kebun yang hanya datang saat pagi dan sore hari saja. Dia juga enggan untuk mengabari orangtuanya tentang sakitnya walaupun sekedar mengirim pesan singkat, karena orangtuanya pasti sedang sibuk.
Keira membenahi tatanan jilbabnya, memastikan tidak ada rambutnya yang terlihat. Pelan-pelan dia menyusuri jalan prumahan Griya Lestari sambil sesekali berpegangan pada tiang disisi jalan. Keira memejamkan matanya sejenak, berusaha meredakan rasa sakit di kepala yang terus-menerus menyerang.
Setelah menempuh perjalanan yang menurutnya sangat panjang dan lama, Keira akhirnya sampai di apotek Farmaris. Dikarenakan apotek siang itu sangat ramai, maka Keira memilih duduk di bangku tunggu daripada ikut mengantri. Rasanya dia tidak kuat jika harus berdiri berlama-lama, bisa-bisa tubuhnya ambruk seketika. Ruangan seluas 4×4 meter ini hampir penuh saat Keira datang, apakah sekarang sedang musim orang sakit hingga apotek penuh dan sesak begini?
Setelah dirasa cukup sepi, Keira berdiri hendak memesan obat namun tiba-tiba dia kehilangan keseimbangan karena seseorang menubruk bahunya dari arah belakang. Alhasil, Keira jatuh tersungkur ke lantai persis seperti orang yang sedang bersimpuh.
“Ya Allah, maaf mbak saya gak sengaja.” Keira membatu saat mendengar suara berat itu, suaranya tidak asing dan Keira merasa sangat mengenalinya.
Hening sesaat, sebelum akhirnya Keira memberanikan diri menatap pemuda disebelahnya yang menatap dengan sorot bersalah. Gadis berjilbab itu membisu saat menyadari siapa yang baru saja menabrak bahunya.
“Keira?” Ucap pemuda tadi dengan sorot terpana, namun Keira tetep diam tanpa kata. Semua seolah hampa tanpa suara, suasana bising yang tadi terdengar jadi senyap seketika.
“Keira, Keira gak papa?” Pemuda tadi melambaikan tangannya didepan wajah Keira tapi tetap tak ada jawaban, hal itu membuatnya semakin bingung.
Keira tersadar dari lamunannya ketika rasa sakit di kepalanya kembali menyerang, refleks dia memegangi kepalanya. Pemuda tadi menatap Keira khawatir, mengapa gadis didepannya ini tiba-tiba kesakitan begini?
“Ra, kamu kenapa? Mana yang sakit?” Keira menolehkan kepalanya menatap pemuda tadi, rasa malu seketika menyergapnya. Mungkin karena dia terlalu lama memandangi pemuda ini jadi Allah memberinya teguran langsung.
“Gak papa kok, Arga ngapain disini?” Keira mencoba tersenyum meski kepalanya berdenyut ngilu.
Pemuda bernama Arga itu tak menjawab, dia justru berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Keira. Isyarat bahwa ia akan membantu Keira berdiri, dan Keira langsung menerima uluran tangannya tanpa berpikir panjang. Arga menuntun Keira menuju kursi agar duduk kembali.
“Kamu mau beli obat apa? Biar aku yang beliin.” Keira menyebutkan salah satu merk obat, Arga mengangguk paham lalu berjalan menuju meja kasir.
Selesai membayar, Arga mendekati Keira dengan menenteng kresek putih bening yang berisi beberapa jenis obat. “Ayo pulang, aku anter kamu sampe rumah.” Keira mengangguk singkat, mereka berjalan bersama menuju parkiran. Rintik hujan mulai turun dan lama-kelamaan semakin deras. Arga segera melepas jaketnya kemudian memayungi Keira agar tidak terkena air hujan. Tangannya merengkuh bahu Keira karena jasnya tidak cukup melindungi Keira dari air hujan. Perlakuan Arga membuat wajah Keira merekah, hatinya luluh dengan sikap Arga yang lembut tidak seperti biasanya. Dia merasa aman, damai, dan terlindungi dengan Arga disampingnya. Tak ia sangka akan bertemu Arga di tempat ini, dan terjebak momen manis ini. Ingin rasanya dia abadikan menjadi kenangan indah yang tak akan pernah ia lupakan.
Dibawah rinai hujan, Arga dan Keira berlai-lari kecil menuju mobil Arga yang letaknya sudah tidak terlalu jauh. Samar-samar terdengar sumpah serapah dari beberapa orang yang terjebak hujan. Lain dengan Keira, gadis itu tampak bahagia dan mengucap doa saat hujan dalam hati. Dadanya berdesir hebat, jantungnya berdegup kencang mengingat posisinya sekarang yang sangat dekat dengan Arga. Perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuhnya termasuk pipinya yang memerah dan detak jantung yang tak beraturan.
“Udah sampe.” Ucapan Arga membuat Keira tersadar dari lamunannya. Arga membukakan pintu untuk Keira, mempersilahkan gadis itu masuk terlebih dahulu. “Kamu tunggu disini ya, aku beli makan sama minum dulu.” Keira hanya mengangguk, karena tubuhnya sudah mulai kedinginan dengan bagian bawah gamis yang basah.
Tak lama, Arga masuk ke dalam mobil selepas membeli makan dan minum. Dia menyerahkan sebotol air mineral yang langsung Keira habiskan setengah dalam sekali teguk.
Arga tertawa kecil melihat Keira. “Haus banget ya?” Ucapnya menggoda. Keira menunduk malu tak sanggup membalas tatapan Arga yang teduh dan menghanyutkan.
“Nih, makan dulu. Trus minum obat, aku tungguin. Habis itu kita pulang.” “Gak usah, langsung pulang aja.” “Makan dulu Ra, trus minum obat. Nanti aku anter pulang, dan kamu bisa langsung tidur.” Ucap Arga mencoba sabar menghadapi sifat keras kepala Keira. “Gak usah Arga.” Tapi Keira tetap kokoh dengan pendiriannya.
Dua manusia itu tetap saja berdebat sampai akhirnya Keira mengalah karena Arga yang terus-menerus membujuknya. Arga memang pemuda yang baik dan peduli, dia yang terbaik bagi Keira. Dengan ragu-ragu Keira menyantap makanannya. Disampingnya Arga juga melakukan hal yang sama. Setelah dipaksa Arga agar menghabiskan makanannya, Keira meminum obatnya.
Hujan diluar sudah mulai mereda, Arga menyalakan mesin bersiap-siap pulang. Mobil pun memasuki komplek perumahan Griya Lestari.
“Tadi kok gak minta dianter aja sih kalo emang lagi gak enak badan, kalo tiba-tiba kamu pingsan di jalan gimana?” “Di rumah gak ada orang.” Ucap Keira pelan.
Arga menatap gadis disebelahnya yang sedang menunduk. Dia tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu, tetap cantik. Dan sekarang dengan jilbab dan gamis yang ia gunakan membuatnya terlihat lebih anggun. Sebuah ide terlintas di benaknya, hal yang dulu ia anggap sebagai mimpi dan khayal yang dibuatnya sendiri kini ada sedikit harapan agar terwujud.
“Keira mau main?” “Hah? Main kemana?” “Taman komplek aja, abis ujan gini pasti rame orang disana. Kamu gak ada teman kan di rumah?” “Boleh deh.”
Cerpen Karangan: Eva Mariska Blog / Facebook: Eva Mariska Eva Mariska. Kelas XI SMAN 1 TENGGARANG. Cita-cita penulis. Hobi rebahan tapi pengen sukses :v Salam kenal semuanya ^^