Arga membelokkan mobilnya ke bagian kanan komplek dimana taman yang ia maksudkan berada. Dulu sewaktu kecil, ia sering bermain disini. Dan taman ini sekarang berubah, menjadi lebih bagus dan baru. Sangat berbeda dibandingkan 10 tahun yang lalu. Keira membuka pintu dengan semangat, gadis itu berlari menuju bangku dekat kolam ikan. Arga mengikutinya dibelakang dengan senyum yang terpatri di wajahnya.
“Jadi rindu tempat ini ya? Dulu kan kita sering main disini.” Keira menoleh pada Arga yang menyandarkan tubuh disebelahnya.
Gadis itu mengangguk mengiyakan, benar juga, sekarang ia merindukan masa kecilnya yang penuh tawa bahagia. Tanpa mengenal kisah asmara dan cinta yang alurnya seringkali menyiksa. Yang akhirnya tak sesuai praduga. Yang masih baru mengenal aksara, tak banyak tau perihal tipu daya. Sejenak Keira membiarkan dirinya terbuai nostalgia masa lalu, ia memejamkan mata membiarkan serpihan cerita lama dirakit seperti candu yang tak rela ditelan waktu. Sekarang semua cerita itu kembali utuh seperti seolah dia ada pada masa itu, tak lagi muncul separuh seperti bagian rumpang yang berteriak meminta ditemukan.
Entah sudah berapa lama Keira tak merasakan seperti ini, ia merasa jiwanya damai, dan sesak yang selama ini menghimpit dadanya berangsur renggang. Semoga ketenangan dan kesenangan ini bukan sekedar angan-angan belaka. Keira membuka matanya, mendapati Arga masih setia duduk disebelahnya dengan earphone di kedua telinganya.
“Arga!” Panggil Keira pelan. “Iya, kenapa Ra?” Arga melepas earphone yang tersambung ke ponselnya, menandakan bahwa ia serius ingin mendengarkan apa yang akan Keira katakan. Hal sederhana yang membuat Keira nyaman berada di dekat Arga, ia merasa sangat dihargai.
“Makasih ya udah ajak aku kesini.” Ucap Keira tersenyum tulus.
Arga balas tersenyum, ia mengusap pelan puncak kepala Keira dengan penuh kasih sayang. Interaksi antara dirinya dan Arga sedari tadi tak henti-hentinya membuat hatinya melambung tinggi.
“Gimana? Udah ngerasa baikan?” Keira kontan mengangguk. “Tadi kan udah minum obat, sekarang pusingnya udah agak reda.” Binar di mata Keira membuat Arga lebih tenang, baru kali ini dia merasa sangat khawatir pada seseorang selain keluarganya. “Bukan itu yang aku maksud sebenernya” Dahi Keira berkerut bingung.
“Hatinya udah baikan? Udah sembuh dari luka yang selama ini bikin kamu menderita?” Ucap Arga ringan namun menusuk ke ulu hati keira.
“Kok Arga tau?” Suara Keira mungkin hanya satu oktaf diatas suara angin, namun Arga bisa mendengar dengan jelas banyak kepedihan dan getir didalamnya.
“Aku selama ini perhatiin kamu, walau dari jarak jauh.”
Keira menahan nafas mendengar pengakuan Arga. Bagaimana mungkin Arga melakukannya tanpa sepengetahuannya selama ini?
“Aku selama ini pantau kamu, aku tau masalah kamu. Aku tau kamu patah, runtuh, lumpuh, hancur lebur, bahkan rasanya susah buat bangkit. Tapi aku percaya kamu kuat, kamu bisa lewatin ini semua. Dan sekarang kamu buktikan itu semua, didepan mata aku.”
Tanpa Arga ketahui, Keira diam-diam menahan tangisnya. Tapi pertahanan itu runtuh saat Arga menatapnya dalam. Tidak, Keira tidak sekuat dan setegar itu.
“Aku gak sekuat itu Ga, aku hancur selama ini. Aku… Mau mati rasanya.” Tangis Keira semakin kencang saat mengingat semua kejadian kelam yang selama ini berusaha ia kubur dalam-dalam.
Arga tertegun melihat Keira menangis tersedu-sedu, hatinya resah dan gundah. Apa ucapannya begitu menyakitkan untuk Keira dengar? Seketika rasa bersalah menyergap seluruh tubuhnya, sampai rasanya Arga ingin marah. Arga ingin meluapkan amarahnya pada dirinya sendiri saat ini juga.
“Ra, udah.” Arga merengkuh bahu Keira dan membawanya dalam dekapannya. Ia memeluk Keira erat-erat seolah ingin menyalurkan kekuatan. Arga mengelus pundak Keira menenangkan “Jangan takluk Ra, kamu kuat kok.”
Arga mengurai pelukannya kemudian mengusap jejak air mata di pipi Keira. Keira yang masih sesegukan berusaha meredakan tangisnya. Gadis itu mengelap sisa air matanya dengan kain jilbabnya. Ia tidak mau menangis lagi, dalam dirinya Keira sadar bahwa dia sudah lelah. Dan setelah ini dia akan mencoba ikhlas dan tegar akan semua yang terjadi dalam hidupnya.
Sebenarnya jauh di lubuk hatinya yang terdalam Keira sudah jengah dengan semua ini. Dia jenuh, ingin rasanya meluapkan segala keluh kesah yang selama ini ia pendam. Sebisa mungkin ia akan bersikap acuh tentang rasa sedihnya yang bisa membuat hasratnya untuk mengakhiri hidup muncul kembali. Dan Keira butuh seseorang untuk mengobati lukanya, seseorang yang akan memberikan janji setia menemaninya bukan kata-kata gombal semata. Dan mungkin ini saatnya, berpisah dengan luka masa lalu.
“Aku mau jaga kamu selamanya.” Ucapan Arga menyadarkan Keira dari keterpurukannya, juga menyadarkan dirinya bahwa dia masih punya sandaran dan penahan jika suatu saat dia hancur. Lagi.
Keira tersenyum menatap Arga kemudian berucap lirih. “Jangan tinggalin aku Ga.”
Arga mengangguk, dia merogoh pulpen dan secarik kertas dengan gradasi ungu dan abu-abu di saku celananya. Pemuda itu menuliskan sesuatu kemudian menyerahkannya kepada Keira. Keira menerima kertas tersebut, dia melihat sederet angka yang ditulis Arga dengan sangat rapi. Apa maksudnya ini?
“Itu nomor HP aku, kamu bisa hubungin aku kapanpun kamu mau. Aku mau jaga kamu terang-terangan mulai sekarang, bukan cuma liat kamu dari jauh. Karena aku sayang kamu.”
Kalimat terakhir Arga membuat Keira tertegun lama. Jadi ini alasannya, jadi ini akhirnya. Perasaan hangat seketika menjalar ke seluruh tubuh Keira. Dadanya seakan meletup-letup dipenuhi perasaan bahagia. Setelah sekian banyak penderitaan yang ia dapatkan, ternyata ini kehendak Allah untuknya. Skenario terbaik untuk para hamba-nya yang jiwanya sudah meronta-ronta meminta keadilan.
Perlahan Keira merasakan sebuah tangan menggenggam erat jemarinya seolah menyadarkan ia bahwa telah selamat dari jurang keputusasaan. Keira balik menggenggam tangan kekar itu, inilah yang selama ini ia inginkan, bersatu dan terikat dengan orang yang tepat.
Siang itu, selapas hujan, Keira menemukan pelanginya. Yang akan membawanya menuju sinar terang di kehidupan yang baru dan lepas dari jerat masa lalu.
Terimakasih Arga 🙂
Cerpen Karangan: Eva Mariska Blog / Facebook: Eva Mariska Eva Mariska. Kelas XI SMAN 1 TENGGARANG. Cita-cita penulis. Hobi rebahan tapi pengen sukses :v Salam kenal semuanya ^^